Seorang penyelam, turis perempuan asal Austria meninggal setelah ditabrak speed boat pada 23 April lalu di sebuah titik penyelaman ramai di perairan kawasan konservasi perairan (KKP) Nusa Penida, Bali. Kerstin Korinek, 35, disebut sudah menunjukkan safety sausage, yakni tanda akan naik ke permukaan setelah menyelam di Manggrove Point, Desa Jungutbatu, Lembongan.
Berita Radar Bali, 26 April menyebut Kapten Boat Lembongan Dive Adventure, I Kadek Ricahyana ditetapkan sebagai tersangka karena lalai tidak melihat safety sausage dari korban yang akan naik ke permukaan. Ricahyana dijerat Pasal 359 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Safety Sausage atau Surface Marker Buoy yang biasanya berwarna oranye ini berbentuk seperti sosis raksasa, digelembungkan di permukaan sebagai tanda jika kapal penjemput jauh dari penyelam.
baca : Tantangan Mengelola Bentang Alam di Nusa Penida
Setahun terakhir ini, terjadi sejumlah peristiwa berkaitan dengan aktivitas perairan di Nusa Penida. Temson Mannie (23), turis Selandia Baru hilang digulung ombak dan ditemukan meninggal pada 24 Maret 2017 di pantai Crystal Beach. Kemudian 9 Agustus 2017 di Pantai Atuh, tiga turis asal Afrika Selatan dan Denmark terjebak di tebing-tebing saat melakukan kegiatan berenang sambil mencari ikan.
Kasus berikutnya, Nicholas warga Indonesia ditemukan meninggal di Pantai Batu Bolong pada 31 Agustus 2017. Peristiwa lain, Sun Xingrong (52) warga China meninggal dunia pada 3 Maret 2018 saat snorkeling di perairan Desa Suana. Jasadnya mengambang di perairan Crystal Bay, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali.
Selain peristiwa kecelakaan, juga kerusakan dan pencemaran. Misalnya konflik terkait pemasangan ponton di beberapa titik oleh pengusaha kapal dan mengakibatkan kerusakan karang karena lokasinya tak tepat dan akumulasi sampah di titik selam.
baca : Miris.. Perusakan Karang Akibat Ponton Kapal Wisata di KKP Nusa Penida
Berbagai kasus itu menjadi bahan diskusi para pelaku usaha wisata air dan pemerintah. KKP Nusa Penida makin ramai akibat meningkatnya kunjungan ke gugusan pulau dengan panorama laut, tebing, dan keanekaragaman hayati bawah lautnya. Resiko keamanan dan pengawasan laut harusnya ditingkatkan. Tapi saat ini Badan Pengelola KKP Nusa Penida tidak aktif karena peralihan kewenangan dampak berlakunya UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Permana Yudiarso, Kepala Seksi Program dan Evaluasi, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar mendesak Pemprov Bali segera memastikan regulasi dan pengelola UPT KKP Penida. “Harus disahkan dulu kekhawatirannya kalau kejadian lagi, regulasi belum ada dan sanksi belum jelas,” risaunya.
Ia mengapresiasi sejumlah pihak seperti pengusaha lokal dan organisasi selam setempat, seperti Lembongan Marine Asscociation (LMA), Kelompok Penyelam Lembongan (KPL), yang masih peduli dengan peristiwa dalam area KKP.
baca : Waspadai Aktivitas Wisata Ini yang Merusak Terumbu Karang di Bali. Apa Itu?
Ia berharap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mempercepat kewenangan yang diikuti beberapa proses agar ada yang berkantor di KKP Penida. Setelah UU No.23/2014 tentang Pemda disahkan ada peralihan kewenangan pengelolaan laut dari kabupaten ke provinsi. Menurut Permana Yudiarso deadline 2 tahun pada 2016 ,tapi tak bisa diwujudkan Pemprov Bali. Dampaknya organisasi pengelola KKP tak bisa jalan.
Dalam masa peralihan pada 2017 Dinas Perikanan Kabupaten Klungkung masih menempatkan Kepala UPT KPP untuk membantu proses pengelolaan, namun mulai 2018 tak bisa dianggarkan lagi.
Ia menyebut BPSPL Denpasar diminta membantu walau bukan kewenangannya. “Beberapa rekomendasi yang kami sampaikan intinya mempercepat kelembagaan, menetapkan aturan dan melaksanakannya segera,” ujar Yudi, panggilannya.
Hasil penelusurannya pada kasus penyelam yang tertabrak kapal itu, penyelam sudah patuh ketika naik ke atas, menunjukkan safety sausage seperti pelampung oranye yang digelembungkan ke atas dan akan naik dalam 3 menit. Salah satu rekomendasi adalah segera melakukan pelatihan ke kapten-kapten boat ini untuk memahami prosedur penyelaman dan keamanan.
Selain itu mengatur zonasi setelah Gubernur Bali mengesahkan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang dan Zonasi KKP Nusa Penida di Kabupaten Klungkung pada 2017 lalu. Dalam revisi ini ada perubahan zonasi termasuk mengakomodasi lokasi ponton dan area rumput laut yang terus berkurang luasannya. “Ponton bulan lalu muncul lagi, kesepakatannya jangan beraktivitas dulu sebelum perizinan lengkap, sekarang sedang cek lagi kerusakan yang diakibatkan ponton,” ujar Yudi.
baca : Inilah Hukuman Berat yang Membuat Jera Perusak Terumbu Karang di Bali. Seperti Apa?
Freddy SPS, Ketua Gabungan Usaha Wisata Tirta (Gahawisri) Kabupaten Klungkung mengatakan para pihak termasuk usaha wisata air seperti diving, surfing, boat, dan lainnya sudah membuat nota kesepakatan untuk pemetaan dan zona jalur kapal. Di mana saja titik sandar dan aktivitasnya. Hal ini untuk mencegah kejadian kecelakaan perlintasan kapal dan kasus tabrakan penyelam.
Koordinasi dan tata kelola ini menurutnya sangat penting untuk keamanan dan kenyamanan bersama. “Tinggal sosialisasi ke kepala dusun, kepala desa, dan individu usaha wisata laut lainnya yang pribadi-pribadi kan banyak,” katanya. Tak semua anggota Gahawisri.
Dalam dokumen rencana pengelolaan ini disebutkan wisatawan yang datang ke Nusa Penida belum dilakukan pendataan secara valid. Kunjungan wisatawan ke Nusa Penida yang didata oleh Dinas Pariwisata Provinsi Bali hanya pada pintu-pintu keberangkatan tertentu, belum secara menyeluruh. Menurut Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2016), jumlah kunjungan wisatawan ke Nusa Penida tahun 2015 sebanyak 264.708 orang, terdiri dari 255.079 orang wisman dan 9.629 wisnus. Dalam periode 2010-2015, laju pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Nusa Penida rata-rata 15,12% pertahun.
baca : Mongabay Travel : Nusa Lembongan, Surga di Selatan Pulau Dewata
Secara keseluruhan, geomorfologi pantai di gugusan pulau-pulau kecil Kecamatan Nusa Penida terdiri atas tiga tipe yaitu pantai landai berpasir putih, pantai landai bermangrove dan pantai bertebing berbatuan karst. Panjang garis pantai 77,5 km. tersebar di bagian timur, selatan dan barat pulau. Sisanya merupakan pantai landai berpasir putih dengan panjang 20,6 km atau 26,6% yang terdapat di bagian utara pulau.
Disamping memiliki kekayaan keanekaragaman ekosistem, perairan pesisir Nusa Penida juga menjadi habitat dan alur migrasi serta persinggahan beberapa mega fauna laut yang tergolong spesies genting (endangered spesies), langka dan dilindungi. Termasuk didalamnya yaitu hiu, mamalia laut, penyu, mola mola dan pari manta.
Perairan pesisir Kabupaten Klungkung khususnya di sekitar kepulauan Nusa Penida merupakan habitat dan jalur migrasi bagi beberapa jenis mamalia laut yaitu lumba-lumba, duyung (Dugong dugong) dan paus. Menurut Benjamn Kahn (2005), selain dolphin, perairan selatan Bali juga merupakan jalur migrasi bagi short-finned pilot whales (Globichepala macrorhynchus), dan jenis-jenis paus besar (sperm whales dan baleen whales) yang didukung oleh kondisi perairan selatan Bali yang memiliki arus upwelling yang kuat dan dingin.
Dua spesies penting dalam KKP Nusa Penida yang bernilai pariwisata tinggi yaitu mola-mola dan pari manta (manta ray). Kawasan ini menjadi cleaning station ikan Mola mola (sunfish). Keberadaan jenis ikan unik dan langka ini menjadi ikon Kabupaten Klungkung dan alasan penyelam ke sini.