Satu individu gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) usia 1,5 tahun ditemukan terluka di hutan Ulu Masen, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Pergelangan kaki kiri depannya nyaris putus, akibat jerat yang dipasang pemburu. Penderitaannya makin lengkap tatkala sang induk meninggalkannya sendirian.
Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, gajah betina ini awalnya ditemukan masyarakat Desa Leupu, Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie. Setelah itu, masyarakat melaporkannya ke tim Conservation Response Unit (CRU) Manee, Kabupaten Pidie.
“Dari keterangan warga, mereka telah beberapa hari melihat anak gajah terluka itu di hutan dekat desa. Warga mengaku membawa pulang gajah karena melihat kakinya yang terluka parah akibat terkena jerat untuk rusa,” ujarnya, Kamis (3/5/2018).
Mendapatkan laporan tersebut tim BKSDA, langsung bergerak ke Geumpang, menyelamatkan anak gajah malang ini. Terlebih, gajah merupakan satwa dilindungi.
“Awalnya, warga keberatan menyerahkan anak gajah ini karena khawatir kawanannya akan turun ke permukiman warga. Butuh waktu untuk meyakinkan mereka. BKSDA Aceh juga memberi penghargaan kepada warga yang telah menyelamatkan gajah sebatang kara ini,” terang Dedi Irvansyah, Kepala Seksi Wilayah Satu BKSDA Aceh.
Gajah ini selanjutnya dibawa ke Pusat Konservasi Gajah di Saree, Kabupaten Aceh Besar. Butuh waktu lama juga mengangkutnya karena truk tidak bisa berjalan cepat, khawatir berpengaruh pada luka yang ada.
Tim dokter dari BKSDA dan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh langsung membersihkan dan mengobati luka itu. Sekitar empat jam. “Beratnya sekitar 113 kilogram. Hanya kaki yang terluka, bagian tubuh lain tidak. Semoga segera sembuh,” ujar Dedi.
Salah seorang warga Kabupaten Pidie, Hamdani mengatakan, hutan Ulu Masen yang menyambung dengan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan wilayah yang masih sering terjadi perburuan satwa.
“Banyak pemburu masuk mencari rusa, ada juga yang berburu harimau sumatera. Kalau berburu rusa, biasa melibatkan masyarakat lokal, sementara harimau, selain masyarakat lokal juga masyarakat dari luar Pidie.”
Hamdani mengatakan, para pemburu tersebut biasanya masuk hutan malam hari agar tidak diketahui masyarakat dan penegak hukum. “Saya pernah menemukan beberapa perangkap satwa saat mencari rotan, namun tidak berani membongkarnya.”
Pada Januari 2017, BKSDA Aceh juga menemukan satu anak gajah sumatera yang ditinggalkan induknya di Kabupaten Aceh Timur. Saat ditemukan, kondisinya kurang nutrisi dan dievakuasi ke PKG Saree. Namun, beberapa bulan kemudian anak gajah tersebut mati akibat stres dan kesehatannya menurun.
Bahas Gajah Asia di Bangkok
Sementara itu, pada 25 – 28 April 2018, tim Asian Elephant Specialist Group (AsESG) mengadakan pertemuan tahunan di Bangkok, Thailand. AsESG merupakan organisasi di bawah badan konservasi dunia IUCN.
Wahdi Azmi, anggota AsESG mengatakan, selain spesialis gajah, pertemuan tersebut juga melibatkan perwakilan pemerintah dari masing-masing negara Asia yang memiliki populasi gajah.
“Perwakilan Ditjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia yang diwakili Kasubdit Pengawetan Jenis, Direktorat KKH, Ditjen KSDAE, Puja Utama menyampaikan perkembangan konservasi gajah di Indonesia. Tujuannya, untuk mendapat masukan dari para ahli konservasi,” terangnya.
Wahdi mengungkapkan, Indonesia sedang merampungkan revisi dokumen strategi dan rencana aksi konservasi gajah sumatera dan gajah kalimantan yang ditargetkan selesai 2018.
“Dokumen stategi ini untuk 10 tahun ke depan, mengingat dokumen yang lalu habis masa berlakunya pada 2017. Indonesia adalah negara yang telah memiliki dokumen strategi dan rencana aksi memasuki siklus 10 tahun kedua,” jelasnya.
Wahdi menambahkan, dalam pertemuan tersebut perwakilan KLHK juga menyampaikan tantangan terbesar kehidupan gajah yaitu hilangnya habitat akibat dikonversi menjadi berbagai keperluan. Akibatnya, berujung pada konflik antara manusia dan gajah.
“Namun begitu, dijelaskan juga bahwa Indonesia sedang melakukan berbagai upaya pengelolaan habitat dan populasi gajah secara aktif. Harapannya, konflik dapat diminimalisir dan gajah beserta manusia dapat hidup berdampingan, harmonis,” tandasnya.