Kelabang, satwa yang identik dengan sengatan berbisa. Serangga dari famili Scolopendridae ini ternyata menarik perhatian sejumlah peneliti untuk menyibak kandungan racunnya.
Sebuah laporan ilmiah yang dipublikasikan jurnal internasional Proceedings of the National Academy of Sciences, melaporkan para peneliti berhasil mengungkap ramuan racun tersebut. Temuan ini cukup mengejutkan, sebab bisa yang disuntikkan satwa metamerik itu dapat membunuh makhluk hidup yang 15 kali lebih besar dari ukuran tubuhnya. Dalam laporan 22 Januari 2018 itu, para peneliti menuliskan, seekor kelabang seberat 3 gram berhasil mengalahkan tikus berbobot 45 gram.
Shilong Yang, ahli racun dari Kunming Institute of Zoology di China bersama rekannya mengungkapkan temuan tersebut. Racun kelabang ternyata menghentikan laju potasium yang masuk maupun keluar dari sel mamalia. Laporan ilmiah berjudul Centipedes Subdue Giant Prey by Blocking KCNQ Channels tersebut, menjelaskan penyumbatan ini mencegah otak memberi sinyal ke jantung untuk berdenyut.
Bagi mamalia seperti tikus, sel tubuhnya memerlukan pergerakan ion potasium untuk membuat otot bergerak. Jika otot di bagian pernafasan tidak bergerak karena racun ini, tikus akan mati akibat tidak bisa bernafas.
“Dan karena potasium ada di seluruh tubuh, racun yang dinamai Ssm Spooky Toxin itu dapat mengganggu pembuluh darah, pernafasan, otot, dan juga sistem saraf. Hal inilah yang membuat racun kelabang unik, karena strategi molekuler seperti itu belum ditemukan di hewan berbisa lainnya,” tambah Yang dikutip dari The Washington Post.
Selain mengidentifikasi racun, para peneliti juga coba merumuskan enzim untuk menangani efek yang ditimbulkan dari gigitan tersebut. Dalam laporan dituliskan, obat bernama retigbine dapat membantu menetralkan bisa kelabang. Retigbine adalah obat yang bersifat antikonvulsan dan biasa digunakan untuk mengobati epilepsi. Obat ini dapat membuka kembali saluran potasium yang ditutup oleh racun kelabang.
Meski beracun, kematian manusia akibat gigitan kelabang sangat langka ditemukan. Pada 2006, para fisikawan melapor di Emergency Medicine Journal, hanya ada tiga kasus yang tercatat menyebabkan korban meninggal akibat gigitan kelabang.
“Kejadian manusia meninggal karena kelabang terbilang langka, sebaiknya Anda selalu hati-hati dan menghindari gigitannya. Sebab, bisa serangga ini dapat membuat Anda merasa tidak nyaman,” jelas Yang.
Sulit diprediksi
Terpisah, Syahfitri Anita peneliti venom dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, meski berbahaya, racun yang terkandung pada kelabang umumnya tak lebih berbahaya dari bisa ular dan satwa mematikan lainnya. Namun menurutnya, yang perlu digarisbawahi adalah protein penyusun racun pada kelabang tidak banyak yang mengetahuinya.
“Artinya terbuka peluang bahwa protein penyusun ini dapat lebih kompleks dan kuat. Jadi, tidak menutup kemungkinan efek yang ditimbulkan sama seperti bisa ular,” kata Syahfitri kepada Mongabay Indonesia, belum lama ini.
Sebagian besar, racun yang terkandung umumnya bersifat kardiotoksin dan neurotoksin. Untuk setiap spesies, memiliki komponen dan konsentrasi berbeda yang memungkinkan racun-racun itu juga mengandung jenis lainnya seperti, hemotoksin, nefrotoksin, sitotoksin, nekrotoksin, dan miotoksin.
Lebih lanjut Syahfitri menjelaskan, kardiotoksin secara spesifik akan menyerang jantung dan neurotoksin biasa menyerang jaringan syaraf. Adapun jenis bisa hemotoksin, dapat menyerang sel darah merah dan nefrotoksin secara efektif menyerang ginjal. Selain itu, jenis bisa sitotoksin juga menyerang sitoplasma sel serta miotoksin menyerang sel otot.
Dalam kasus gigitan kelabang, jelasnya, kondisi fisik dan daya tahan tubuh (imunitas) korban sangat memengaruhi dampak yang dihasilkan. Jika imunitas korban lemah, akan cepat menyerang tubuh. Terlebih, jika tidak tepat melakukan pertolongan pertama, bukan tidak mungkin efek yang ditimbulkan akan sangat besar.
“Edukasi kepada masyarakat luas mengenai serangga berbisa termasuk kelabang harus mulai digencarkan. Termasuk juga mengenai informasi jenis racun, hingga bagaimana melakukan penanganan yang tepat,” tandas Syahfitri.
Kelabang atau lipan adalah Arthropoda yang masuk dalam kelas Chilopoda dan subfilium Myriapoda. Ia merupakan satwa yang memiliki sepasang kaki di setiap ruas tubuhnya (metamerik). Siang hari, umumnya kelabang pergi mencari tempat perlindungan yang gelap.