Salim belum sempat mencari rumput di ladang untuk pakan sapi, pada Jumat pagi, (11/5/18), kala terdengar letusan Gunung Merapi dari rumahnya di Dusun Balerante, Desa Balerante, Yogyakarta, biasa disebut Jogja. Dia kaget, tetapi tak panik. Rumah Salim tak lebih lima kilometer dari Puncak Merapi.
Seketika dia mengambil telepon gengam dan merekam peristiwa itu. Tetangganya langsung mengeluarkan motor dan mengungsi ke Balai Desa. Sebelumnya, tak ada tanda-tanda erupsi seperti tahun 2010.
“Tinggal di Gunung Merapi harus sadar bencana,” katanya.
Hanik Humaida, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengatakan, erupsi terjadi pukul 7.40, letusan selama lima menit dengan tinggi 5,5 kilometer. Jenis erupsi freatik dipicu tekanan dari akumulasi gas dan uap air yang mendorong material vulkanik sisa erupsi 2010.
“Uap air dan gas terakumulasi kemudian mendobrak sisa material di dalam Merapi,” katanya.
Suhu udara ketika letusan terjadi di puncak mencapai 80-90 derajat celsius. Adapun asap warna putih karena yang diembuskan berupa uap air dan abu. Berbeda dengan letusan magmatik pada 2010 dipicu aktivitas magma dari perut Merapi, letusan freatik hampir tak bisa diprediksi dengan berbagai peralatan kegunungapian. Dari tahun 2010, telah terjadi tujuh kali letusan freatik.
Letusan yang satu ini didorong panas dari magma yang berinteraksi dengan air. Air dapat berasal dari air tanah, sistem hidrotermal, limpasan permukaan, danau atau laut. Erupsi freatik menghancurkan batuan sekitar dan dapat menghasilkan abu, tetapi tak membuat magma baru.
“Masyarakat tak perlu panik, tetap waspada, dan suhu di puncak sudah status normal,” katanya.
Dari pengamatan kegempaan di BPPTKG Yogyakarta, kata Hanik, dari 9 Mei 2018 terdeteksi ada gempa vulkanik dua kali dan gempa guguran delapan kali. Pada 10 Mei, terdeteksi gempa vulkanik empat kali dan gempa guguran tiga kali. Pada 11 Mei, dari pukul 00.00-08.00 terdeteksi gempa guguran sekali dan gempa multi fase sekali.
Adapun hasil pemantauan suhu kawah, sekitar dua jam sebelum erupsi terjadi peningkatan di area tiga (dalam kawah) dari 38.2 derajat Celcius pukul 01:00 jadi 90.6 derajat Celcius pukul 08:30. Deformasi Gunung Merapi dipantau secara instrumental dengan EDM dan GPS tidak menunjukkan perubahan signifikan.
Pengamatan visual, erupsi Merapi terjadi pada 11 Mei 2018 pukul 7.40 diawali suara gemuruh kecil, getaran dirasakan di seputar Pos Pengamatan Gunung Merapi Babadan dengan durasi 10 menit.
Terjadi hujan abu dan pasir tipis di sekitar Pos Pengamatan Gunung Merapi Kaliurang. Erupsi berlangsung satu kali dan tak diikuti susulan. Pasca erupsi, kegempaan yang terekam tak mengalami perubahan dan suhu kawah mengalami penurunan.
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dihubungi Mongabay mengatakan, letusan freatik Merapi terjadi tiba-tiba. Letusan ini tak berbahaya dan dapat terjadi kapan saja pada gunungapi aktif. Biasa, letusan hanya sesaat. Sebelumnya, merapi pernah alami letusan freatik. Tak ada kenaikan status Merapi dan masih terus memantau perkembangan aktivitas vulkanik.
“BPBD Sleman menginstruksikan masyarakat radius lima kilometer seperti Kinahrejo, evakuasi ke bawah di barak pengungsi,” katanya.
pendaki Merapi diimbau mengikuti rekomendasi dan tak memaksakan diri mendekati puncak kawah.
Sukono, Kepala Desa Balerante, kepada Mongabay mengatakan, saat ini warga sudah beraktivitas seperti biasa, namun tetap waspada. Trauma erupsi besar 2010 masih ada. Namun, katanya, warga lebih siap, terutama mendahulukan keselamatan.
“Jika hanya mendengar guguran kecil atau gempa dari atas puncak sudah terbiasa. Jika erupsi seperti pagi tadi, rasa trauma dan kepanikan pasti terjadi,” katanya.
Pendaki dan obyek wisata tutup
Sebanyak 166 jiwa pendaki Merapi di sekitar Pasar Bubrah, berjarak sekitar satu km dari puncak kawah saat erupsi, berhasil dievakuasi. Delapan pendaki luka-luka ringan dan trauma.
Sekitar 8.890 warga di lereng selatan Merapi, Sleman evakuasi mandiri.
Sementara ini, Taman Nasional Gunung Merapi ditutup. Begitu juga Tlogo Muncar dan Tlogo Nirwono di Kaliurang, Panguk dan Plunyon di Kali Kuning Cangkringan, Sapuangin Deles di Kemalang Klaten, Jurang Jero di Srumbung Magelang dan pendakian Merapi dari Sapuangin maupun dari Selo Boyolali. “Penutupan sementara sampai dengan batas yang akan ditentukan kemudian,” kata Sutopo.
Hanik bilang, bagi pendakian, direkomendasikan sampai Pasarbubar, kecuali untuk kepentingan penyelidikan dan penelitian berkaitan dengan upaya mitigasi bencana. Kondisi morfologi Merapi saat ini rawan longsor, hingga sangat berbahaya bagi keselamatan para pendaki.
“Para pendaki sudah dievakuasi dan semua selamat,” katanya.
Penerbangan tertunda
Pukul 10.00, setelah erupsi, hujan abu mulai turun di Sleman dan Kota Yogyakarta. Warga yang berkendara dan beraktivitas mayoritas memakai masker. Di Jalan Wates kilometer 7, daerah Sedayu, Bantul, kabut abu sedikit menggangu jarak pandang pengendara.
Di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta menutup runway pukul 10.25-11.10 dan lalu pukul 11.10- 11.40. Penutupan karena hujan abu vulkanik.
General Manager PT Angkasa Pura I (Persero) Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta, Agus Pandu Purnama mengatakan, area perlu tak ada penerbangan demi keselamatan. Hujan abu vulkanik mengarah ke selatan barat daya hingga sekitar bandara.
“Pukul 14.17 penerbangan normal.”
Tipe letusan
Indonesia terletak di wilayah cincin api, hingga sering mengalami letusan berapi. Eko Teguh Paripurno, Ketua Prodi Progam Studi Magister Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta kepada Mongabay mengatakan, ada banyak erupsi Merapi, seperti erupsi magmatic, freomagmatik dan freatik.
“Letusan ini, tak terkonfirmasikan ada peningkatan energi yang memandai menjadi erupsi magmatik,” katanya.
Erupsi freatik, salah satu dari tujuh jenis berdasarkan beberapa faktar, yakni muntahan dan volume. Letusan didorong panas dalam sistem hidrotermal bumi. Letusan hidrotermal menghancurkan batuan di sekitarnya membuat gunung memuntahkan abu, tetapi tak termasuk magma.
Adapula letusan freomagmatik, katanya, karena magma baru atau lava dengan air dan bisa sangat eksplosif. Air dapat berasak dari air tanah, sistem hidrotermal, limpasan permukaan, danau atau laut.
Selain itu, dalam letusan Merapi tak asing dengan lava, berupa batuan cair yang meletus di permukaan tanah. Ketika batuan cair berada di bawah tanah, disebut magma.