Dua nelayan Desa Joubela Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, Ihwan Tanimbar dan Randi Haji Hasan, pada Minggu (6/5/18) dini hari sekitar pukul 00.00, jaring (gill net) ikan mereka menjerat biota laut tak biasa. Awalnya, mereka pikir ada ikan berukuran besar tersangkut jaring.
Setelah memeriksa beberapa ciri fisik, mereka ketahui ‘ikan’ ini memiliki alat kelamin seperti manusia, barulah keduanya sadar kalau itu dugong atau duyung (Dugong dugon), warga lokal biasa sebut sunu.
Baca juga: Dugong Ditemukan Mati dan Dipotong-potong di Sungai Sempur Rupat
Mereka lalu bawa ke pantai dekat kampung sekitar pukul 03.00, dengan maksud untuk dipelihara. Mereka bawa dugong ke tempat seperti penampungan tepat di bawah jembatan Desa Joubela.
“Dugong itu mereka bawa ke pantai dan dilepas di air laut di bawah jembatan seperti penampungan,” kata Basyirun M Saleh Penyuluh Perikanan Pulau Morotai saat dihubungi Minggu (6/5/18) siang.
Dia mengatakan, informasi dugong terlilit jaring di Tanjung Ular Joubela itu menyebar luas dan sampai ke petugas serta para peduli satwa langka.
Baca juga: Dugong Kembali Terjerat di Solor Barat, Bagaimana Akhirnya?
Mereka antara lain dari Perkumpulan Dive Morotai, Dinas Kelautan dan Perikanan, SKPT Morotai Merlyn bersama Satpol PP Pulau Morotai menuju Desa Joubela untuk memastikan soal informasi dugong terkena jaring.
Para petugas memastikan posisi dugong dan lakukan pendekatan kepada nelayan agar mau melepas ke laut bebas. “Awalnya, Pak Ikhwan Tanimbar, menolak melepas anak dugong dan minta uang tebusan serta ganti rugi,” ucap Basirun.
Upaya persuasif mereka lakukan dengan penyadartahuan, bahwa dugong biota dilindungi UU dan tak boleh ditangkap atau dipelihara sembarangan. Akhirnya, mereka mau melepas dugong sekitar pukul 09.00.
Anak dugong itu panjang 1,5 meter berjenis kelamin perempuan. “Usia tak diketahui pasti karena tak ada ahli yang memprediksi. Hanya jenis kelamin dan panjang diketahui,” katanya.
Saat dilepas, dugong dalam kondisi loyo karena lapar. Setelah masuk laut lepas, dugong menemukan makanan dan bersemangat lagi serta masuk ke laut dalam.
“Ada kawan Dive Morotai ikut sampai dugong lepas ke laut.”
Usai pelepasan oleh petugas Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) dan Dinas Perikanan, selaku penyuluh, dia lakukan sosialisasi kepada warga soal biota laut dilindungi. Dia bicara soal dugong, kima sampai napoleon—nama lokal maming. “Ini bentuk perlindungan terhadap biota dilindungi UU. Sebagian besar masyarakat di pelosok belum tahu biota-biota ini dilindungi,” katanya.
Secara terpisah, Muhammad Karim, nelayan Joubela mengatakan, duyung terjerat jaring nelayan sudah berulangkali. Kadang, katanya, warga memburu dugong kala temukan bermain-main di tepi karang sekitar desa.
“Ini karena sebagian warga ada yang mengkonsumsinya. Tahun lalu, ditemukan dugong bermain di dekat pantai desa dan diburu warga. Akhirnya, dugong naik di atas karang dan perut luka lalu mati,” katanya.
Meskipun begitu, dalam beberapa bulan belakangan sudah ada sosialisasi dari instansi terkait menyangkut larangan penangkapan dan pengambilan biota laut dilindungi ini. “Kita sudah mendapatkan sosialisasi beberapa kali jadi warga juga mulai paham.”
Menurut Basirun, dari data mereka belum setahun dugong terkena jaring nelayan sudah dua kali. “Sekali dugong mati, kemudian dikubur warga. Kali ini dilepas ke laut.”
Santoso, Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong yang membawahi wilayah kerja Papua, Maluku dan Maluku Utara saat dihubungi mengatakan, sudah dapat laporan soal dugong ini Minggu (6/5/18).
Dia mengapresiasi petugas dan warga Morotai, mau melepas dugong. Santoso berencana, mengikutsertakan Basirun pada pelatihan penanganan mamalia laut terdampar di Ambon. Ia kerjasama LPSPL dengan WWF Indonesia.