Seekor paus pilot yang ditemukan mati di Pantai Harapan, Kecamatan Biduk-Biduk, Kabupaten Berau bagian selatan, Kalimantan Timur, Senin (14/5/2018), bangkainya ditenggelamkan. Bangkai tersebut pertama kali ditemukan nelayan yang ingin melaut sekitar pukul 03.00 Wita.
Yunda Zuliarsih, Kepala Bidang Budidaya Perikanan, Dinas Perikanan Kabupaten Berau, mengatakan paus pilot tersebut memiliki panjang kurang lebih 5 meter dengan lebar 1,5 meter. Setelah berdiskusi dengan pihak-pihak terkait, akhirnya paus itu ditenggelamkan di laut pada hari yang sama, sorenya.
“Ditemukan dini hari oleh warga, kemudian ditenggelamkan lagi di laut sore harinya, menggunakan batu pemberat,” kata Yunda.
Agar tidak menimbulkan perdebatan, penenggelaman paus tersebut dibuatkan berita acara dari pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Biduk-biduk. Proses penenggelamannya disaksikan pihak-pihak berwenang, seperti Polri dari Polsubsektor Batu Putih, TNI AL Teluk Sulaiman, juga dari Kecamatan Biduk-biduk, perwakilan KKP dan warga setempat.
“Untuk penenggelamannya, kami sudah berkoordinasi. Tentu saja sesuai prosedur yang ada,” sebutnya.
Belum diketahui pasti penyebab kematian paus tersebut, namun diduga serangan dari satwa besar lain. Disebutkan Peneliti dari Koordinator Badan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak Satuan Kerja (Satker) Balikpapan, Ricky, ketika bangkai paus tersebut ditemukan, pihaknya langsung dihubungi Dinas Perikanan Pemkab Berau.
“Jadi sudah dikoordinasikan, bagaimana proses penenggelamannya. Terkait penyebab kematiannya belum dipastikan, tapi menurut laporan kawan-kawan di lapangan, ada bekas gigitan di bagian kepala yang diduga berasal dari konflik dengan satwa besar lainnya,” terangnya belum lama ini.
Rencana Zonasi
Terdampar dan matinya paus pilot di Pesisir Selatan Berau ini adalah kasus pertama di 2018. Meski demikian, pada tahun sebelumnya, sudah ada mamalia laut dilindungi yang terdampar di kawaan tersebut.
“Kalau paus pilot, baru kali ini. Biota laut lain sudah sering terdampar di Pesisir Berau. Tahun lalu ada teripang dan dugong,” ujar Yunda.
Pada umumnya, paus merupakan salah satu jenis mamalia laut besar. Kehadirannya di Kabupaten Berau membuat heboh warga, sebab, muncul dugaan jika wilayah ini merupakan wilayahnya.
Menanggapi hal itu, Yunda tidak berani memastikan. Namun dia menyebutkan, Pesisir Selatan Berau merupakan lintasan migrasi ikan-ikan besar atau juga mamalia laut. “Kami tidak bisa menyebut apakah Kabupaten Berau merupakan habitat mamalia laut. Namun yang jelas dalam beberapa tahun terakhir, sering ada biota laut yang terdampar. Kami bisa menyebutnya sebagai jalur migrasi,” jelasnya.
Sebagai daerah penghasil ikan yang cukup besar, Yunda menerangkan, Berau telah membuat Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), sesuai Undang-Undang Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. RZWP3K diatur oleh Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2014, RZWP3K tentang tata ruang laut Berau seluas 1,222.988 hektar. Namun, dengan adanya UU Nomor 23 Tahun 2014, maka RZWP3K dikelola oleh Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Zonasi-zonasi itu diharapkan mengatur lalu lintas laut dengan baik. Selain itu, dengan adanya Perda RZWP3K, semua pihak dapat menghindari atau mengurangi konflik kepentingan yang bersifat horizontal maupun vertikal dalam pemanfaatan ruang laut di Kabupaten Berau.
“Saat ini kondisi laut di Kabupaten Berau juga sudah tidak seperti dulu. Apalagi banyak ditemukan biota laut yang terdampar, maka rencana zonasi ini dibentuk dengan tujuan menghindari hal-hal yang tidak dinginkan,” ujarnya.
Diketahui, RZWP3K mampu memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan jasa kelautan yang memanfaatkan ruang laut. Yaitu perhubungan laut, perikanan, pertambangan, pariwisata, pertahanan, lingkungan hidup, penelitian, biofarma, pemipaan dan kabel bawah laut, serta mencegah kerusakan ekosistem perairan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil.
“Kita lihat sendiri, saat ini nelayan kerap mengeluh karena pendapatan ikan yang berkurang. Banyak faktor yang terjadi, salah satunya karena rusaknya terumbu karang. Kami terus berkoordinasi dengan semua nelayan agar tidak menggunakan bom ikan, agar habitat ikan di bawah laut juga aman dan ikan-ikan bisa berkembang dengan baik,” jelasnya.
Disinggung masalah konflik mamalia laut yang dilindungi dengan para nelayan, Yunda mengatakan, di Kabupaten Berau memang ada konflik antara mamalia laut dengan manusia. Namun, pihaknya selalu menggelar sosialisasi terkait biota laut yang dilindungi. Seperti matinya paus pilot, Yunda tidak mau menyebut jika kasus ini karena terjerat jaring nelayan. Atau, karena gesekan benda tajam akibat ulah manusia.
“Kalau mamalia laut seperti dugong terjerat jaring itu pernah, tapi langsung dilepas lagi oleh nelayan. Kami selalu bersosialisasi, agar tidak sembarang menangkap ikan. Nah, kalau paus pilot ini, kami tidak bisa mengatakan mati karena konflik dengan manusia, mengingat sobekan di kepalanya diduga konflik dengan mamalia besar lainnya,” tandasnya.