Dua truk pengangkut sampah masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng). Sejumlah pemulung langsung mengejar truk untuk mendapatkan sampah yang masih dapat dimanfaatkan. Truk-truk yang masuk ke TPA setempat dibatasi. Hanya 15 truk per harinya. Kesepakatan itu diperoleh antara warga di sekitar TPA Kaliori dengan Pemkab Banyumas pada Sabtu (26/5) lalu. Kesepalatan ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Banyumas Wahyu Budi Saptono yang merangkap sebagai Pelaksana harian (Plh) Bupati Banyumas.
Dalam kesepakatan yang ditandatangani di atas meterai itu, Wahyu menyepakati tiga hal, salah satunya adalah setiap harinya TPA Kaliori hanya boleh menerima sampah maksimal 15 truk. Pembuangan hanya diputuskan hanya sampai 31 Desember 2018 atau akhir tahun ini. Sedangkan kesepakatan kedua adalah percepatan pembangunan talud dan bronjong serta drainase serta menututp TPA Kaliori sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak membangun hanggar di TPA setempat.
Apakah pembukaan TPA Kaiori dapat menyelesaikan masalah sampah secara permanen? Jawabannya tidak. Kenapa? Berdasarkan kalkulasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas, setidaknya ada 40 truk sampah setiap hari yang dihasilkan dari penduduk Kota Purwokerto. Dulu, sebagian masuk ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) yang ada di tujuh titik. Jumlahnya kecil, maksimal hanya satu truk di satu TPST per harinya. Sedangkan sebagian besar langsung masuk ke TPA Kaliori. Kalau sekarang hanya diperbolehkan membuang 15 truk ditambah katakankah 6-7 truk ke TPST, maka masih ada lebih 17 truk sampah yang tidak terangkut.
baca : Banyumas Darurat Sampah. Ada Apa?
Lalu di manakah 17 truk sampah itu? Mongabay mencoba menelusurinya. Ternyata, sebagian besar sampah-sampah tersebut berada di tempat-tempat penampungan sementara. Sebab, produksi sampah tetap sama, sedangkan daya tampung ke TPA terbatas. Ada beberapa tempat penampungan sementara yang ternyata meluber karena melebihi dari kapasitasnya. Misalnya di tempat penampungan di Jl Karangkobar, Purwokerto. Sampahnya meluber nyaris di jalan raya. “Sebetulnya sampah sudah diambil oleh truk pengangkut sampah, tetapi sekarang tidak setiap hari dilakukan. Mungkin 2-3 hari sekali baru diangkut. Sehingga sampah menumpuk di situ. Apalagi, ada warga juga yang membuang sampah di tempat penampungan sementara itu, meski sekarang ada tulisan mengenai pelarangan pembuangan sampah,”ungkap Karso (48).
Tidak hanya di situ, tempat penampungan sementara di beberapa tempat juga ditutup dengan menggunakan portal. Contohnya di Jl Kuburan, Kelurahan Purwokerto Kulon, Kecamatan Purwokerto Selatan yang menutup tempat penampungan sementara. “Kami memang sengaja menutup tempat penampungan sementara dengan portal, supaya sampah tidak terlalu banyak. Sebab, pengangkutan sampah hanya tiga hari sekali, sehingga kalau dibuka, maka bisa saja orang dari luar membuang sampah ke sini,”ujar Ketua RT setempat, Sayidin.
Ia mengakui kalau produksi sampah di lingkungan setempat masih tetap sama saja dengan sebelum terjadi darurat sampah di Kota Purwokerto. Meski beberapa waktu lalu, ada imbauan melalui pesan berantai di media sosial WA grup mengenai pengelolaan sampah. Imbauan dari pemkab di antaranya adalah masing-masing RT/RW mengelola sampah di lingkungan sendiri serta masyarakat diminta untuk mulai melaksanakan pengelolaan sampah dengan prinsip 3R yakni reduce atau mengurangi, reuse atau memakai ulang serta recycle atau mendaur ulang. “Sepertinya, imbauan tersebut masih belum dilaksanakan. Tidak gampang kalau tak ada gerakan bersama. Apalagi cuma imbauan,”ujarnya.
baca : Dampak Pencemaran Limbah Sampah, Sawah tak Bisa Ditanami, Air Berwarna Coklat
Pemkab Banyumas juga terlihat belum memiliki strategi jitu terkait pengelolaan sampah. Salah satu upayanya adalah dengan membuat tempat pembuangan baru di Kompleks GOR Satria Purwokerto yang terlinat sejak Jumat (1/6). Hanya saja, upaya pembuangan sampah ke tanah kosong di sekitar GOR Satria tersebut belum mendapat keterangan resmi, apakah akan permanen atau sementara waktu saja.
Apakah sampah di Kota Purwokerto hanya dibuang begitu saja? Ternyata sebetulnya tidak juga. Karena ada sejumlah TPST yang berjalan aktif. Salah satunya adalah TPST Sejahtera di Kelurahan Purwanegara, Kecamatan Purwokerto Utara.
Bahkan, pengelola TPST setempat justru menyatakan kalau kondisi darurat sampah seperti inilah yang seharusnya bisa menjadi momentum gerakan untuk mengelola sampah. Ini disampaikan oleh salah satu anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai pengelola TPST Sejahtera di Kelurahan Purwanegara, Kecamatan Purwokerto Utara.
“Dengan adanya persoalan sampah yang terjadi sekarangm, seharusnya membuat masyarakat lebih bijak soal sampah. Tidak begitu saja sembarangan membuang sampah. Karena sebetulnya sampah dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis,”ungkap salah satu pengelola TPST setempat, Aji (31).
baca : Limbah Pangan Disulap Jadi Energi Terbarukan dan Pupuk Organik
Aji bukanlah orang yang hanya bisa “omong doang”, tetapi telah mempraktikkan bagaimana sesungguhnya sampah sebetulnya dapat dikelola dengan baik, sehingga mengurangi sampah yang dibuang di TPA. “Setiap harinya, kami mengolah sampah hingga 1,5 ton. Sedangkan yang berhasil dimanfaatkan lagi sekitar 600-800 kilogram (kg) atau lebih dari 50%. Sampah kami manfaatkan untuk pembuatan pupuk untuk sampah organik dan sampah plastik kami kumpulkan karena nanti ada yang mengangkut untuk didaur ulang kembali,”jelasnya.
Dikatakan oleh Aji, setiap bulan TPST Sejahtera di Kelurahan Purwanegara tersebut, mampu memproduksi pupuk organik berkisar antara 3-4 ton. Pupuk organik dijual dengan harga antara Rp1.500 hingga Rp2.500/kg, tergantung pembelinya. “Rata-rata pengelola di sini adalah petani, sehingga pupuk juga dapat dimanfaatkan untuk memupuk padi. Kami juga mendapat penghasilan tambahan dari mengelola sampah di sini. Ya, tidak mesti, cuma rata-rata Rp1 juta, kadang lebih sedikit, tergantung produksi sampahnya juga,”katanya.
Pengelola lainnya, Upi (49) menambahkan kalau sampah yang dikelola oleh TPST Sejahtera hanya berasal dari Kelurahan Purwanegara saja. “Memang TPST di sini belum mampu mengelola sampah yang banyak jumlahnya. Tetapi, setidaknya bisa menjadi contoh, bahwa sesungguhnya dengan adanya TPST bakal mampu menurunkan volume sampah ke TPA,”jelasnya.
Apa yang telah dilakukan oleh TPST di Kelurahan Purwanegara tersebut patut menjadi contoh. Apalagi, sesungguhnya Pemkab Banyumas pernah mencanangkan program satu aparatur sipil negera (ASN) wajib setor 1 kg sampah anorganik setiap bulannya. Demikian juga dengan adanya imbauan mengenai 3R di masing-masing RT/RW. “Kalau untuk program 1 kg sampah anorganik per bulan untuk satu ASN, sepertinya tidak jalan. Saya juga tidak setor. Tidak tahu kenapa enggak jalan, yang jelas mandek sepertinya,”ungkap seorang ASN yang enggan disebutkan namanya.
baca : Banyumas Canangkan Satu PNS, Satu Kg Sampah Plastik dalam Satu Bulan
Secara umum, Pemkab Banyumas telah memiliki rencana untuk membuat TPST berskala besar dan dilengkapi tempat penampungan seperti hanggar. TPST tersebut bakal menggantikan TPA, karena TPA nantinya tidak ada. “Ada tujuh TPST yang nantinya dibangun. Masing-masing TPST memiliki lahan 1.000 meter persegi (m2). Namun demikian, semuanya membutuhkan proses. Apalagi, untuk membangun TPST dengan skala seperti itu membutuhkan dana cukup besar, mencapai Rp3 miliar per TPST. Saat sekarang yang hampir rampung adalah TPST di Tiparkidul, Kecamatan Ajibarang,”ungkap Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Banyumas Didi Rudwianto.
Dalam satu kesempatan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas Suyanto mengatakan bahwa TPST bakal mengolah sampah hingga nantinya tinggal 10% saja yang menjadi residu. “Namun, itu membutuhkan waktu. Tidak bisa langsung dalam tahun ini. Apalagi, nanti ada beberapa TPST yang dibangun dan membutuhkan proses lelang serta pembangunan,”katanya.
Suyanto mengatakan pihaknya saat sekarang memprioritaskan penanganan sampah yang menumpuk untuk dibuang ke TPA Kaliori. Karena jumlah sampah yang dibuang dibatasi, maka dilakukan prioritas. Ia juga mengatakan akan mencari alternatif tempat baru untuk pembuangan sampah. Namun, sampai sekarang belum diketahui di mana. Apakah salah satu alternatif pembuangan di Kompleks GOR? Belum ada jawaban resmi, meski secara faktual sudah ada sejumlah truk pengangkut sampah yang membuang ke tanah kosong di sekitar GOR.
Pemkab dituntut segera melakukan terobosan untuk mengatasi persoalan sampah yang masih terjadi. Sebagai pemkab yang diganjar penghargaan Adipura empat kali berturut-turut sejak 2014-2017 tentu memiliki strategi jitu dalam pengelolaan sampah. Jika persoalan sampah tidak segera teratasi, maka Adipura terancam tak lagi diraih.