Adakah teknologi paling canggih menangani sampah plastik? Metode dan strategi terbaik cukup sederhana, mengurangi konsumsinya.
Hal ini ditunjukkan sepuluh pasang peserta tantangan Belanja Tanpa Plastik yang dilaksanakan secara kolaboratif oleh Mongabay Indonesia, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, dan Perusahaan Dagang (PD) Pasar Badung. Didukung Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Denpasar, Denpasar Clean and Green (DCG) Berlians, Gringgo, dan relawan-relawan lainnya pada Senin (11/06/2018) malam di pasar tradisional terbesar di Bali.
Bayu Saputra dan Made Purnama Yasa adalah dua remaja pria yang ingin mencoba tantangan ini. Keduanya melakukan observasi apa saja yang dijual di pasar, lokasi yang jarang didatangi keduanya. Mereka berbagi peran, ada yang belanja dan menawar, dan lainnya mencatat keterangan produk yang dibeli. Mereka kesulitan saat ingin beli produk yang sudah dikemas plastik sejak awal. Seperti tempe dan makanan olahan.
baca : Cerita Murkanya Dewa Laut Karena Polusi Plastik
Ada juga pasangan Margaret dan Aidil yang siap dengan perlengkapan aneka wadah dan tas belanja. Keduanya bahkan membawa sendok kayu untuk sesi makan bersama nasi jinggo wadah daun yang disiapkan panitia saat waktu buka puasa.
Peserta lain adalah pasangan muda yang membawa bayinya mengelilingi pasar. Adi menggendong bayi perempuannya sambil bawa tas berisi bawang belanjaan dan Kadek, istrinya dengan gesit memilih belanjaan bahan baku aneka sayur, bumbu, buah, dan daging sambil bertanya asal usul produksinya pada pedagang yang bengong dengan polah keduanya. Mereka memanfaatkan koran bekas sebagai pembungkus belanjaan karena tak memiliki kontainer-kontainer wadah.
“Acara apa ini? Kalau semua pembeli seperti ini bisa bangkrut pabrik plastik,” Sari, salah seorang dagang buah terbahak.
Peserta diberi waktu 30 menit dengan modal belanja Rp100 ribu/pasang. Penilaian didasarkan pada volume plastik, keragaman produk, dan sejauh mana mengumpulkan informasi terkait produk yang dibeli. Evie Hatch, seorang seniman tabuh dan tari dan pengampanye pengurangan sampah plastik menjadi juri yang memberikan apresiasi pada upaya peserta yang hampir mempraktikkan nol sampah plastik.
baca : Gara-gara Sampah, Sebuah Mall di Bali Jadi Ramai. Ada Apa?
Sebelum mulai belanja, peserta diajak berdiskusi dan melihat peta masalah sampah di Kota Denpasar serta mengenal isu ketelusuran atau keterlacakan (traceability) produk. Made Murah adalah salah satu orang yang lekat dengan pengurusan sampah tiap hari. Ia bekerja di DLH Kota Denpasar dan bertanggungjawab pada pengelolaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Kertalangu.
Data-data sampah seperti mengendap di kepalanya. Seperti pemetaan berikut ini tanpa melihat catatan. Ia menyebut produksi sampah di Denpasar dengan penduduk sekitar 600 ribu orang ini sekitar 731 ton per hari. Sampah anorganik makin banyak dan sekitar 200an ton di antaranya plastik atau hampir sepertiganya. “Saat hari raya volume sampah bertambah 30%,” ujar pria yang mengaku studi banding ke Jepang melihat pola pengelolaan sampah di sana.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang mewilayahi sebagian kabupaten di Bali yakni Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan sampai kini terus overload sampah. Gunungan sampah meninggi, mengurug makin banyak hutan bakau yang jadi penyangga Selatan Bali, dan bau tak sedap mudah menyebar sampai jalan raya tiap hari.
Menurut Made Murah saat ini terus menggenjot pembentukkan bank sampah sebagai strategi pengurangan residu ke TPA. Agar sampah organik bisa diolah jadi kompos di Bank Sampah dan mengumpulkan anorganik yang bisa didaur ulang. Namun menurut perhitungannya saat ini baru ada 100 bank sampah dari kebutuhan 800 bank sampah.
“Akan ada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) khusus bank sampah di Denpasar tahun ini,” ujarnya. Tiap banjar, sekolah, UPT pemerintah, dan komunitas lainnya didorong membuat bank sampah di wilayahnya. Jepang menurutnya negara yang berhasil menangani sampah karena tiap rumah tangga wajib memilah dari rumah dan fasilitas daur ulang tersedia. “Hanya residu seperti punting rokok atau tisu yang ke TPA,” lanjut Murah.
baca : Sumber dan Dampak Pencemaran Air di Bali Belum Terpetakan. Kenapa?
Denpasar menurutnya akan jadi kota bank sampah untuk menuju target rencana strategi nasional 2025 bebas sampah. Ada waktu 7 tahun mewujudkan jargon besar ini. Sampah tertangani seluruhnya.
Provinsi Bali pernah mencanangkan bebas sampah plastik 2018. Biro Humas Pemprov Bali ini mengingatkan komitmen ini disebutkan di Pura Besakih, pura terbesar.
Sejumlah inisiatif dibuat untuk mengurangi sampah ke TPA, sungai, dan laut. Misalnya program Pengangkutan Sampah Besar Gratis seperti bekas kasur, sofa, dan lainnya yang bisa diakses dengan menelpon DLH Kota Denpasar.
Ada juga inisiatif anak muda seperti aplikasi bank sampah online Sistem Manajemen Hulu (Simalu), dan aplikasi pengelolaan sampah Gringgo. Gojek Sampah Plastik (Gotik) oleh Pemkab Badung, dan usaha pengangkutan swasta oleh unit usaha lainnya.
Agung Kartika, salah satu pengelola PD Pasar Badung menyebut pengelolaan sampah di pasar sangat penting dan ia merasa terbantu dengan pemulung yang mengambil sampah-sampah plastik tiap hari. “Sudah 8 tahun ini diambil pemulung yang jauh mengurangi timbunan sampah,” katanya mengapresiasi pemulung.
Selama ini seluruh proses penyapuan, pengumpulan, sampai membuang ke TPA dilakukan pihak PD Pasar. Pasar Badung yang berdiri 1984 sedang direnovasi pasca kebakaran hebat 2016 lalu dan pindah sementara ke bekas gedung Tiara Grosir saat ini. Akhir tahun ini direncanakan bisa relokasi ke gedung baru di lokasi lama.
baca : Giliran Sanur “Panen” Sampah
Direktur PPLH Bali Catur Yudha Hariani mengulas soal pentingnya konsumen mencari tahu asal usul produk yang dibeli dengan sejumlah alasan seperti keamanan pangan dan bagaimana diproduksi. Peserta selain ditantang belanja tanpa plastik juga diminta menggali keterangan produk seperti asal produksi, penyalur, dan lainnya sebanyak mungkin saat belanja.
Musisi dan aktivis lingkungan Robi Navicula terlihat ada di kerumunan acara ini bersama timnya yang sedang menyiapkan kampanye baru untuk mendorong warga memahami masalah sampah dan cara menanganinya. Ia terlihat mewawancari beberapa peserta dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam belanja tanpa plastik di pasar ini.
Warga yang terlibat sebagai peserta juga antusias bertanya pada pemerintah dan memberikan saran misalnya penegakan hukum bagi pelanggar dan kebijakan pengendalian plastik di tingkat produsennya. “Cukup prihatin dengan timbunan sampah di Denpasar, bahkan makanan sekarang dibungkus sterofoam yang lebih buruk dari plastik,” keluh Chyntia Chadwick. Menurutnya perlu ada semacam reward and punishment dalam pengendalian sampah plastik ini.
Di tengah makin banyak upaya pengurangan sampah dengan teknologi, sejumlah lembaga lingkungan seperti Koalisi Nasional Tolak Bakar Sampah mendorong ekonomi sirkular atau ekonomi melingkar dalam pengelolaan tinimbang membeli alat mahal seperti incinerator. Tujuannya pengelolaan sampah lebih memberi dampak banyak pihak dan berkelanjutan.
Salah satu caranya adalah ramuan kuno tapi manjur yakni pemilahan sampah dan 3R, pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan daur ulang (recycle). Karena semua orang bisa melakukannya secara mandiri. Pemerintah bertugas mendorong keajegan sistemnya dan penanganan residu serta limbah berbahaya, agar sampah beracun tak masuk sumber air seperti sungai dan laut.