Sembilan lembaga hukum lingkungan dari dalam dan luar negeri mengajukan pendapat hukum “Sahabat Pengadilan” atau Amicus Curiae Brief pada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar terkait dengan gugatan terhadap ekspansi PLTU Celukan Bawang, Bali. Salah satu kajiannya adalah bahaya emisi pelepasan lebih dari 200 juta ton CO2 selama 30 tahun beroperasinya pabrik ini nanti.
Mereka meminta majelis untuk membatalkan Keputusan Gubernur yang memberikan izin lingkungan untuk perluasan PLTU Celukan Bawang sampai penilaian penuh untuk dampak iklim proyek telah diselesaikan. Para pemberi pendapat hukum (amici curiae) ini yakni Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC UI), Earthjustice, Environmental Law Alliance Worldwide (ELAW), Client Earth, Center for Environmental Rights, EDOs of Australia, Environmental Justice Australia, dan The Access Initiative. Mereka (Amici) adalah organisasi nirlaba yang memiliki keahlian dalam hukum lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan, hukum, dan kebijakan iklim.
Dokumen pendapat hukum ini disampaikan ke PTUN Denpasar pada Selasa (26/06/2018) oleh salah satu perwakilan yakni Margaretha Quina, Kepala Divisi Pencemaran Lingkungan dari ICEL. “Kami terima dan akan sampaikan ke majelis hakim. Sepertinya baru pertama kali Amicus, bahan bacaan majelis hakim,” ujar Katherina Yunita, Humas PTUN Denpasar dan salah satu hakim bersertifikasi lingkungan. Menurutnya perkara lingkungan hidup tergolong baru dan belum banyak hakim tersertifikasi lingkungan.
baca : Greenpeace: PLTU di Celukan Bawang Meracuni Bali
Amicus bisa jadi bahan bacaan hakim walau tak bisa mempengaruhi keputusan. Ini disebut kasus dengan register Lingkungan Hidup pertama di PTUN Denpasar. Dua hakim lain yang sudah tersertifikasi di kasus lingkungan adalah Himawan Krisbiyantoro dan Hakim Ketua A.K Setiyono.
Dokumen kajian Amicus ini memaparkan pentingnya penghitungan emis gas rumah kaca (GRK) dan bagaimana sejumlah negara sudah menerapkannya dalam keputusan gugatan lingkungan. Menurut Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), penambahan unit pembangkit 2×330 MW di Celukan Bawang akan membakar 2.950.635,60 ton batubara per tahun selama periode operasinya.
Pendapat hukum ini menyebut jika asumsi bahwa PLTU Celukan Bawang akan beroperasi dengan efisiensi sebesar 85 persen selama 30 tahun sesuai dengan izin usaha pembangkit, perluasan Celukan Bawang akan menghasilkan pembakaran setidaknya 75.241.207,8 ton batubara selama masa operasional pabrik. Ini akan menghasilkan pelepasan lebih dari 200 juta ton CO2 selama 30 tahun.
baca : Warga Datangi BLH Buleleng Soal PLTU Celukan Bawang. Ada Apa?
ANDAL untuk PLTU Celukan Bawang disebut gagal menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan nasional yang dituangkan dalam UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan dan peraturan pelaksana yang terkait karena tidak menyertakan analisis mengenai dampak perubahan iklim yang komprehensif. “Perlu perhitungan akurat dari dampak iklim proyek PLTU Celukan Bawang,” jelas Quina. Terlebih ini terkait komitmen Indonesia mengurangi emisi 29% pada 2030. Mengutip laporan media Guardian, pada 2006, Indonesia menghasilkan 280 juta ton emisi CO2 atau 1,2 juta ton per orang/tahun.
Amicus disebut sudah dipraktikkan pada kasus pidana UU ITE Prita Mulyasari dan kasus Time vs Soeharto. “Bisa bantu hakim bertanya, menilai jawaban logis atau tidak memberi, dan kesimpulan dalil mana yang material,” urai Quina. Sejumlah risiko dampak GRK pada pesisir misalnya kerusakan infratruktur karena gelombang pasang, kerusakan terumbu karang, dan lainnya.
Kasus No.2/G/LH/2018/PTUN.DPS mengenai Gugatan Tata Usaha Negara mengenai Pembatalan Keputusan Gubernur Bali No.660.3/3985/IV-A/DISPMPT tentang Izin Lingkungan untuk PLTU yang diberikan kepada PT. PLTU Celukan Bawang di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Gugatan diajukan oleh I Ketut Mangku Wijana, Baidi Sufarlan, I Putu Gede Astawa, dan Greenpeace Indonesia (Penggugat) melawan Gubernur Bali (Tergugat) dan PT PLTU Celukan Bawang (Tergugat II Intervener).
baca : Warga dan Greenpeace Gugat Gubernur Bali terkait Izin Lingkungan. Kenapa?
Pada 28 April 2017, Gubernur Bali menandatangani keputusan pemberian izin lingkungan untuk perluasan PLTU Celukan Bawang untuk menambah dua unit pembangkit 330 MW tambahan, sehingga total kapasitasnya menjadi lebih dari 1.000 MW. Ekspansi inilah yang dipersoalkan, terlebih tidak masuk dalam rencana umum ketenagalistrikan nasional.
Pelepasan emisi dari proyek energi Indonesia 35 GW, di mana 60% di antaranya dari batubara. Proyek ini dinilai akan menghambat pencapaian komitmen internasional Indonesia untuk pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% (atau 41% dengan bantuan internasional) pada 2030.
Sarah Burt dari Earthjustice mengatakan upaya penyelamatan lingkungan global yang dilakukan komunitas internasional telah berhasil membuat preseden hukum yang baik.
“Analisis dampak perubahan iklim adalah instrumen penting untuk menstabilkan iklim untuk melindungi terumbu karang, perikanan dan masyarakat pesisir di Bali dan seluruh dunia,” Sarah menjelaskan.
baca : Indonesia Masih Mengalami Fase Anomali dalam Energi Terbarukan. Kenapa?
“Indonesia akan kesulitan untuk memenuhi komitmen iklim internasionalnya tanpa perhitungan yang akurat mengenai bagaimana pembangunan berbasis bahan bakar fosil seperti PLTU Celukan bawang dapat berkontribusi terhadap emisi,” lanjut Sarah.
Preseden hukum kasus gugatan serupa di negara lain dengan memasukan penilaian dampak perubahan iklim dalam proyek pembangunan yang menghasilkan emisi: Earthlife Africa Johannesburg v Kementerian Lingkungan Hidup dan 4 lainnya