Seekor Hiu Paus dewasa berukuran panjang 6 meter dan seekor ikan Pari Manta terjaring pukat milik Yansen Haren (33) nelayan Desa Lemanu, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur, pada Sabtu (7/7/2018) sekitar pukul 02.00 WITA.
“Pada saat tarikan 5 piece pada jaring mereka, ada hiu paus dan seekor Pari Manta dalam keadaan terlilit. Hiu Paus dapat dilepas kembali ke perairan oleh nelayan sendiri dalam keadaan sehat,” kata Apolinardus Y.P.Demoor, Kabid Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Perijinan Usaha Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) kabupaten Flotim, Sabtu (7/7/2018).
Yansen langsung melaporkan ke DKP Flotim melalui tim Misool Baseftin. Tim yang terdiri dari DKP Flotrim, Satwas PSDKP Flores Timur, WCS, dan Misool Baseftin kemudian merespon informasi tersebut.
baca : Paus Sperma Terdampar di Pantai Kepo Sabu Raijua. Bagaimana Nasibnya?
“Pari Manta dapat terlepas dari pukat jam 08.00 WITA dalam keadaan lemah dan berhasil kami lepas kembali ke tengah laut. Tim langsung melakukan identifikasi, dokumentasi dan pengambilan sampel,” terang Apolinardus.
Hasil identifikasinya ikan Pari Manta Oseanik (Manta birostris) berjenis kelamin betina, memiliki panjang dorsal 1,20 meter, dan lebar sayap 3,40 meter.
Apolinardus menjelaskan Yansen sudah 4x mengalami kejadian Pari Manta tersangkut jaring pukatnya yaitu 3x pada Mei 2018 serta sekali terjaring Pari Manta dan Hiu Paus pada Juli 2018.
“Tim juga melakukan sosialisasi dan pembinaan bahwa jenis ikan Pari Manta sudah dilindungi penuh sebagaimana diatur dalam UU No.45/2009 tentang perubahan UU No.31/2004 dan Keputusan Menteri Kelautan Perikanan No.4/KEPMEN-KP/2014,” ungkapnya.
baca : Seekor Hiu Paus Terjerat Jaring Nelayan di Flores Timur. Bagaimana Akhirnya?
Kesadaran Nelayan Meningkat
Erma Normasari, dari Yayasan Misool Baseftin kepada Mongabay Indonesia mengatakan banyak kejadian Hiu dan Pari Manta terjaring pukat nelayan di perairan Flotim.
Namun Erma bersyukur, kesadaran masyarakat di Flotim akan kegiatan perikanan yang berkelanjutan terus meningkat. Nelayan dan masyarakat pesisir ikut terlibat dalam melindungi kawasan pesisir dari kegiatan perikanan yang merusak, illegal dan pencurian ikan.
“Hal tersebut dapat tercapai berkat kerja sama Pemda Flotim melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Flotim, Polair, Satwas PSDKP, Yayasan Misool Baseftin, WCS/WCU dan LSM lain, Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokmaswas) Flotim dan masyarakat kabupaten Flores Timur,” terangnya.
Erma menjelaskan sosialisasi dilakukan bersama stakeholder tersebut termasuk BPSPL KKP Denpasar di berbagai kesempatan, seperti kepada 38 kelompok Pokmaswas Flotim, kepala desa, camat, SKPD terkait dan sempat dihadiri Bupati Flores Timur. Selain sosialisasi, juga dilakukan patroli di laut.
“Ini yang membuat kesadaran nelayan di Flotim lambat laun meningkat. Nelayan juga kami bekali dengan poster terkait hewan laut yang dilindungi dan buku,” jelasnya.
baca : Nelayan Flores Timur Mulai Enggan Tangkap Satwa Laut Dilindungi, Kenapa?
Sedangkan Program Manager Wildlife Crime Unit (WCU) Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia, Dwi Dwi Nugroho Adhiasto mengapresiasi kesadaran nelayan yang meningkat untuk melindungi biota laut, terutama megafauna yang ada di perairan Flotim.
Sementara Urbanus Turang Werang, Kepala seksi Trantib kecamatan Solor Barat mengaku nelayan di pulau Solor termasuk di Solor Barat sering mendapatkan Pari Manta, hiu dan penyu yang terjaring pukat nelayan.
“Namun sekarang nelayan sudah mengetahui ikan dan hewan laut yang dilindungi tersebut harus dilepas sehingga nelayan dan memberikan informasi kepada DKP Flotim maupun LSM Bisool Baseftim dan WCS/WCU,” sebut Urbanus.
Peran Pokmaswas
Erma melihat peran 38 Pokmaswas meningkat sejak dilibatkan dalam workshop monitoring pemanfaatan sumberdaya laut pada September 2017 untuk membantu mengawasi kegiatan perikanan. Mereka juga dibekali cara pengawasan dan penyelamatan megafauna laut dilindungi.
“Kami bersama DKP Flotim membuat skema pelaporan jika masyarakat atau Pokmaswas melihat kejadian kegiatan IUU Fishing dapat melaporkan kegiatan tersebut ke pusat informasi, yaitu di DKP Flotim. Kemudian informasi tersebut akan diteruskan ke tim terpadu yang dibentuk DKP Flotim dan disahkan oleh bupati Flores Timur,” tuturnya.
Ternyata tidak hanya nelayan di Solor kata Erma, yang telah terlibat pelaporan dan pelepasan hewan laut dilindungi serta pengawasan kegiatan perikanan merusak seperti pengeboman.
Sebagian besar nelayan dari desa pesisir di Flores Timur sebutnya, juga ikut terlibat, seperti pada 26 Juni 2018, ketua Pokmaswas dari desa Ojan Detun juga memberikan laporan kalau ada warga desa Ojan Detun menemukan penyu yang sedang bertelur di pantai.
“DKP Flotim bersama tim terpadu menuju lokasi kejadian untuk melepaskan induk penyu dan mengamankan sarang telur penyu, kemudian melakukan sosialisasi terkait hewan laut yang dilindungi dan menyampaikan pemahaman terkait dengan teknis penetasan penyu secara alami di desa Ojan Detun bersama dengan Pokmaswas desa Ojan Detun. Dan masih banyak pokmaswas dari desa pesisir lain yang ikut terlibat dalam melaporkan,” sebut Erma.
Data dari Yayasan Misool Baseftin menunjukkan dari Januari 2018, ada 3 Whale Shark dan 9 Pari Manta yang berhasil diselamatkan dan dilepaskan kembali, serta 10 sarang penyu yang diselamatkan dan dijaga hingga menetas oleh masyarakat dari beberapa desa pesisir di kabupaten Flores Timur.
Sedangkan dari September 2016 hingga Desember 2017, sebanyak 24 megafauna laut berhasil diselamatkan oleh Pokmaswas Flotim yang terdiri dari 11 penyu, 5 sarang penyu, 4 Whale Shark, 2 Dugong, Ikan Matahari/Ocean Sunfish (Ocean Ramsayi) dan Pari Manta Karang/Reef Manta (Manta alfredii)