Rencana penambangan batubara oleh PT. Kencana Wilsa, di Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, kembali berlanjut. Sempat terhenti setelah mendapat penolakan warga Kampung Ongko Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kencana Wilsa akhirnya menjual saham kepemilikannya pada PT. Galindo Lestari yang mulai membuka hauling alias pengangkutan material batubara.
Kepala Teknik Tambang (KTT) PT. Galindo Lestari, Fery Yunedi, mengatakan, rencana penambangan batubara di Kabupaten Kutai Barat telah berganti perusahaan. Izin usaha pertambangan (IUP) telah keluar di 2010 atas nama PT. Kencana Wilsa, namun karena ada sedikit masalah, perusahaan tersebut menjual sahamnya ke Galindo.
“Jadi ini take over dari perusahaan lama ke perusahaan sekarang. Memang rencananya, penambangan dilakukan di areal seluas 5.000 hektar yang berada di enam kampung. Namun, karena ada satu kampung menolak, maka perusahaan hanya menambang di lima kampung saja,” kata Fery, Jum’at (20/7/2018).
Fery mengungkapkan, pemindahan kepemilikan saham belum genap setahun. Adanya penolakan dari Kampung Ongko Asa pada PT. Galindo, disinyalir buah dari permasalahan masa lampau dengan PT. Kencana Wlilsa. “Ini kan ambil alih, sedangkan sengketa itu sudah ada dari perusahaan sebelumnya, terkait perizinan. Karena sudah terjadi, akhirnya PT. Galindo yang melakukan upaya ulang, mulai dari sosialisasi hingga mengurus IUP dan amdal terpadu,” sebutnya.
Sesuai IUP yang telah dikantongi PT. Kencana Wilsa, konsesinya meliputi enam kampung, yakni Ongko Asa, Muara Asa, Geleo Asa, Pepas Asa, Juaq Asa, dan Muara Benangaq. Namun, perusahaan terpaksa mengurangi area tambang yang berada di Kampung Ongko Asa untuk menghindari konflik dengan warga.
“Perusahaan sudah berupaya berdamai dengan warga Ongko Asa, namun masih dalam proses, dan butuh waktu,” ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, PT. Galindo belum beroperasi, namun tengah membuat hauling dan pelabuhan. “Perusahaan belum menambang batubara, masih menunggu amdal dan IUP. Lima kampung yang masuk konsesi, tidak ada yang menolak. Hanya Ongko Asa saja yang tidak terima,” ujarnya.
Baca: Enam Kampung di Kutai Barat akan Ditambang, Warga Gigih Menolak
Camat Barong Tongkok, Denasius menjelaskan, hadirnya PT. Galindo di Kutai Barat tidak menimbulkan gejolak besar. Meski ada penolakan dari Kampung Ongko Asa, namun lima kampung lainnya menerima kehadiran perusahaan. “Sejauh ini baik-baik saja, perusahaan juga terjun ke masyarakat untuk melakukan sosialisasi,” katanya.
Terkait penolakan warga Ongko Asa, Denasius mengatakan ini ada kepentingan dari salah satu warga. Padahal sebelumnya, Kampung Ongko Asa menerima kehadiran perusahaan tambang di sana. “Ini hanya oknum, dulunya menerima, namun karena ada kepentingan masalah kerja, dan lamarannya ditolak akhirnya memprovokasi warga lainnya,” jelasnya.
Kepala Seksi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kubar, Edi Murhandi menyebut, PT. Galindo masih berproses mengurus dan memperbaharui perizinan beserta amdal. Edi menegaskan, izin tambang di enam kampung tersebut sudah sah sejak dikeluarkannya IUP oleh Bupati Kubar di 2010. Perusahaan tidak lantas berpangku tangan, langsung mengurus segala perizinan yang belum rampung.
“Izin usahanya sudah ada sejak 2010. Itu langsung dari Bupati terdahulu. Sebagai dinas terkait, kami hanya bertugas memfasilitasi perusahaan dengan warga saja. Kami ada batasan,” ujarnya. Perihal konflik perusahaan dengan warga Kampung Ongko Asa, Edi menyebut, tidak akan ada aktivitas pertambangan jika konflik tersebut belum selesai. “Jadi, tidak ada kegiatan pertambangan di Kampung Ongko Asa, sebelum masalah itu clear,” tegasnya.
Baca: Waspada, Ijon Politik Tambang Saat Gelaran Pilkada
Warga Ongko Asa gigih menolak
Melalui pakar lingkungan perwakilan Ongko Asa, Sarianto Karno, warga Ongko Asa mengatakan tegas menolak dan tidak akan pernah menerima hadirnya perusahaan batubara. Bahkan, warga telah melayangkan surat keberatan kepada Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak. “Kami akan audiensi dengan Gubenur Awang. Kami sudah ajukan surat keberatan dan sekarang rencana pertemuan kami sedang diproses Asisten I,” jelasnya.
Anto membenarkan, perusahaan Galindo Lestari sudah mulai beroperasi dengan membukan jalan dan hauling. Proses pembangunannya dimulai dari Kampung Muara Asa, Benangaq, dan Geleo Asa. “Bahkan, di Kampung Geleo Asa, perusahaan telah menyebar angket dan kuesioner, meminta persetujuan warga,” ungkapnya.
Meski demikian, lanjut Anto, Kampung Geleo Asa akan melakukan penolakan sebagaimana Ongko Asa. Sikap ini muncul dari salah satu tokoh pemuda adatnya, Yotam. Sehingga, klaim penerimaan lima kampung yang disebutkan oleh Camat Barong Tongkok dipatahkan.
“Sebagian warga sudah menolak, Yotam akan menyampaikan secara tegas. Lima kampung itu menolak kok, cuma mereka tidak membuat surat pernyataan resmi karena ada beberapa warga yang menyetujui,” jelasnya.
Merujuk RTRW Provinsi Kalimantan Timur 2016-2036, lanjut Anto, PT. Galindo dipastikan melakukan pelanggaran Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2016 bidang lingkungan. Dalam aturan itu disebutkan Kampung Ongko Asa, Muara Asa, Muyub Ilir, dan lainnya ditetapkan sebagai kawasan tanaman pangan dan holtikultura. “Itu seharusnya tidak boleh ada pertambangan, karena kawasan tanaman pangan dan pertanian,” tegasnya.
Disinggung masalah IUP perusahaan, Anto menyatakan harusnya ada keterbukaan perusahaan lama setelah take over dengan perusahaan yang baru. Pergantian kepemilikan saham baru diketahui setelah Mongabay Indonesia mewawancarai KTT PT. Galindo, Fery Yunedi. “Saat sosialisasi, perusahaan tidak pernah menjelaskan take over. Seharusnya tidak boleh begitu, karena izin atas nama PT. Kencana Wilsa dan dokumen pengajuan konsultasi publik juga atas nama perusahaan ini. Sekarang juga, proses IUP dan amdal masih atas nama PT. Kencana Wilsa,” ungkapnya.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, menjelaskan, warga Kampung Ongko Asa tetap sepakat mempertahan tanah mereka. Segala upaya akan mereka lakukan, termasuk bersurat pada Gubenur Awang Faroek Ishak. “Yang jelas, surat keberatan dan penolakan warga, sudah masuk ke Pemprov Kaltim. Bahkan ditembuskan ke DPRD, DLH, serta Distamben Kaltim. Ada juga surat permohonan untuk audiensi dengan Gubernur, tapi belum dijawab sampai sekarang,” jelasnya.
Disinggung masalah peralihan saham perusahaan, Rupang mengatakan itu sah-sah saja. Yang tidak boleh adalah jual beli izin pertambangan. Jika PT. Galindo Lestari benar membeli PT. Kencana Wilsa, harus ada pengurusan administrasi pengalihan.
“Kalau take over perusahaan (membeli saham kepemilikan) boleh, tapi jual beli izin yang dilarang. Kalau mau jelas adanya pengambilalihan, bisa dilihat langsung di Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham,” pungkasnya.