Setiap tahun, antara September-November, ribuan burung migran dari Siberia, Rusia, datang ke Semenanjung Banyuasin, Sembilang, Taman Nasional Berbak Sembilang, Sumatera Selatan. Kehadiran burung migran ini menarik perhatian para wisatawan maupun peneliti burung. Bagaimana kondisi habitat sementara burung migran tersebut?
Hutan mangrove di belakang garis pantai, tempat burung migran menetap, sebelumnya mengalami kerusakan. Pada 1997-1998, kawasan ini turut terbakar. Kini, kawasan tersebut dalam proses perbaikan atau rehabilitasi, terutama yang dulunya dibuka untuk tambak ikan. Berdasarkan pemantaun Mongabay Indonesia, hamparan mangrove mulai tumbuh.
Ancaman terhadap kawasan ini juga datang dari aktivitas pertambakan ikan yang masih bertahan, di kawasan yang disebut Solok Buntu atau Sungai Barong. Kawasan ini sudah ditetapkan sebagai zona tradisional. Jika tidak dijaga, bukan tidak mungkin pertambakan ikan meluas, membuat hutan mangrove sebagai penyanggah zona inti menjadi terbuka dan rusak. Tentunya, berpengaruh pada kehadiran burung migran.
“Kami berharap hutan mangrove di sana menjadi lebih baik. Kalau rusak bukan tidak mungkin burung migran dan burung lainnya tidak lagi menetap dan kami merasakan kerugiannya,” kata Muhammad Nasir, serang (juru mudi) speedboat, di penghujung Juli. Nasir selalu mendapat sewaan dari para wisatawan atau peneliti untuk melihat kehadiran burung migran.
“Banyak keuntungan yang kami dapat dari kehadiran burung migran itu. Bukan hanya saya, juga para pedagang di sini. Jadi, jika burung itu menghilang karena kerusakan hutan mangrove jelas kami rugi dan kecewa,” jelasnya.
Cik Minah, pedagang rumah makan di Dusun Sembilang, juga berharap hutan mangrove tempat kawanan burung menetap tersebut, seperti burung migran tetap terjaga. “Jangan lagi rusak seperti beberapa waktu lalu. Terus terang Sembilang ini menjadi ramai dikunjungi banyak orang karena hadirnya burung migran tersebut,” katanya.
Baca: Mangrove yang Memberi Harapan Nelayan Sembilang
Berapa ribu burung migran di Sembilang?
Berapa jumlah burung migran yang hadir di Sembilang? Hutan Kita Institute (HaKI) dalam publikasinya September 2017 bekerja sama dengan Taman Nasional Berbak Sembilang melakukan pemantauan terhadap burung migran di sembilan lokasi di sepanjang pesisir Semenanjung Banyuasin.
Jumlah burung migran saat itu sekitar 5.468 individu dengan 14 jenis yang teridentifikasi. Ada burung biru-laut ekor-hitam, gagang-bayam timur, trinil kaki-merah, cerek-pasir mongolia, hingga gajahan.
HaKI menyebutkan jenis yang paling dominan adalah Limosa limosa atau yang dikenal biru-laut ekor hitam. Jenis ini banyak ditemukan di Sungai Siput sekitar 2.500 individu. Kemudian gagang-bayam timur sekitar 374 individu yang hanya ditemukan di pertambakan Solok Buntu. Jenis ketiga yakni trinil kaki-merah yang jumlahnya mencapai 350 individu.
Jenis burung ini tersebar di sepanjang pesisir Semenanjung Banyuasin. Sedangkan di Sungai Barong Kecil dan muara Sungai Sembilang adalah jenis trinil pantai, sementara trinil lumpur asia hanya ditemukan di muara dan pesisir Sungai Barong.
Baca: Apa Kabar Harimau Sumatera di Lanskap Sembilang?
Ancaman sampah plastik
Kehadiran para wisatawan guna melihat kehadiran burung migran memberikan keuntungan ekonomi bagi pemerintah dan masyarakat. Beberapa waktu lalu, TN Sembilang yang kini bergabung dengan TN Berbak menjadi TN Berbak Sembilang, telah menetapkan zona permanfaat seluas 356 hektar. Zona ini terlihat ada di muara Sungai Sembilang dan muara Teluk Sekanak. Artinya di zona tersebut diperbolehkan membangun infrastruktur terkait ekowisata, jasa lingkungan, pariwisata, dan lainnya.
Dapat dibayangkan, akan terjadi pembangunan infrastruktur jika Sembilang yang menjadi objek wisata dan penelitian nantinya banyak dikunjungi pendatang. Sehingga, perlu pemantauan atau pengawasan ketat dari pemerintah dalam menjalankan bisnis jasa wisata ini.
“Menurut saya yang harus didorong adalah penguatan pengelolaan Sembilang. Misalnya, pemerintah meningkatkan anggaran, sehingga para pengelola Sembilang dapat bekerja optimal agar kondisinya terjaga. Termasuk, mengatasi berbagai dampak negatif dari pengembangan wisata di Sembilang,” kata Yulius Usman dari HaKI baru-baru ini.
Baca juga: Foto: Cantiknya Burung Migran
Dari pantauan Mongabay Indonesia, sampah plastik menjadi ancaman serius di Sembilang. Perilaku membuang sampah, khususnya sampah plastik, sangat menonjol. Baik yang dilakukan masyarakat sekitar, nelayan, maupun para pengunjung. Di Dusun Sembilang tidak terlihat tempat sampah. Semuanya membuang ke air.
Penggunaan air mineral kemasan yang menggunakan plastik dapat dikatakan hal menonjol di Sembilang. Sumber air bersih yang dapat dikonsumsi hanya berasal dari air mineral kemasan maupun galonan. Sehingga ada kecenderungan setiap hari, hampir semua individu menggunakan air mineral kemasan.
Dapat dibayangkan jika jumlah masyarakat di Sembilang bertambah, kemudian hadirnya ribuan pengunjung, yang semuanya membuang sampah plastik ke perairan, bukan tidak mungkin perairan Sembilang termasuk laut di Selat Bangka akan dipenuhi sampah plastik. Ikan dan burung pun kemungkinan besar terkonsumsi sampah plastik tersebut.