Mongabay.co.id

Menyoal Penegakan Hukum Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan terlebih di gambut merupakan bencana tahunan di Kalimantan Barat yang harus diantisipasi serius. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Penanganan kasus kebakaran hutan dan gambut, terutama penegakan hukum tampak lemah. Sebaran titik api sudah ribuan, kebakaran hutan dan lahan sudah puluhan ribu hektar. Seharusnya, sebaran titik api diikuti penyegelan lahan. Bahkan, ada yang menilai,  penanganan karhutla tahun ini sekadar memenuhi citra positif mengamankan pelaksanaan Asian Games Jakarta-Palembang.

”Masifnya titik api ini seharusnya diikuti penindakan hukum masif dengan penyegelan kebun sawit dan kayu. Pemerintah harus benar-benar bekerja menangani asap ini,” kata Yuyun Harmono, Juru Kampanye Iklim dan Energi Walhi saat aksi di depan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Senin (27/8/18).

Berdasarkan pantauan data satelit oleh Walhi, ada 3.578 titik api periode 1 Januari-25 Agustus 2018, tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Rinciannya, 2.423 titik api di Kalimantan dan 1.155 titik api di Sumatera.

Bahkan, titik api ini terdeteksi pada kesatuan hidrologi gambut (KHG), sebanyak 783 titik di Sumatera dan 536 titik di Kalimantan. Data titik api, katanya,  seharusnya jadi dasar bagi pemerintah untuk serius penanganan karhutla, dengan mampu berikan sanksi pidana maupun perdata kepada korporasi pelanggar.

Yuyun bilang, langkah penegakan hukum saat ini masih level sanksi administratif dan korporasi terjerat di pengadilan atau putus bersalah masih sangat minim. Saat ini, katanya,  sanksi administratif itu tidak memberikan efek jera.

”Dengan data (titik api) ini, kalau mau membuka gampang sekali dari indikasi awal hotspot, itu bisa terlihat indikasi di korporasi mana saja. Selanjutnya ground check, seminggu saja cukup,” katanya.

Walhi menyayangkan,  ada kecenderungan KLHK menyalahkan masyarakat, padahal fakta menunjukkan titik api banyak muncul di konsesi.

Kajian Walhi soal kelola rakyat di ekosistem rawa gambut, di Sumatera dan Kalimantan,  menunjukkan kearifan lokal masyarakat dalam mengelola ekosistem rawa gambut sangat menghormati lingkungan.

Bahkan pada beberapa budaya memiliki standar lebih tinggi dibandingkan aturan pemerintah yang memberikan batas maksimal kedalaman gambut tiga meter dalam membuka perkebunan.

Dia menilai, pemerintah hanya mencari-cari alasan dan takut memberikan sanksi berat terhadap korporasi. ”Jangan hanya menyalahkan masyarakat, apalagi mencari-cari bahwa aktivitas tradisional menyebabkan kebakaran hutan dan lahan,” katanya.

Tak jauh beda dengan  Teguh Surya, Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan. Dia menilai, penegakan hukum karhutla tahun ini terkesan hanya demi Asian Games 2018.

“Seharusnya itu (penegakan hukum) juga dilakukan walau tak  ada Asian Games, itu kalau kita benar-benar sepakat (bahwa) bencana ini harus dihentikan. Kita sedih sebagai anak bangsa, (karena) Asian Games, baru semuanya serius,” katanya dihubungi dari Pekanbaru.

Dia bilang, ketidakseriusan ini terlihat dari upaya pemadaman kebakaran hanya fokus Sumatera,  sementara titik api di Kalbar,  tak terkendali. Padahal, katanya,  masyarakat Kalbar dan Sumatera sama menderita dengan polusi beracun karhutla.

 

Aksi Walhi di KLHK protes karhutla dan penegakan hukum korporasi lemah. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Kemarau panjang

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mewaspadai potensi karhutla seiring makin meluas pengaruh kemarau di sejumlah wilayah di Indonesia.

Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG menyebutkan, terjadi peningkatan jumlah titik panas karena kondisi atmosfer dan cuaca relatif kering hingga mengakibatkan tanaman mudah terbakar.

”Kondisi ini perlu diperhatikan agar tak diperparah dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar,” katanya.

Berdasarkan analisis dan prediksi Enso pemutakhiran Dasarian II Agustus 2018 (BMKG), memperlihatkan, Agustus 2018,  dalam kondisi normal, dan September-November 2018,  El-Nino lemah. Sedangkan Desember 2018-Januari 2019,  kemungkinan ada El-Nino,  moderat.

BMKG terus berkoordinasi dengan KLHK, pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat luas untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi karhutla, bahaya polusi udara dan asap. Juga potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih.

“Yang perlu diwaspadai, dampak paparan kabut asap jika sampai terbakar karena sangat berpotensi menganggu kesehatan,” katanya.

Herizal, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, menerangkan,  hasil monitoring BMKG menunjukkan hingga pertengahan Agustus 2018 hampir seluruh wilayah Indonesia memasuki kemarau, sebanyak 95.03%.  Sisanya,  4.97% masih mengalami musim hujan. Adapun kemarau diprediksi berlangsung hingga akhir Oktober 2018.

Herizal memaparkan, pantauan BMKG terhadap deret hari tanpa hujan (HTH) sebagai indikator kekeringan meteorologis awal menunjukkan, deret HTH kategori sangat panjang (31-60 hari) hingga ekstrim (>60 hari) umumnya terjadi sebagian besar di Jawa–Bali–Nusa Tenggara. Meskipun, katanya,  di beberapa daerah sudah terpantau ada jeda hari hujan.

Di sebagian Sumatera bagian Selatan, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, pengaruh kemarau juga ditunjukkan oleh munculnya beberapa daerah yang mengalami HTH kategori menengah (11-20 hari) hingga panjang (21-30  hari).

“Kondisi kering itu diikuti kemunculan hotspot yang memicu karhutla, pada akhirnya menimbulkan asap dan penurunan kualitas udara. Hotspot di Kalbar mengalami peningkatan 17.6% dibandingkan pekan lalu,” katanya.

BMKG memprediksi, kondisi ini relatif berkurang dalam beberapa hari ke depan. Namun,  katanya, tetap perlu kewaspadaan dan langkah antisipatif guna meminimalisir dampak.

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK mengatakan, sudah sangat serius menangani kasus karhutla. Antara lain, penegakan hukum kepada perusahaan mulai sanksi administrasi hingga perdata dan pidana. Regulasi juga sudah terbit, misal, Peraturan Pemerintah Nomor 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan beberapa aturan lain.

 

Kebakaran gambut terjadi di kebun sawit di Dusun Benuang, Desa Teluk Nilap, Kecamatan Kubu Darussalam, Rokan Hilir. Di dusun ini sedikitnya 14 rumah dan sejumlah kendaraan roda dua hangus terbakar pada pekan lalu. Hingga Jumat lalu, api masih berkobar. Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

 

Pada September 2017, Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah, mengabulkan menolak banding pemerintah, berarti menerima putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya, yang antara lain memutuskan, pemerintah terbukti sah bersalah dan lalai atas kasus karhuta Kalteng 2015.

Roy, biasa disapa mengatakan, tanpa ada gugatan perdata dari aktivis lingkungan yang tergabung dalam Gerakan Anti Asap Kalteng, pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah serius menangani, mencegah dan mengendalikan karhutla.

Berdasarkan data KLHK, pencapaian penegakan hukum sejak 2015-2018, ada 328 jumlah izin dan 108 perusahaan diawasi, 163 penerapan sanksi administrasi (tiga pencabutan izin, 16 pembekuan izin, 29 paksaan pemerintah, 115 surat peringatan), 12 perusahaan mendapatkan hukum perdata, 35 pidana dan 67 kasus difasilitasi Polri/ Jaksa.

”Kami sedang proses pada beberapa tempat. Ada yang terbakar (pada tahun) sebelumnya, terulang, atau juga yang baru. Tim kami sedang memastikan dan mengumpulkan data.”

Untuk wilayah yang terbakar sebelumnya, KLHK sedang mendalami kejadian dan investigasi mengapa terjadi lagi. ”Yang (lokasi kebakaran) di konsesi sedang kumpulkan keterangan. Perlu data kuat. Datangkan saksi ahli. Perlu waktu lebih dari seminggu, sanksi administrasi tiga mingguan. Selanjutnya nanti,  apakah ada gugatan lanjutan?”

Sanksi administrasi merupakan salah satu tindakan perbaikan (corrective action). Meski demikian, katanya,  bila tidak dilakukan KLHK akan memberikan sanksi tegas, berupa pidana dan perdata.

Raffles Brotestes Panjaitan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK menyebutkan, upaya pengendalian karhutla di lapangan terus berjalan. Upaya pemadaman baik dari darat juga udara terus dilakukan.

Pemadaman darat oleh Satgas Darat terdiri dari Manggala Agni, BPBD TNI, Polri, Satgas Desa Peduli Api, dan Taruna Siaga Bencana.

Rekapitulasi upaya pada 2018, sudah ada 36 helikopter pada lima provinsi yang telah menetapkan status darurat, yakni, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Jambi. Tak hanya itu, water boombing tahun ini sudah dilakukan, total air 132.166.200 liter.

Kegiatan hujan buatan sejak 16 Mei-22 Agustus total garam yang dijatuhkan 53,2 ton, di Kabupaten Banyuasin, Musi Banyuasin, Muara Enim, Pali dan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Selain itu, ada patroli terpadu menjangkau 816 desa di provinsi rawan karhutla, tersebar di Kalbar, Riau, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan TImur, Sumatera Utara dan Jambi.

Dia bilang, perhitungan luas hutan dan lahan terbakar antara data citralandsat, hotspot, dan verifikasi di lapangan dari Januari-31 Juli 2018,  di seluruh Indonesia 71.959 hektar.  Rinciannya, pada lahan mineral 56.357,59 hektar dan gambut 15.601,13 hektar.

 

Aksi Walhi, protes kebakaran hutan dan lahan minim penegakan hukum kepada korporasi. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Sasar warga, korporasi?

Sementara Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menyesalkan perintah tembak di tempat bagi pembakar lahan. Instruksi Komandan Satuan Tugas Penanggulangan karhutla, Brigjen TNI Sonny Aprianto, katanya, tak ada dalam hukum Indonesia.

Made Ali, Koordinator Jikalahari dalam rilis, mengatakan, penyelesaian masalah karhutla sudah tertulis dan diatur dalam UU Lingkungan Hidup.

“Peraturan ini mengatur sanksi pidana penjara dan denda plus pidana tambahan pencabutan izin bagi korporasi, bukan ditembak di tempat,” katanya.

Pada Kamis (16/8/18), Danrem Sonny Aprianto,  patroli udara di sejumlah daerah terbakar termasuk daerah Kubu, Rokan Hilir. Dia menyaksikan panjang lansekap gambut terbakar mencapai 17 kilometer. Setelah berkoordinasi dengan Kapolda Riau, diapun menginstruksikan agar anggotanya menembak di tempat para pelaku pembakar lahan.

“Saya nyatakan, 99% kebakaran hutan dan lahan di Riau disengaja. Saya tegaskan hari ini, sudah saya perintahkan ke para dandim saya, apabila tertangkap tangan, apabila ditemukan pembakar lahan disengaja, saya perintahkan tembak di tempat,” katanya.

Jikalahari menilai,  Satgas Karhutla hanya mampu menyasar petani kecil dalam penegakan hukum ini. Sementara korporasi tak pernah disebut meski data titik api juga banyak di lahan konsesi perusahaan.

Analisis titik panas Jikalahari sejak Januari –Agustus 2018, terdapat 2.314 titik di Riau, tingkat kepercayaan lebih 70% ada 1.048 titik. Titik-titik api itu terdeteksi di areal korporasi, kawasan gambut dalam, konservasi dan moratorium.

Titik api di konsesi perusahaan, katanya, paling banyak terdapat di PT Satria Perkasa Agung 107 titik, PT Rimba Rokan Perkasa 66 titik dan PT Sumatera Riang Lestari dan PT Ruas Utama Jaya 29 titik. Sementara itu,  di PT Diamond Raya Timber 39 titik, PT Suntara Gaja Pati (26), PT Riau Andalan Pulp & Paper (9). Titik api juga terpantau di PT Bhara Induk (10) dan PT National Timber Forest Product/ PT Nasional Sagu Prima (13).

Titik api juga terdeteksi di kawasan gambut dengan kedalaman lebih empat meter yang seharusnya dilindungi. Sementara korporasi yang ditemukan titik api di konsesinya banyak berelasi dengan dua kelompok bisnis kayu besar APP dan APRIL.

Jikalahari juga menilai,  perintah tembak di tempat salah sasaran. Menurut dia, korporasi yang menjadi penyebab kebakaran hutan di Indonesia namun proses hukum.

Komandan Satgas Karhutla Riau, kata Made,  seharusnya memperkuat penegakan hukum terhadap korporasi dan cukong.

Pada 2015, pascakebakaran hutan dan gambut hebat, Polda Riau menetapkan 18 korporasi dan 95 orang sebagai tersangka. Setahun kemudian, Polda menghentikan penyidikan terhadap 15 korporasi.

“Korporasi tidak jera melakukan pembakaran hutan dan lahan karena lemah penegakan hukum, bahkan ketika sudah masuk proses peradilan, hukuman yang diberikan tidak maksimal. Eefek jera dan memiskinkan korporasi tidak benar-benar berdampak,” kata Made.

Romes Irawan Putra dari Simpul Jaringan Pantau Gambut Riau mengatakan,  pemerintah gagal mencegah kebakaran hutan.

Berdasarkan hasil analisis dari overlay titik api dengan sejumlah peta termasuk moratorium, kawasan hidrologi gambut, peta konsesi sawit dan HTI, pada 18-19 Agustus terdapat 75 titik api yang kebanyakan berada dalam konsesi kebun sawit dan HTI.

“Pemerintah seharusnya mengevaluasi perizinan di gambut. Karena korporasi di gambut itulah penyebab utama pengeringan gambut dan membuat rentan terbakar. Sayangnya,  penegakan hukum tidak menyasar ini,” katanya.

 

Keterangan foto utama:   Kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana tahunan di Kalimantan Barat yang harus diantisipasi serius. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kebakaran di Dusun Suka Damai, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Kubu, Rokan Hilir, Riau, tak hanya menghanguskan kebun, sawit warga, juga belasan rumah, sepeda motor dan mobil pick up, Jumat (17/8/18). Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version