Tim Patroli Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), bersama tim Orangutan Information Centre (OIC), menangkap tiga pemburu burung yang beraksi di zona inti TNGL. Para pelaku SS (51), L (36), dan H (33) diamankan petugas bersama 55 individu burung berbagai jenis beserta barang bukti lainnya yaitu 54 karung, 9 jaring, dan 6 sangkar.
“Benar, pada 18 Agustus 2018, tiga pemburu burung ditangkap,” jelas Palber Turnip, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bukit Lawang, BBTNGL.
Palber mengatakan, bersama penyidik PamGakkum KLHK Wilayah Sumatera, pihaknya sudah melakukan penggeledahan di kediaman para pelaku, untuk mendapatkan barang bukti lain.
Sebelum pengungkapan kasus ini, menurut dia, pihaknya juga menangkap pemburu lain. Ada 90 ekor burung berbagai jenis yang diamankan, beserta sepeda motor dan alat jerat milik pelaku. “Kami masih sidik lebih dalam lagi siapa aktornya. Sepeda motor dan barang bukti lain ada di Kantor BBTNGL di Medan,” jelasnya.
Kepala Balai PamGakkum KLHK Wilayah Sumatera, Edward Sembiring, menyatakan pihaknya akan mengusut kasus ini hingga tuntas. Pelaku akan dibawa ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan sejumlah nama dari jaringan perburuan satwa liar telah dikantongi.
“Sebanyak 50 ekor burung telah dilepaskan kembali ke habitatnya. Tiga ekor yang merupakan burung pemancing masih diamankan sebagai barang bukti, sementara dua ekor yang mati sudah dikubur. Burung pemancing ini sudah dipelihara pelaku selama dua tahun,” jelas Edward di markas komando SPORC Brigade Macan Tutul, Jum’at (24/8/18).
Edward menjelaskan, pihaknya tidak melihat satwa yang diambil atau diburu itu dilindungi atau tidak. Tetapi pada alasan, satwa yang diambil itu berada di taman nasional, kawasan konservasi, yang siapapun dilarang keras mengambil atau memburunya. Jangankan burung hidup, yang mati saja tidak boleh dibawa keluar kawasan. Jangankan kayu yang bagus, kayu lapuk juga tidak boleh diambil. “Kami akan mengembangkan kasus ini, membuat sejelas mungkin agar ada efek jera,” ujarnya.
Adhi Nurul Hadi, Kepala Bidang Teknis BBTNGL, mengatakan perburuan burung tentu saja menganggu ekosistem TNGL. Apalagi, di zona inti tidak boleh ada pengambilan apapun. “Kawasan konservasi sebagai benteng terakhir, harus benar-benar dijaga. Bersama Gakkum kami berharap para pelaku yang diproses hukum tidak mengulangi lagi perbuatannya,” terangnya.
Indra Kurnia, Deputi Direktur Program OIC, menyatakan penangkapan tiga pelaku merupakan hasil patroli bersama dengan petugas BBTNGL. Modus yang sering ditemukan adalah pemburu menggunakan burung pikat, jaring, dan ada juga suara burung pemancing. Ada juga yang menebang pohon ukuran kecil, ketika burung lewat terkena jaring yang sudah dipasang. Untuk pengungkapan kasus 55 ekor burung ini, merupakan dua metode gabungan yang dilakukan pemburu.
“Para pemburu selalu mencari celah yang tidak diketahui petugas. Setiap patroli, ada saja bekas atau jerat yang kami temukan,” jelasnya.
Indra mengatakan, perburuan di 2018 ini masih terjadi sebagaimana di 2017, namun jika dibandingkan 2015 angkanya mengalami penurunan. “Intinya kami akan terus membantu BBTNGL melakukan patroli. Siapa saja tidak boleh melanggar aturan yang berlaku. OIC siap membantu menjaga TNGL,” tandasnya.