Seekor bayi pesut mahakam (Orcaella brevirostris), ditemukan mati di perairan Sungai Mahakam, Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur. Tepatnya, di Perairan Kota Bangun, 28 Agustus 2018. Bangkai tersebut, pertama kali dilihat oleh warga Kota Bangun bernama Hafid dan Kepala Desa Liang Ilir, Rodiani, dengan kondisi mengapung namun belum membusuk.
Bangkai diangkut ke darat untuk diperiksa. Yayasan Konservasi (YK) Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim langsung melakukan pembedahan atau nekropsi, dikomandoi dokter hewan Vidi dari BKSDA. Pengukuran tubuh dan pemeriksaan kelamin dipercayakan pada peneliti YK RASI, Danielle Kreb, disaksikan Kades Liang Ilir dan Kades Pela, serta kepolisian setempat.
Petugas BKSDA, Zainul mengatakan, penyebab kematian bayi pesut itu belum terdeteksi, ada berbagai kemungkinan. Sebab, kondisi bangkai masih segar, tidak ada tanda benturan benda keras. “Masih belum diketahui penyebabnya, bangkai kami bawa ke laboratorium untuk pemeriksaan intensif,” terangnya.
Baca: Pesut Ini Mati Mengambang di Sungai Mahakam
Peneliti YK Rasi, Danielle Kreb mengatakan, kematian bayi pesut jantan ini masih misteri. Meski telah dibedah tidak ditemukan penyebabnya. Apalagi, usianya masih tiga bulan, belum makan apapun kecuali air susu induknya.
“Ketika dibedah, bagian perut tidak ada makanan, berarti masih menyusu pada induknya. Di bagian tubuh memang terlihat ada beberapa kejanggalan, tapi masih banyak dugaan penyebab kematiannya. Apakah karena rengge nelayan, setrum, atau konflik dengan hewan lain,” katanya.
Hasil pemeriksaan visum nanti yang akan membuktikan. Kami sudah melakukan pengecekkan lapangan, banyak kemungkinan, bahkan bisa jadi pesut itu menelan racun. “Tapi tidak bisa juga cepat disimpulkan, karena bayi itu masih menyusu,” sebutnya.
Menurut Danielle, kematian bayi pesut berada dikode 2, artinya baru terjadi dengan kondisi bagus dan sehat. Namun, yang harus diselidiki juga adalah jika bayi pesut mati induknya akan berada di sekitarnya, menjaga mayat anaknya. Namun, ketika ditemukan, bayi itu sendirian, tidak ada kawanan pesut lain.
“Makanya saya sebut misteri, ketika ditemukan sendiri. Ini yang saya tanya, kok bisa, padahal pesut itu masih bayi. Bisa juga, penyebab kematian karena faktor luar, sebab lemak yang terdapat pada tubuhnya menandakan bangkai itu bayi yang sehat,” jelasnya.
Baca juga: Pesut Mahakam Ditemukan Membusuk di Perairan Kutai Kartanegara
Sedih
Sebagai peneliti pesut, Danielle menegaskan populasi pesut di Sungai Mahakam sudah menipis. Berkisar antara 78 hingga 86 individu, pesut-pesut itu bahkan sudah sangat jarang ditemukan. Fenomena itu kemudian membuat Daniella berpikir, kemana pesut-pesut lain yang biasa bermain di Sungai Mahakam.
“Kami juga belum tahu siapa induknya. Sebelum ini kami turun ke lapangan untuk survei dan mengecek kondisi pesut-pesut. Kami heran, berhari keliling tapi tidak melihat satu pun. Tiba-tiba saja, dikabarkan ada bangkai,” ujarnya.
Danielle menyesali kematian itu, karena pihaknya belum sempat mendata dan melihat kelahiran-kelahiran pesut baru. “Kami terakhir survei Mei 2018, namun ketika itu, kami belum pernah melihat bayi pesut yang mati ini,” ujarnya.
Terkait masalah habitat di Hulu Mahakam, dia mengatakan, limbah dan sampah semakin menjadi. Pencemaran di Sungai Mahakam sudah selayaknya diatasi. Kematian bayi pesut ini merupakan pelajaran, agar aparat penegak hukum mau berpartisipasi dalam pengawasan lingkungan dan sungai yang merupakan habitat pesut mahakam.
“Kalau benar kematiannya karena setrum, penegak hukum harus bertindak. Kalau pencemaran air sungai, itu bukan hanya berdampak pada pesut, namun ke manusia juga. Apalagi masyarakat masih menggunakan air sungai sebagai penunjang aktivitas keseharian,” jelasnya.
Danielle berharap, tidak ada lagi kasus kematian bayi pesut di Sungai Mahakam. “Ini harus dicarikan solusi, jumlahnya semakin sedikit, jangan sampai punah,” pungkasnya.