Asian Games ke-18 yang digelar di Jakarta-Palembang, dari 18 Agustus hingga 2 September 2018, berjalan sukses. Termasuk, Palembang yang sukses membebaskan wilayahnya dari serangan kabut asap. Namun begitu, bebas kabut asap tidak berarti bebas titik api. Berapa jumlah titik api di Sumatera Selatan selama penyelenggaraan olahraga terbesar kedua di dunia setelah olimpiade ini?
Berdasarkan laporan harian BPBD Sumatera Selatan yang diikuti Mongabay Indonesia dari Sabtu (18/8/2018) saat pembukaan Asian Games, hingga penutupan pesta olahraga negara-negara Asia tersebut pada Minggu (02/9/2018), tercatat 104 titik panas atau hotspot. Namun, jumlah ini kemungkinan lebih besar karena pada Minggu (19/8/2018), disebutkan data hotspot dari LAPAN eror.
Berdasarkan patroli udara menggunakan helikopter, yang diteruskan pemadaman melalui water bombing, selama penyelenggaraan Asian Games di Palembang setiap hari ditemukan titik api atau fire spot di Sumsel. Meskipun, LAPAN melaporkan Sumatera Selatan (Sumsel) bebas titik panas pada 26 Agustus, 1, dan 2 September.
Berdasarkan hitungan Mongabay Indonesia dari laporan BPBD Sumsel, titik api yang dipadamkan melalui udara sebanyak 157 titik. Jumlah ini melampaui data hotspot LAPAN. Ke-157 titik api itu tersebar di OKI (77), Ogan Ilir (29), Banyuasin (27), Muba (9), Muaraenim (7), Palembang (7), dan OKU Timur (1).
Baca: Kaka, Badak Perlambang Energi dan Keramahan Asian Games 2018

Kabupaten yang setiap hari ditemukan titik api selama penyelenggaraan Asian Games adalah Ogan Komering Ilir (OKI). Artinya, selama Asian Games di Palembang berlangsung, saban hari helikopter melakukan water bombing di OKI.
Selanjutnya Kabupaten OI. Hanya pada hari penutupan Asian Games, Minggu (02/9/2018), tidak ada titik api yang dipadamkan. Kemungkinan besar selama tiga hari menjelang berakhirnya Asian Games sejumlah wilayah di Sumsel turun hujan.
Ironinya, kebakaran lahan juga terjadi di Jakabaring, Palembang, tak jauh dari Kompleks Olahraga Jakabaring, lokasi penyelenggaraan sejumlah canag olahraga Asian Games ke-18. Peristiwa terjadi pada Selasa (21/08/2018).
Baca juga: Asian Games 2018 Dimulai, Titik Api Masih Terpantau di Sumatera Selatan

Titik api di desa yang sama
Selama 16 hari penyelenggaraan Asian Games, ada sejumlah desa yang hampir setiap hari lahannya terbakar dan terpaksa dilakukan water bombing. Desa ini umumnya berada OKI, kabupaten yang menjadi prioritas restorasi gambut di Sumsel bersama Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin.
Misalnya, Desa Sungai Bungin yang berada di Kecamatan Pangkalan Lampam, OKI. Selama perayaan olahraga negara-negara Asia itu sudah 13 kali helikopter harus memadamkan api.
Masih di OKI, desa lainnya adalah Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji (10); Simpang Tiga, Kecamatan Tulungselapan (7); Pulau Beruang, Kecamatan Tulungselapan (5); Menangraya, Kecamatan Pedamaran (4); serta Perigi, Kecamatan Pangkalan Lampam (3).
Berikut data titik api yang dilakukan water bombing di Kabupaten OKI yang dicatat Mongabay Indonesia:
- Sabtu (18/8/2019): Desa Simpang Tiga, Telukgelam, Menang Raya, Desa Pulau Beruang, dan Desa Serimenang.
- Minggu (19/8/2018): Desa Lubuk Keliat dan Desa Terusan Jawa.
- Senin (20/8/2018): Desa Pulau Beruang, Sungai Bungin, dan Desa Perigi.
- Selasa (21/8/2018): Desa Pulau Beruang, Sungai Bungin, dan Sungai Sodong.
- Rabu (22/8/2018): Desa Sungai Bungin, Menangraya, Sungai Tepuk, Simpang Tiga, dan Perigi.
- Kamis (23/8/2018): Desa Sungai Tepuk, Ulakkemang, dan Sungai Bungin.
- Jumat (24/8/2018): Desa Petaling, Sungai Bungin, Sungai Sodong, Menangraya, Serinanti, dan Desa Pulau Gemantung Ulu.
- Sabtu (25/8/2018): Desa Petaling, Sungai Bungin, Sungai Sodong, Mesuji Raya, Menangraya, Pedamaran, Pulau Gemantung Ulu, Simpang Tiga, dan Mesuji Raya.
- Minggu (26/8/2018): Desa Sungai Bungin, Lubuk Ketepeng, Pulau Beruang, Simpang Tiga, Embacang Permai, dan Mesuji Raya.
- Senin (27/8/2018): Desa Sungai Sodong Mesuji, Sungai Bungin, Ujung Tanjung, Kayu Labu, dan Sungai Menang.
- Selasa (28/8/2018): Desa Sungai Sodong, Tanjung Ali Jejawi, Sungai Bungin, Kuro, Simpang Empat Jejawi, Ujung Tanjung, Simpang Tiga, dan Mesuji Raya.
- Rabu (29/8/2018): Desa Simpang Tiga, Sungai Sodong, Cengal, dan Perigi.
- Kamis (30/8/2018): Desa Pangkalan Lampam, Telukgelam, Sungai Sodong, Pulau Beruang, Ulakkemang, Perigi, dan Sungai Bungin.
- Jumat (31/8/2018): Desa Sungai Bungin, Sungai Sodong, Ulakkedondong, Simpang Tiga, dan Air Rumbai.
- Sabtu (01/9/2018): Desa Sungai Sodong dan Sungai Bungin.
- Minggu (2/08/2018): Desa Sungai Sodong, Cengal, dan Sungai Bungin.
Dari catatan Mongabay Indonesia, sebagian desa yang lahannya terbakar tersebut merupakan desa yang mendapat dampingan program restorasi gambut, baik yang dilakukan Badan Restorasi Gambut (BRG) maupun organisasi masyarakat sipil.

Kesuksesan tim pemadam
Fakta masih adanya titik api di desa yang selama ini menjadi target restorasi, menunjukan sebagian masyarakat atau pemilik lahan masih minim kesadaran untuk berkebun atau bertani tanpa membakar. “Kemungkinan lain, program yang dijalankan masih bersifat teknis seperti pembuatan sumur bor, sekat kanal, atau sebatas pelatihan atau pendidikan, atau juga program itu terlambat dijalankan sementara musim kemarau sudah datang,” kata Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi lingkungan dari UIN Raden Fatah Palembang, Minggu (02/9/2018).
“Apresiasi justru diberikan kepada tim pemadam, baik dari aparat sipil, meliter, dan kepolisian, perusahaan, dan masyarakat, yang mampu memadamkan api sehingga tidak meluas. Meskipun, setiap hari mereka menghadapi puluhan titik api,” lanjutnya.
Menurut Yenrizal, Asian Games 2018 bebas asap merupakan bukti kerja tim pemadam kebakaran hutan dan lahan. “Tapi, soal kesadaran masyarakat atau pemilik lahan untuk tidak membakar dalam usaha pertanian dan perkebunan tampaknya perlu dikaji ulang,” ujarnya.
Dian Maulina, akademisi dan aktivis pemberdayaan masyarakat, mengatakan sejak 2000-an awal, persoalan di masyarakat atau kaum tani di desa yang rawan kebakaran hutan dan lahan adalah sama. Yakni, kesulitan mengelola lahan pertanian dan perkebunan tanpa membakar.
“Kenapa? Karena mereka minim teknologi dan pengetahuan terkait pengelolaan lahan tanpa bakar, plus ditambah besarnya biaya. Jadi, meskipun diancam dipenjara, mereka akan terus berusaha membakar lahannya agar dapat bertani dan berkebun. Itu faktanya,” terangnya.
Jika ke depan kita bebas dari kebakaran hutan dan lahan, selain mengontrol perilaku pelaku usaha terkait perkebunan dan hutan, juga memastikan para petani memiliki teknologi, pengetahuan, dan dukungan biaya dalam mengelola lahan tanpa bakar.
“Ini sebenarnya sudah didiskusikan beberapa tahun lalu, tapi entah kenapa pemerintah terlihat berat memenuhi atau mendorongnya ke arah tersebut,” tandasnya.