Anda masih ingat Amirah? Anak gajah sumatera yang kakinya hampir putus akibat kena jerat di hutan Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie, Aceh, pada 3 Mei 2018 lalu, telah tiada.
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) betina usia 15 bulan itu, empat bulan terakhir dirawat di Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Kabupaten Aceh Besar. Mahout dan dokter hewan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Aceh beserta tim dokter dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala sempat gembira saat luka di kaki Amirah berangsur membaik.
Namun, rasa bahagia itu tidak lama. Meski kondisi kakinya menunjukkan perkembangan positif akan tetapi, berat tubuh Amirah tidak kunjung bertambah.
“Kadang berat badannya naik lima kilogram, tapi setelah itu turun lagi. Akhirnya, tim memutuskan untuk memeriksa darah,” jelas Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo, Senin (24/9/2018).
Hasil pemeriksaan menunjukkan Mey, pangilan sayang Amirah, mengalami gangguan ginjal dan hati. Hal tersebut berdasarkan parameter SGPT dan Bilirubim serta Blood Urine Nitrogen (BUN) yang jauh di atas normal.
“Tim dokter dan mahout telah melakukan berbagai cara untuk merawat Mey, bahkan berusaha memberikan makanan yang disukainya. Dokter juga memberikan suplemen dan obat, namun kondisinya tidak stabil,” ungkapnya.
Baca: Akibat Jerat Pemburu, Kaki Anak Gajah Ini Nyaris Putus
Sapto menambahkan, tim dokter dan mahout terus memantau kesehatan Mey, secara intensif, seminggu sebelum kematiannya. Anak gajah ini juga menderita diare parah yang diduga akibat komplikasi penyakit yang diderita.
“Pada 23 September 2018, Mey sudah tidak bisa berdiri dan sangat lemas. Dokter dan mahout terus berupaya merawatnya, termasuk memberi infus dan perawatan lain. Namun, setelah berusaha 12 jam, nyawa Mey tidak tertolong. Senin, 24 September 2018, Mey pergi untuk selamanya. Kami sangat berduka dan kehilangan anak gajah tanpa induk ini,” jelasnya.
Sebelum dikubur, nekropsi dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti kematiannya. Tim dokter mengambil beberapa sampel organ dalam. “Saat melihat luka kakinya sembuh, saya sangat berharap Mey tumbuh dewasa seperti gajah-gajah lain yang saat ini dirawat di PLG Saree. Kami telah melakukan yang terbaik, tapi keadaan berkata lain,” terang Sapto.
Gajah betina kena jerat
Sementara itu, di Kecamatan Birem Bayeun, Kabupaten Aceh Timur, satu individu gajah betina liar terluka akibat jerat. Gajah yang terluka kaki kiri depannya ini baru ditemukan pada 19 September 2018, setelah dilakukan pencarian dua minggu.
Kondisinya sangat lemas. Tim dokter dari BKSDA Aceh, dokter hewan dari Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (VESSWIC) dibantu tim Forum Konservasi Leuser (FKL) dan WCS merawatnya di lokasi.
“Gajah betina berumur sekitar 40 tahun ini sudah tidak mungkin dievakuasi karena kondisi sudah rebah. Jalur ke lokasi pun sangat tidak memungkinkan untuk dilewati kendaraan,” ujar Sapto.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan luka itu sudah infeksi. Gajah ini juga menderita anemia berat, hemoglobin rendah, kekurangan nutrisi, serta mengalami gangguan fungsi ginjal dan hati. “Menurut tim dokter, luka akibat jerat tidak mengkhawatirkan namun penyakit yang dideritanya itu harus diwaspadai,” jelasnya.
Field Manger Forum Konservasi Leuser (FKL), Hidayat Lubis menyebutkan, saat gajah ditemukan, di kakinya masih terdapat jerat tali nilon sebesar ibu jari tangan orang dewasa. “Kami perkirakan, jerat ini dipakai untuk menangkap harimau,” ujarnya.
Lubis mengatakan, tim terus memantau perkembangannya. “Semoga kondisinya segera pulih dan kembali ke hutan,” tutur mantan Koordinator Conservation Response Unit (CRU) Peusangan itu.
Berdasarkan data BKSDA Aceh, dari Januari hingga September 2018, ada lima individu gajah yang mati. Tiga individu merupakan gajah yang berada di bawah perawatan BKSDA Aceh. Selain Amirah, dua gajah jinak lain yang mati adalah Bunta dan gajah di CRU Mila, Kabupaten Pidie.
“Gajah jinak di CRU Mila, diperkirakan mati akibat minum air sungai yang mengandung racun. Laporan yang kami terima di sungai itu sering ada yang menangkap ikan menggunakan racun,” ujar Sapto.
Dua individu yang mati lainnya berlokasi di PT. Bumi Flora, Desa Jambo Rehat, Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur (12 Juli), dan di Desa Cek Mbon, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur (9 Agustus).