Komitmen negara-negara peserta Our Ocean Conference (OOC) 2018 yang akan digelar pada akhir Oktober ini di Bali, akan dipantau ketat oleh Indonesia yang berperan sebagai tuan rumah sekaligus pemimpin isu kelautan di dunia. Pemantauan itu, bahkan akan dilakukan dengan langsung melakukan pelacakan (tracking) ke negara-negara yang menyatakan berkomitmen.
Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat memberi keterangan resmi di Jakarta, Rabu (17/10/2018). berkaitan dengan pelaksanaan konferensi internasional OOC 2018. Keduanya sepakat, OOC 2018 harus menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia dan dunia internasional dalam menangani sumber daya laut.
“Indonesia sudah menyatakan bahwa laut adalah masa depan bangsa. Begitu juga dengan dunia internasional, saat ini tak bisa lagi mengabaikan laut dengan segala permasalahannya. Bumi ini, 70 persen lebih merupakan lautan,” ucap Susi.
Sebagai konferensi internasional yang membahas isu laut, lanjutnya, OOC 2018 menjadi sangat penting, bagi negara kepulauan yang memiliki wilayah laut luas. Namun juga, OOC berharga untuk negara-negara besar dan maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang. Konferensi tersebut, menjadi ajang pemantauan sekaligus evaluasi kondisi laut dunia dan perkembangan ekononomi maritim internasional.
baca : Akselerasi Perlindungan Laut untuk Kesejahteraan Masyarakat, Seperti Apa?
Menurut Susi, karena pentingnya pemantauan secara langsung, OOC menjadi konferensi unik dan berbeda dibandingkan dengan konferensi internasional lainnya yang sudah diselenggarakan. Biasanya, jika dalam konferensi biasa, komitmen antar negara peserta diwujudkan dalam penandatangan nota kesepahaman (MoU), maka hasil itu akan berbeda jika berlangsung pada OOC.
“OOC akan menghasilkan komitmen nyata, dan bukan sekedar lagi perjanjian kerja sama,” ujarnya.
Untuk memastikan setiap komitmen yang dijanjikan masing-masing negara, Susi mengatakan, Indonesia akan menagih setiap negara setelah penyelenggaraan konferensi selesai. Komitmen tersebut, bisa mencakup bagaimana memajukan, melindungi laut, dan bagaimana menyampaikan isu yang berkaitan dengan laut.
Mekanisme Pelacakan
Agar semua janji itu bisa dipantau, Susi menyebutkan, dalam penyelenggaraan OOC 2018 nanti akan dibuat sistem mekanisme pelacakan (tracking mechanism system). Sistem itu dibuat untuk mengukur dan mengontrol sejauh mana komitmen yang dijanjikan negara peserta untuk bisa diterapkan dalam aspek kehidupan di negara tersebut.
Dengan kata lain, Susi menegaskan bahwa Indonesia tidak ingin konferensi yang dilaksanakan nanti hanya akan menghasilkan pembicaraan saja tanpa ada realisasi. Implementasi menjadi sangat penting, karena laut membutuhkan perhatian dari semua negara dan tindakan penyelamatan untuk ekosistem dan sumber daya alam yang ada di dalamnya.
“Our Ocean Conference 2018 ini betul-betul men-tracking delivery. Indonesia ingin mencapai 20 juta hektar (kawasan konservasi perairan) pada 2020. Sudah janji, kita akan mengkonservasi laut kita,” tuturnya.
baca juga : Tahun 2020, Pemerintah Targetkan 20 juta Hektar Kawasan Konservasi Perairan dan Laut
Selain pengelolaan laut secara signifikan, Susi juga menyebutkan, dalam OOC nanti akan dibahas tentang perkembangan ekonomi kemaritiman yang mencakup di dalamnya tentang ekonomi biru (blue economy) yang sedang dikampanyekan dunia saat ini. Isu tersebut sengaja dimunculkan, untuk mewujudkan perikanan berkelanjutan (sustainable fisheries).
“Menjaga sumber daya laut untuk tetap ada dan terus produktif sebagai food security, kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Sementara, tentang isu keamanan maritim (maritime security) yang juga akan dibahas dalam OOC 2018, menurut Susi, menjadi isu penting karena di masa mendatang, perang antar negara itu bukan lagi sekedar tentang isu politik. Melainkan, lebih ke perebutan sumber daya air dan makanan yang keberadaannya di dunia terus berkurang.
Dengan menjadi tuan rumah OOC 2018, manfaat besar juga akan diterima Indonesia. Hal itu, kata Susi, terutama berkaitan dengan implementasi ekonomi biru yang berkelanjutan dan berbagai rencana aksi lainnya yang akan dicanangkan nanti. Itu semua, akan memberi manfaat ekonomi kelautan dan mencegah kerusakan laut secara bersamaan.
“Keuntungannya memang tidak bisa dilihat satu hari untung 10 perak. Ya bukan begitu. Tapi secara environment, secara blue economy principle, dan sustainability, sumber daya laut kita akan terjaga. Kita ingin memastikan bahwa sumber daya laut ini ada, produktif, sehat, revitalize the world,” tegasnya.
baca juga : Indonesia Kampanyekan Perikanan Berkelanjutan untuk Dunia, Seperti Apa Itu?
Satu hal lagi, menurut Susi, pelaksanaan OOC juga menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia, karena bukan saja gelaran tersebut kali pertama dilaksanakan di Indonesia, namun juga ada isu-isu penting dunia lain yang dibahas di dalamnya. Termasuk, pembahasan isu perubahan iklim (climate change) yang saat ini sedang menjadi isu utama di dunia.
Susi mengatakan, isu perubahan menjadi sangat penting, karena itu memengaruhi kondisi bumi secara keseluruhan. Dia kemudian mencontohkan, akibat suhu bumi yang terus naik, es yang membeku di kutub utara dan selatan mulai mencair. Jika itu terus terjadi, maka permukaan air laut juga akan terus meninggi dan mengancam keberadaan pulau-pulau kecil.
“Climate change itu merugikan semua orang. Keuntungan kita apa mencegah climate change? Luar biasa. Nilai uangnya tidak terkira,” tandasnya.
baca : Begini Seruan Indonesia Atasi Dampak Perubahan Iklim untuk Negara Kepulauan di Dunia
Investasi Diplomasi
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang duduk di samping Susi Pudjiastuti, berkali-kali mengamini melalui bahasa tubuh yang dia tunjukkan. Menurutnya, kepemimpinan Indonesia yang saat ini diakui dunia untuk isu kelautan dan kemaritiman, bukan datang dalam waktu singkat. Akan tetapi, itu sudah dimulai prosesnya sejak lama melalui forum-forum internasional.
Menurut Retno, langkah Indonesia tersebut memang menjadi catatan indah dan layak untuk diapresiasi oleh warganya sendiri. Pasalnya, dia berkeyakinan, pengakuan dunia kepada satu negara, itu salah satunya berasal dari kontribusi negara tersebut pada dunia. Tanpa memberikan sumbangsih, dia sangat yakin Indonesia akan dilupakan dan tidak diingat oleh dunia.
“Apalagi, Indonesia masuk dalam kelompok negara G20. Sudah saatnya Indonesia memberikan suaranya untuk dunia. Tunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia itu ada. Tak hanya itu, dari sisi diplomasi, Indonesia bicara masalah laut, berarti juga sedang membicarakan masalah sendiri,” tuturnya.
Retno kemudian menambahkan, rekam jejak Indonesia dalam diplomasi di dunia internasional memang sudah diakui dunia. Termasuk, dalam isu perdamaian dunia yang selalu memunculkan nama Indonesia sebagai negara yang berhak berbicara. Untuk itu, dia menilai, diplomasi kelautan dan kemaritiman menjadi investasi besar bagi Indonesia untuk masa mendatang.
“Penyelenggaraan OOC ini merupakan satu tindakan konkret Indonesia untuk menunjukkan our legacy, our ocean issues atau our ocean related issues,” ungkapnya.
baca juga : Makin Diperhatikannya Isu Laut untuk Penanganan Perubahan Iklim
Diketahui, Kemenlu dan KKP akan menjadi tuan rumah bersama untuk Indonesia dalam penyelenggaraan OOC 2018. OOC 2018 menjadi penyelenggaraan yang kelima dan Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang menjadi tuan rumah. Pada OOC 2018, setidaknya sudah ada 6 kepala negara dan pemerintahan, 32 menteri, dan 1.696 delegasi yang menyatakan kehadirannya.
Untuk isu yang dibahas pada OOC 2018, baik KKP maupun Kemenlu menjelaskan ada enam bidang aksi yang akan diusung, yaitu perikanan berkelanjutan (sustainable fisheries), kawasan lindung laut (marine protected area), pencemaran laut (marine pollution), perubahan iklim (climate change), ekonomi biru berkelanjutan (sustainable blue economy), dan keamanan maritim (maritime security).
Kedua menteri berharap, komitmen yang akan muncul dari OOC 2018, akan diusulkan kepada United Nation Ocean Conference untuk dimasukkan dalam SDG’s 14, Sustainable Development Knowledge Platform.