Siang itu, kala matahari tepat berada di atas kepala. Nafsi Al Husna, salah satu wisatawan yang datang rombongan bersama keluarganya, sedang asyik menikmati pemandangan Gunung Merapi. Dia berswafoto di sekitar wisata bungker Kaliadem dari sisi lereng selatan. bungker ini berada di Dusun Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dari Kota Yogyakarta, tempat wisata di kawasan Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ini berjarak kurang lebih satu jam perjalanan jika menggunakan kendaraan roda empat. Untuk sepeda motor bisa lebih cepat.
Namun, kalau membawa kendaraan sendiri, wisatawan tidak diperbolehkan sampai ke bungker. Hanya diperbolehkan sampai Desa Kinaharjo saja, selanjutnya perjalanan dilakukan dengan menyewa jip yang bisa memuat enam orang, sewa trail, ataupun naik ojek.
“Wih, di sini panas, tapi hawanya sejuk. Menyenangkan. Sekilas pemandangannya seperti Gunung Fuji di Jepang,” ujar Nova, panggilannya, sembari menunjuk ke puncak Gunung Merapi yang dari kejauhan terlihat mengeluarkan kubah lava.
baca : Mengungkap Keragaman Hayati Gunung Merapi Melalui Fotografi
Tidak puas di situ. Nova bersama keluarga juga penasaran dengan sebuah bangunan di bawah tanah. Biasa dikenal dengan bungker Kaliadem, bentuk ruangannya setengan lingkaran. Konon ada suara tangisan gaib setiap sore. Maklum, dulunya bungker itu digunakan sebagai tempat sembunyi di saat lahar panas menurun. Ada dua relawan meninggal ketika mengungsi di dalam bungker yang tidak ada lampunya itu.
Para wisatawan lokal maupun mancanegara dipandu seorang pramuwisata bergantian menuruni beberapa anak tangga untuk melihat bangunan tua yang sudah ada sejak era kolonial. Bangunan ini merupakan salah satu bangunan menjadi saksi bisu erupsi Gunung Merapi.
Pintu utamanya terbuat dari baja dengan memiliki ketebalan kurang lebih 15 cm. Di dalam ruangan itu juga masih terdapat sisa-sisa material merapi.
baca juga : Mengamati Burung dari Lereng Merapi
Sementara itu, di atasnya ada lapisan batu dan pasir vulkanis. Sewaktu-waktu, jika Gunung Merapi mengalami erupsi kembali, orang-orang di sekitar bungker Kaliadem bisa dievakuasi ke dalam.
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, kondisi Gunung Merapi yang berstatus Waspada atau level II tersebut masih aman terkendali. Tak ada peningkatan yang signifikan. Radius aman dari puncak Gunung Merapi masih tiga kilometer, sementara itu tempat-tempat wisata di sekitar lereng masih berjarak antara lima sampai tujuh kilometer dari Puncak Gunung Merapi.
Untuk itu, aktivitas pengunjung masih normal, termasuk penambangan pasir juga terlihat dari kejauhan.
menarik dibaca : Begini Cara Desa Umbulharjo Hadapi Bencana Merapi
Banyak Atraksi
Banyak atraksi wisata di tawarkan di Gunung Merapi, salah satunya yaitu offroad bersama jeep melewati bebatuan dan pasir bekas lahar panas. Banyak warga yang menawarkan persewaan jip dari pintu masuk. Ketika naik jip di Gunung Merapi, wisatawan diwajibkan memakai helm yang sudah disediakan pemandu perjalanan agar keamanan terjaga. Selain itu, banyak pula warga membuka persewaan motor tril dan juga menawarkan jasa ojek.
Gunung Merapi memang memberikan keberkahan bagi warga sekitar. Selain banyak warga yang menawarkan jasa persewaan kendaraan juga banyak yang berjualan di sekitarnya. Toko-toko yang menjual aneka oleh-oleh khas, seperti kaos, sangat mudah ditemukan.
Namun, terlepas dari itu, soal kebersihan di kawasan wisata Kaliadem kurang begitu terjaga. Masih banyak sampah yang terbuang tidak pada tempatnya, sehingga membuat keindahan Gunung Merapi terganggu.
baca juga : Belajar dari Letusan Sileri, Begini Berwisata Aman ke Kawah Gunung
Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta, tentu masih membawa bekas dan belum sepenuhnya hilang dari ingatan. Terutama tentang sang juru kunci legendaris, Mbah Maridjan. Juga puluhan nyawa korban lain akibat kiriman awan panas ketika Gunung Merapi meletus pada Oktober 2010 silam.
Itu tentu bukan pertama kalinya. Dalam catatan modern, gunung aktif setinggi 2.930 mdpl tersebut sudah mengalami erupsi setiap dua sampai lima tahun sekali. Sejak 1548 Gunung Merapi sudah meletus sebanyak 68 kali.
Proses pembentukan Gunung Merapi sudah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989. Salah satunya Berthomier, sarjana asal Perancis.
Pada Juni 2006, Gunung Merapi kembali meletus. Begitu juga pada Oktober 2010. Terakhir, tahun ini aktivitas vulkanik Gunung Merapi kembali terjadi. Dia mengeluarkan suara gemuruh disertai asap membumbung tinggi hingga 5.500 meter ke udara akibat letusan freatik.
Taman Nasional
Pada 2004, kawasan hutan di sekitaran puncak Gunung Merapi dialihfungsikan menjadi kawasan TN Gunung Merapi melalui SK Menhut No.134/2004. Hal itu berawal dari usulan Pemerintah Daerah DIY, dengan tujuan menaikkan status beberapa kawasan konservasi yang ada di merapi berupa Cagar Alam, Taman Wisata, dan Hutan Lindung.
Pemerintah setempat menganggap bahwa status Taman Nasional mampu mengakomodir kebutuhan dana pengelolaan kawasan konservasi yang terbatas. Juga supaya manajemen kawasan konservasi bisa dikelola di bawah satu payung.
Gunung Merapi pernah mengalami kerusakan tanaman hutan seluas 2.400 hektare pada 2010 akibat terjangan awan panas dan material vulkanik saat erupsi. Sebelumnya hutan ini dikelola beberapa instansi berbeda, di antaranya yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY, Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, Perum Perhutani Wilayah 1 Surakarta Provinsi Jawa Tengah, dan Perum Perhutani wilayah Kedu Utara Jawa Tengah.
Menurut pendataan TN Gunung Merapi, kurang lebih sebanyak 154 jenis tumbuhan yang hidup di sana.
Menikmati perjalanan ke kaki Gunung Merapi bisa mengingatkan perlunya kita sadar bencana sekaligus menjaga kekayaan alam di dalam kawasannya.