Indonesia memperlihatkan pengaruhnya kepada dunia untuk mengatasi persoalan kelautan dan perikanan yang saat ini ada. Di antara yang menjadi sorotan, adalah persoalan polusi lautan yang berasal dari berbagai persoalan seperti sampah plastik, pencemaran lingkungan dari kilang minyak, dan juga persoalan sektor perikanan yang menjadi mata pencaharian utama wilayah pesisir.
Sebagai pemimpin dunia untuk isu tersebut, Indonesia memperlihatkan ketegasannya dengan mengajak semua negara di dunia untuk melawan dan mengatasinya secara bersama. Presiden Joko Widodo dengan tegas meminta semua negara dan semua pihak yang berkaitan untuk terus meningkatkan kepeduliannya.
Saat membuka konferensi internasional Our Ocean Conference 2018 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, 29-30 Oktober lalu, Presiden tanpa ragu menyebutkan bahwa persoalan di laut harus dikerjakan secara bersama dan bergandengan tangan. Tanpa itu, dia pesimis persoalan yang ada di laut bisa diselesaikan dan dicarikan jalan keluar.
“Kerja sama dan kolaborasi, kita butuh kerja sama global untuk sustainable development goals,” tegasnya.
baca : Jokowi: Jangan Terlambat Berbuat untuk Laut Kita
Sedangkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, seusai pembukaan, mengatakan persoalan yang ada di laut tidak hanya cukup diselesaikan dengan hukum internasional atau hukum negara bersangkutan. Melainkan, perlu upaya diplomasi yang sangat baik agar persoalan apapun bisa diselesaikan.
Dia melihat, persoalan Indonesia untuk saat ini dan yang akan datang masih akan terus berkutat pada penangkapan ikan ilegal dan juga persoalan batas wilayah laut dengan negara lain. Hingga sekarang, persoalan itu masih terus muncul, meski berbagai upaya juga telah dilakukan Indonesia untuk menertibkannya.
Sementara, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, sampai kapanpun Indonesia akan terus melawan setiap persoalan yang ada di laut. Bukan saja melawan, tetapi terus ada penyelesaian yang tegas untuk setiap persoalan di laut. Namun, dia tetap berharap persoalan bisa terus menurun seiring berjalannya waktu.
“Kita ini bangsa maritim, sudah harus siap untuk menghadapi persoalan di laut. Tidak boleh diam saja,” tegasnya.
baca juga : Menakar Komitmen Global Penyelamatan Samudera Dunia pada OOC 2018
Laut untuk Dunia
Ajakan untuk merawat dunia melalui laut, juga disuarakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam sesi side event, dia meminta semua negara ikut serta untuk merawat laut yang saat ini menguasai 70 persen wilayah dunia. Salah satu yang bisa dilakukan, adalah dengan meningkatkan kepedulian dan saling mengingatkan antara satu dengan warga dunia yang lain.
“Saya berterima kasih pada semua negara karena mau hadir di sini. Tapi, konferensi ini bukan semata untuk berbicara saja, tapi juga mengajak untuk berkomitmen dan mengimplementasikannya sepulang dari sini,” jelasnya.
Tentang kerja sama dengan negara lain, menurut Luhut itu menjadi penting, karena berbagai masalah yang ada di laut itu tidak bisa diselesaikan oleh satu negara saja. Mengingat, lautan itu bersatu dan tidak bisa dipisahkan, walau ada aturan internasional berupa batas wilayah laut. Untuk itu, dibutuhkan identifikasi dan pemecahan masalah secara bersama.
“Kita harus bekerja bersama, aksi kolektif dalam penelitian, teknologi, inovasi, kebijakan, pembiayaan, dan berbagi pengetahuan. Itu harus dilakukan untuk bisa mendapatkan hasil nyata,” ucapnya.
Untuk bisa menang dalam pertarungan melawan polusi di laut, Luhut juga mengingatkan kepada semua negara bahwa itu tak hanya semangat yang tinggi saja, namun membutuhkan kebijakan dan regulasi yang tegas dan konsisten.
baca juga : Inilah Sejumlah Komitmen OOC 2018 untuk Menyelamatkan Lautan
Selama gelaran OOC 2018 berlangsung, Luhut memperlihatkan perhatiannya pada isu-isu seperti polusi laut dan perubahan iklim. Kedua isu itu, dinilainya menjadi sangat penting dan relevan dengan kondisi terkini. Hampir semua negara saat ini sudah merasakan dampak dari dua permasalahan tersebut dan berusaha keras untuk mencari solusi yang tepat dan bijak dalam mengatasinya.
Untuk polusi laut, Luhut melihat bahwa itu sudah menjadi persoalan krusial yang harus ditangani dengan cepat dan dilakukan bersama. Persoalan itu, tak hanya akan mengotori laut dengan berbagai macam pencemaran lingkungan saja, tapi juga akan merusak ekosistem laut yang selama ini menjadi habitat bagi biota laut.
“Jika sudah mengalami kerusakan, maka terumbu karang juga akan terancam rusak. Jika itu sudah terjadi, maka ikan-ikan juga terancam tidak akan ada lagi. Semua itu terjadi karena polusi laut. Mari kita tangani bersama,” jelasnya
Untuk persoalan perubahan iklim, Luhut juga menyebutkan bahwa itu menjadi hal yang ditakuti oleh semua negara. Tak hanya di darat, dampak dari perubahan iklim juga akan terjadi di laut. Untuk itu, dia kembali mengajak semua negara untuk bisa meningkatkan kepeduliannya untuk bergerak bersama menjaga laut dan lingkungan agar bisa terbebas dari perubahan iklim.
Dengan bergandengan tangan, Luhut meyakini persoalan yang berat, termasuk perubahan iklim, bisa diatasi. Hal itu, karena inisiatif dari setiap negara bisa memetakan persoalan yang sebenarnya dan kemudian mencari jalan keluar dari persoalan tersebut. Bagi dia, penyelamatan harus dilakukan karena laut juga berperan dalam ekonomi dunia dan sangat vital perannya.
“Tanpa laut, alur perdagangan tidak akan bisa berjalan lancar. Begitu juga, tanpa laut, banyak pasokan kebutuhan pangan tidak akan bisa dilakukan. Jadi, laut berperan sangat penting. Terlebih, semua negara di dunia ikut berperan dan menikmati perdagangan ikan dunia,” tegas dia.
menarik dibaca : Laut adalah Warisan Kita. Masa Warisan Dikotori?
Perubahan Iklim
Untuk mengatasi isu perubahan iklim, Luhut menyebut bahwa Indonesia bisa menjadi rujukan secara global. Hal itu, berkaitan dengan banyaknya bencana yang terjadi di Indonesia, baik di darat dan juga di laut. Fakta itu bisa menjadikan Indonesia sebagai laboratorium bencana alam yang memberikan banyak pandangan dan solusi untuk masalah perubahan iklim.
Luhut kemudian menyebutkan, sepanjang 2017 tercatat ada 1.589 bencana alam yang terjadi di Indonesia. Fakta itu, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling sering mengalami bencana alam. Walau itu bukan kabar baik, namun pengalaman tersebut bisa membawa Indonesia untuk membagikan pengalamannya kepada negara lain.
“Perubahan iklim itu mempercepat laju bencana alam. Kami, negara pulau dan kepulauan harus bisa mencari solusi untuk mengatasi persoalan ini. Satu-satunya jalan yang bisa diambil, adalah dengan bergandengan tangan antara satu negara dengan negara lain,” tegasnya.
Momen OOC 2018, bagi Luhut, menjadi momen yang tepat dan pas untuk merekatkan kerja sama tersebut untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi di laut, termasuk juga di darat. Ini juga menjadi tempat untuk menghasilkan ide-ide baru, dikumpulkannya sumber daya bersama, dan mempertemukan persamaan kita.
Sementara itu Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamuri Poerwadi menjelaskan, persoalan polusi di laut memang tak bisa lagi dianggap sebagai persoalan enteng yang bisa diselesaikan dengan sebelah mata. Menurutnya, justru saat ini polusi sudah menunjukkan ancaman sangat serius.
“Beruntung, saat ini semua negara bergandengan tangan untuk mengatasi persoalan itu. Kita juga bisa muncul sebagai salah satu leader untuk isu ini, karena memang kita sekarang konsen untuk menegakkan kedaulatan di laut dan membersihkan laut dari pencemaran lingkungan,” tuturnya.
***
Keterangan foto utama : Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam pembukaan Our Ocean Conference di Nusa Dua, Bali pada Senin (29/10/2018). Foto : Oji/Humas Setkab/Mongabay Indonesia