Konflik antara manusia dengan harimau sumatera masih terjadi di empat kawasan hutan di Sumatera Utara. Wilayah tersebut adalah kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat; kawasan hutan lindung Bukit Barisan di Kabupaten Labuhan Batu Utara dan Labuhan Batu Selatan; kawasan Suaka Margasatwa Dolok Surungan; dan kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG).
Apa sumber pertikain tersebut? Mongabay Indonesia bekerja sama dengan Forum HarimauKita, telah melakukan wawancara ke berbagai pihak di lokasi tersebut, juga ke pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dari Desa Timbang Lawan, Bahorok, Langkat, Mawati Sitomorang (53), seorang guru mengatakan pernah melihat langsung harimau sumatera dekat ladang sawit di sekitar penyangga hutan Leuser. Tepatnya, di Selang Pangeran. Hutan Leuser yang dijamah manusia, membuat makanan harimau tidak ada lagi, sehingga kucing besar ini turun ke desa dan memangsa ternak.
“Kerja maksimal harus dilakukan pemerintah beserta tindakan penyelamatan. Harus ada solusi,” jelasnya.
Mawati Sitomorang dan warga lain yang tinggal di sekitar empat kawasan habitat harimau menyatakan, satwa ini tidak akan masuk permukiman warga jika pakannya di hutan masih ada.
Faktor lain, menurut 20 warga yang diwawancarai, jika di suatu kampung ada kejahatan harimau akan menampakkan diri, sebagai peringatan. Warga percaya akan kondisi ini.
“Saya pernah mendengar ada harimau Timbang Lawan, Bahorok yang diberi gelar Datok Landak. Ini dipercaya masyarakat sampai sekarang,” ungkap Amru, Kepala Desa Timbang Lawan.
Baca: Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China
Apakah masyarakat dan pihak yang diwawancarai setuju, harimau yang masuk perkampungan dibunuh? Bila harimau sumatera punah, apa dampaknya?
Muhammad Afrizal Hasibuan, pelajar SMP kelas 2 di Labuhan Batu Utara, mengatakan harimau sumatera penting untuk dilindungi. Menurut dia, harimau jangan dibunuh. Setidaknya jika masuk perkampungan, diusir menggunakan bunyian keras, memalai obor bambu, dan sebagainya.
Remaja ini memberi pandangan, jika harimau masih ada, kita bisa melihat langsung di habitat aslinya, bukan di kebun binatang. “Saya rasa, harimau sumatera harus dilindungi dan jangan dirusak habitatnya. Bagi pemburu, hukum gantung saja kalau berhasil ditangkap,” terangnya.
Baca: Harimau Luka Kena Jeratan Terjebak di Kolong Ruko…
Anzani Akbar, pemuda yang aktif kampanye perlindungan hutan lindung di Labuhan Batu Utara mengatakan, harimau sumatera penting dilindung dan dilestarikan. Rantai ekosistem tetap terjaga dengan keberadaan satwa ini. “Pemerintah harus memperhatikan hutan yang menjadi habitat harimau sumatera,” jelasnya.
Sedangkan Maskota Munthe, ibu pengusaha perkebunan sawit di Kabupaten Labuhan Batu Selatan menuturkan, sejak nenek moyang, harimau sumatera hidup berdampingan dengan manusia. Tidak saling mengganggu. Saat ini, sudah langka.
“Keuntungan jika satwa ini masih ada, dapat dilihat generasi penerus bangsa. Bila punah, kita akan sangat rugi, hanya menyisakan cerita,” ujarnya.
Baca juga: Takut Berseteru dengan Harimau, Masyarakat Desa Ini Pilih Tidak Beternak
Dilindungi
Edward Sembiring, Kepala Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PamGakkum) Wilayah Sumatera KLHK mengatakan, harimau sumatera adalah satwa liar yang langka dan dilindungi undang-undang. Tidak boleh dimanfaatkan baik hidup atau mati, bagian tubuhnya.
Pihaknya terus berupaya melindungi dari ancaman kepunahan. Jangan sampai terjadi sebagaimana harimau jawa dan harimau bali. UU KSDAE Nomor 5 Tahun 1990 tetap dijalankan sebagai wujud penegakan hukum.
“Termasuk menjaga habitatnya, karena sebagai satwa kunci perannya sangat penting bagi lingkungan. Gakkum tidak ingin memenjarakan masyarakat, tetapi memberi efek jera. Pedagang dan jaringan lebih besar merupakan target utama untuk dibekuk.”
Edward menjelaskan, banyak keuntungan bila harimau sumatera tetap hidup karena fungsinya sebagai top predator atau pemangsa puncak. Bila harimau habis satwa di bawahnya akan membludak, seperti babi hutan, yang akan memunculkan konflik baru.
“Beberapa tahun terakhir, kami banyak membongkar jarigan perdagangan satwa liar khususnya harimau sumatera, mulai dari pemburu hingga pedagang. Namun di pengadilan, hukumannya belum maksimal. Revisi UU 5/1990 harus segera dilakukan agar ada efek jera bagi pelaku kejahatan,” tandasnya.