Gajah di Pesisir Timur Sumsel Tetap Berkembang Meski Habitatnya Terancam

 

Bentang alam pesisir timur Sumatera Selatan, yang terhampar dari Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, hingga Musi Banyuasin, sejak ratusan tahun lalu merupakan habitat gajah sumatera yang hidup di lahan basah. Setelah bentang alam ini mengalami perubahan, apakah gajah bertahan?

Kabar baik. Saat ini masih bertahan seratusan gajah liar dan jinak di pesisir timur Sumatera Selatan. “Bahkan, sebagian gajah jinak maupun liar melahirkan keturunan,” kata Jumiran, Kepala Resort Konservasi Wilayah XV PLG (Pusat Latihan Gajah) Padang Sugihan, Jumat (14/12/2018).

Een seekor gajah betina di PLG Padang Sugihan, melahirkan dua anak dalam tiga tahun terakhir. Pada 2015, dia melahirkan gajah jantan diberi nama Azis. Pada 2018 ini, dia melahirkan gajah betina yang belum diberi nama. Empat anak gajah lainnya, yang usianya di bawah tiga tahun, adalah Keenan, Maddie, Genman, dan Bela. “Een melahirkan lagi sangat mengejutkan kami, apalagi masih menyusui Azis,” ujar Jumiran.

Hadirnya enam anak gajah itu membuat jumlah gajah jinak di PLG Padang Sugihan menjadi 31 individu.

Baca: Kisah Topan, Gajah Sumatera Korban Kebakaran Hutan yang Beranjak Dewasa

 

Tulus (depan) dan Topan (belakang) merupakan gajah yang berada di SM Padang Sugihan Sebokor. Foto: Nopri Ismi

 

Sementara gajah liar di pesisir timur Sumatera Selatan, berdasarkan pantauan Jumiran dan para pawang diperkirakan mencapai 152 individu yang terbagi beberapa kelompok. Kelompok Cengal (27 individu), Penyambungan (40 individu), Sebokor (11 individu), Jalur 23 (39 individu), dan kelompok Lebong Hitam (31 individu). Sementara kelompok Karangagung dan Lalan jumlahnya diperkirakan empat individu.

Kehadiran anak gajah ini juga berhasil dipantau tim film dokumenter INFIS yang bekerja sama dengan CIFOR, lembaga penelitian, melakukan pengambilan gambar gajah liar di Suaka Margasatwa Padang Sugihan Sebokor, 10-13 Desember 2018. Mereka menemukan lima anak gajah dalam kelompok gajah Sebokor.

Baca: Wow! Nanik, Gajah Sumatera di SM Padang Sugihan Sebokor, Melahirkan Anak Pertamanya

 

Tulus (45), gajah angkatan pertama yang dilatih di PLG SM Padang Sugihan Sebokor. Foto: Nopri Ismi

 

Bertambahnya jumlah individu gajah di bentang alam pesisir timur Sumatera Selatan ternyata membuat Jumiran juga khawatir. Sebab, dari jumlah tersebut hanya 11 individu yang berada di SM Padang Sugihan Sebokor. Lainnya, di kawasan hutan produksi, perkebunan, dan pertanian rakyat. “Saya cemas mereka diburu dan dibunuh karena dianggap hama atau musuh, meskipun selama ini tidak ditemukan adanya perburuan gajah liar,” tuturnya.

Idealnya, sebagian besar gajah liar tersebut hidup di kawasan SM Padang Sugihan Sebokor yang luasnya mencapai 88 ribu hektar. “Namun mungkin karena hutan dan lahan di SM Padang Sugihan Sebokor mengalami kerusakan akibat perambahan dan kebakaran, termasuk berubahnya kawasan sekitarnya karena pembangunan, membuat sebagian besar gajah liar tidak mau menetap. Kerusakan habitat membuat makanan mereka terbatas. Dibutuhkan perbaikan dan juga dibuat koridor,” katanya.

Baca juga: Kawanan Gajah Kembali Masuk Kebun Masyarakat, Kenapa Terjadi?

 

Palice (4,5) anak gajah sumatera yang hidup di SM Padang Sugihan Sebokor. Foto: Nopri Ismi

 

Taman nasional

Meskipun bentang alam pesisir timur Sumatera Selatan terus mengalami kerusakan, tapi perkembangan gajah liarnya yang bertambah membuat SM Padang Sugihan Sebokor layak dijadikan taman nasional.

“Ini membuktikan SM Padang Sugihan Sebokor layak menjadi taman nasional,” kata Yusuf Bahtimi, peneliti dari CIFOR, yang selama sepekan meneliti hubungan gajah dan masyarakat di sekitar SM Padang Sugihan Sebokor, Sabtu (15/12/2018). “Jika ditetapkan sebagai taman nasional, kemungkinan besar perkembangan gajah kian baik, sebab hutan dan lahannya terjaga dari perambahan dan kebakaran,” ujarnya.

Selain itu, kata Yusuf, tidak ada persoalan antara gajah dengan masyarakat lokal. “Salah satu bukti, tidak ada perburuan untuk diambil gadingnya,” katanya.

Kalaupun ada persoalan atau yang biasa disebut konflik, terjadi ketika habitatnya dijadikan permukiman, perkebunan, atau pertanian oleh perusahaan dan pendatang (transmigran). “Jadi, jika SM Padang Sugihan Sebokor dijadikan taman nasional, yang dimulai dari upaya perbaikan hutan, lahan dan penyediakan pakan, bukan tidak mungkin kawanan gajah liar akan hidup damai,” jelasnya.

 

Azis (2,8), satu dari enam anak gajah yang dilahirkan di PLG Padang Sugihan, Banyuasin, Sumsel, dalam lima tahun terakhir. Foto: Yusuf Bahtimi

 

Herman, warga Desa Sebokor, Kecamatan Air Kumbang, Kabupaten Banyuasin, sangat setuju jika SM Padang Sugihan dijadikan taman nasional. “Gajah itu seperti kita, punya nurani dan rasa sayang. Sudah selayaknya mereka memiliki rumah yang baik, seperti di masa lalu, sebelum adanya HPH dan perkebunan,” katanya, Kamis (14/12/2018).

Edi Rusman, warga Desa Perigi Talangnangka, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten OKI, juga tidak keberatan jika SM Padang Sugihan Sebokor menjadi taman nasional. “Tapi sejalan dengan upaya itu, pemerintah juga memperbaiki perekonomian masyarakat sekitar. Terutama, pendapatan masyarakat yang sangat bergantung dengan lahan. Misalnya, menjamin harga getah karet yang baik, sehingga masyarakat tidak akan lagi pergi ke kawasan konservasi untuk mencari kayu, bertani, atau berkebun sawit,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,