Pesisir Timur Sumsel Bukan Sebatas Gambut, Tapi Rumah Besar Makhluk Hidup

 

Ada tiga persoalan besar yang akan kita hadapi dalam kehidupan ini di masa mendatang, yakni pangan, energi, dan perubahan iklim. Apa yang harus kita lakukan, mengingat bentang alam yang ada mulai mengalami kerusakan?

“Amanah Raja Sriwijaya harus kita pegang atau jalankan, yaitu manusia harus memperlakukan alam untuk semua makhluk hidup dan untuk kemakmuran bersama,” kata Yusuf Bahtimi, peneliti dari CIFOR, yang selama sepekan meneliti hubungan gajah dan masyarakat di sekitar SM Padang Sugihan Sebokor, ketika berdiskusi dengan masyarakat di Desa Perigi Talangnangka, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Senin (17/12/2018).

Amanah atau perintah Raja Sriwijaya bernama Sri Jayanasa dalam pembuatan Taman Sri Ksetra pada 684 Masehi, memberikan bukti selama lima abad lebih suku bangsa di Nusantara atau Asia Tenggara hidup makmur, damai, dan menjaga alam. “Bahkan amanah ini terus dipegang penguasa selanjutnya di Nusantara. Mereka yang menentang justru mengalami kehancuran,” jelasnya.

Sejak abad ke-20, persoalan lingkungan hidup sebagai dampak pembangunan menjadi perhatian khusus berbagai bangsa dan negara di dunia. “Namun sampai saat ini upaya tersebut belum optimal. Salah satunya, karena ada ketegangan paradigma penyelamatan alam. Misalnya, antara pengusung ecofacism, ecopopulism, dan ecodevelopmentalism,” katanya.

“Spirit Prasasti Talang Tuwo tampaknya mampu mengatasi berbagai ketegangan paradigma tersebut,” lanjutnya.

Baca: Gajah di Pesisir Timur Sumsel Tetap Berkembang Meski Habitatnya Terancam

 

Purun yang baru diambil dari rawa gambut ini diolah menjadi bahan tikar dan lainnya. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Untuk semua makhluk hidup

Beranjak dari spirit Prasasti Talang Tuwo, kata Yusuf, CIFOR ingin mendorong keberadaan lanskap atau bentang alam pesisir timur Sumatera Selatan menjadi rumah semua makhluk hidup. Wujudnya, sebagai penyedia pangan, energi, dan penyimpan karbon.

Langkah awal, CIFOR coba mengoptimalkan lahan rawa gambut yang mengalami kerusakan akibat dibuka atau kebakaran di lanskap SM Padang Sugihan Sebokor. Artinya, bukan sebatas kawasan konservasi tapi juga lahan kelola masyarakat dan pelaku usaha di sekitar.

“Percontohan akan dilakukan di lahan rawa gambut masyarakat Desa Perigi Talangnangka, Kabupaten OKI, yang berbatasan dengan kawasan SM Padang Sugihan Sebokor,” katanya.

Varietas yang akan ditanam antara lain bintaro, nyamplung, dan bintagur. Ketiganya selain sebagai tutupan lahan, juga sumber energi terbarukan yakni biodiesel. “Kami juga mendorong pengelola SM Padang Sugihan Sebokor untuk menanam varietas sumber pangan gajah di perbatasan kawasan konservasi tersebut, sehingga gajah-gajah tidak keluar areal untuk mencari makan,” ujarnya.

Dengan kondisi ini, kehidupan gajah sumatera di SM Padang Sugihan Sebokor maupun di kawasan lain di pesisir timur Sumatera Selatan, berkembang dengan baik. Hidup damai dengan manusia sebab pangannya tersedia.

Baca: Yandri Tak Pernah Ragu, Mengajak Pemuda Desa Perigi Bertani

 

Lahan gambut yang rusak di Desa Perigi Talangnangka, OKI, Sumsel. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Makmur bersama

Edi Rusman, tokoh masyarakat Desa Perigi Talangnangka, mengatakan masyarakat di desanya menerima berbagai upaya penyelamatan lanskap SM Padang Sugihan Sebokor sejauh memberikan manfaat langsung kepada masyarakatnya. Terutama, persoalan pangan dan ekonomi.

Dijelaskan Edi, masyarakat di desanya terpaksa mengakses SM Padang Sugihan Sebokor karena persoalan ekonomi dan pangan. “Mereka mencari ikan, bersonor atau berkebun selain untuk memenuhi kebutuhan pangan juga sebagai sumber ekonomi karena harus membayar listrik, biaya pendidikan, dan membeli kebutuhan pokok lainnya. Selama ini mereka mengandalkan getah karet,” jelasnya, Senin (17/12/2018).

Yandri Wijaya, pemuda Desa Perigi Talangnangka, mengatakan sangat mendukung upaya penelitian tersebut. “Saya tertarik tentang energi dan sumber pangan yang merupakan dua kebutuhan utama masyarakat. Bayangkan, menyadap getah seharian hanya untuk makan hari ini dan membeli seliter BBM,” katanya.

 

Dulunya, lahan gambut ini dipenuhi pepohonan, lokasinya pun berbatasan langsung dengan SM Padang Sugihan Sebokor. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

“Kami sangat senang dengan berbagai upaya penyelamatan SM Padang Sugihan Sebokor yang merupakan satu-satu kawasan konservasi gajah sumatera di Sumatera Selatan. Terlebih, membangun kesadaran dan penguatan ekonomi masyarakat sekitar agar tidak lagi merambah dan membakar lahan pertaniannya,” kata Riono, Kepala Resort Konservasi Wilayah XV SM Padang Sugihan Sebokor, Kamis (13/12/2018).

Sebagai informasi, ada 18 desa yang berbatasan langsung dengan SM Padang Sugihan Sebokor. Di Kabupaten Banyuasin antara lain Desa Sebokor, Karang Anyar, Margo Mulyo, Purwodadi, Sumber Makmur, Sidomulyo, Air Gading, Tirto Raharjo, Desa Baru, Suka Pindah, Siju, dan Plaju Sialang. Sementara di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) ada Desa Perigi Talangnangka, Rambai, Air Rumbai, Bukit Batu, Deling dan Riding. Jika setiap desa rata-rata berpenduduk empat ribu jiwa, maka diperkirakan sekitar 72 ribu jiwa berpotensi mengakses kawasan SM Padang Sugihan Sebokor.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,