Bunin, desa yang berada di Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh ini memang aduhai. Hutannya asli, pemandangannya alami. Letaknya di kaki Kawasan Ekosistem Leuser, membuat siapa saja yang datang ingin selama mungkin menginap.
Butuh tiga jam perjalanan dari Kota Langsa atau dua jam dari jalan Banda Aceh – Sumatera Utara menunju Bunin. Lelah akan sirna begitu kita melihat hamparan sawah yang hijau, sungai yang jernih dan masyarakat yang sederhana.
“Di sini sebagian besar masyarakatnya keturunan Gayo, salah satu suku yang mendiami dataran tinggi Aceh. Umumnya, warga bekerja sebagai petani, pencari rotan, petani madu, dan ada yang menggantungkan hidup dengan mencari ikan di sungai,” terang Kepala Desa Bunin, Mustakirun, saat menerima kunjungan Mongabay Indonesia yang tergabung dalam tim Hutan Itu Indonesia, 22 Desember 2018.
Baca: Foto: Sisi Lain Leuser dari Sungai Alas-Singkil
Mustakirun mengatakan, Bunin memiliki potensi menjanjikan untuk dikembangkan sebagai wilayah ekowisata. Selain udara segar, hutan dan sungai di sini orisinil. Namun, semua itu butuh proses, masyarakat tentunya harus dipersiapkan dahulu.
“Cita-cita kami adalah menjadi desa wisata alam, apakah menelusuri hutan dan sungai, termasuk sebagai daerah tujuan mancing ikan karena ada ikan jurung (Tor sp) ukuran besar di sini. Atau juga menjelajah Gunung Mancang yang juga ada air terjunnya dengan nama yang sama,” ujar mantan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kelahiran 1984.
Kami bergerak, tergoda dengan penjelasan Mustakirun. Dua jam menelusuri aliran sungai untuk menuju Air Terjun Mancang. “Air terjun ini dinamakan Mancang karena letaknya di aliran Sungai Mancang. Bentuknya bertingkat, jernih dan pastinya tidak ada sampah plastik,” ujar Mustakirun yang turut menemai.
Foto: Agusen, Desa Wisata Nan Indah di Kaki Leuser
Apa yang dilakukan masyarakat Bunin untuk melindungi hutan? Mustakirun mengatakan, masyarakat sedang merintis memiliki hutan desa. Desa Bunin juga telah membentuk Lembaga Pengelolaan Hutan Gampong atau Desa (LPHG).
“Awal Desember 2018, kami telah bertemu Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh untuk membicarakan izin pengurusan hutan desa,” tuturnya.
Baca: Ibrahim, Ahlinya Tumbuhan dan Satwa Liar Leuser
Usulan hutan desa
Ketua LPHG Desa Bunin, Kabupaten Aceh Timur, Salat, menjelaskan, Bunin merupakan wilayah yang dikelilingi hutan lindung. Hutan yang mereka ajukan menjadi hutan desa itu seluas 2.780 hektar itu. Penyelamatan hutan harus segera dilakukan karena masih ada aktivitas penebangan liar dan perambahan yang mengakibatkan banjir bandang.
“Selain antisipasi banjir, kami juga tidak ingin berkonflik dengan gajah liar. Gerak cepat kami lakukan, hutan harus diselamatkan. Inilah dasar pengajuan kami ingin memiliki hutan desa,” jelasnya.
“Maju kena konflik satwa, mundur kena banjir. Padahal, pelakunya bukan warga Bunin. Jangan sampai juga terjadi longsor, karena hanya ada satu jalan menuju desa ini. Untuk itu kami bertekad mempunyai hutan desa,” tambah Mustakirun.
Baca: Hutan Leuser yang Selalu di Hati Salman Panuri
Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan, Bina Usaha, dan Perhutanan Sosial Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan Aceh, Ridwan menyatakan, tujuan masyarakat ingin mengelola hutan desa sangatlah baik. Hanya saja, persepsi tentang bagaimana mengelola hutan itu yang harus disamakan anatara masyarakat dengan pemerintah.
“Kalau tujuannya sudah sejalur, saya yakin mewujudkan hutan desa menjadi lebih mudah. Kita semua ingin hutan lestari dan masyarakat sejahtera,” terangnya.
Ridwan berharap, ketika izin hutan desa keluar pastinya akan sangat membantu perekonomian masyarakat Bunin. “Untuk itu, penguatan lembaga masyarakat harus dibangun sejak sekarang,” ujarnya.
Baca: Foto: Indahnya Leuser, Hutan Alami yang Harus Kita Pertahankan
Manager Yayasan Hutan, Alam dan Linkungan Aceh (HAkA), Crisna Akbar mengatakan, HAkA turut mendampingi masyarakat Bunin mengurus perizinan hutan desa. Persiapan mengembangkan potensi desa dengan cara tidak merusak hutan juga tengah digarap.
“Kami bersama masyarakat terus menggali potensi desa. Semangat masyarakat untuk membangun desanya luar biasa. Semoga, langkah baik ini mendapat dukungan berrbagai pihak,” ujarnya.
Baca juga: Catatan Akhir Tahun: Kejamnya Manusia Pada Gajah Sumatera
Tahun 2015, pemerintah telah membangun Conservation Response Unit (CRU) Serbajadi di Bunin. Hadirnya tiga gajah jinak milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di CRU itu, bukan hanya bermanfaat membantu menyelesaikan konflik gajah liar dengan manusia, tapi juga dapat dikembangkan menjadi objek wisata. Potensi yang makin melengkapi keindahan alam Bunin, bak mutiara.