Tak sampai setengah jam, sidang sengketa informasi antara Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali dan PT Pelindo III Cabang Benoa di Kantor Komisi Informasi (KI) Bali pada Selasa (8/01/2019) langsung ditunda. Ketua Majelis Sidang KI Bali I Gede Agus Astapa memutuskan penundaan tersebut karena perwakilan pihak PT Pelindo III Cabang Benoa tidak bisa menunjukkan Surat Kuasa.
“Sidang ditunda minggu depan sampai wakil termohon bisa menunjukkan surat kuasa,” kata I Gede Agus Astapa lalu mengetukkan palu tiga kali di depan pihak termohon dan pemohon. Sidang pun bubar.
Penundaan sidang sengketa informasi oleh KI Bali dilakukan setelah tiga wakil PT Pelindo III Cabang Benoa tidak bisa menunjukkan surat kuasa dalam pemeriksaan berkas persyaratan sidang. Tiga staf PT Pelindo III yang hadir hanya menunjukkan kartu karyawan sebagai bukti bahwa mereka sah mewakili perusahaan yang berkantor pusat di Surabaya tersebut.
Namun, Walhi Bali sebagai pemohon informasi menolak. “Kami tetap meminta adanya surat kuasa sebagai bukti bahwa ketiganya berhak mewakili pihak termohon,” kata I Wayan Adi Sumiarta dari tim penasehat hukum Walhi Bali.
Setelah berembuk sebentar, majelis Hakim yang beranggotakan Ketut Suwarsa Wiyasa dan Gusti Ngurah Wirayasa pun mengabulkan keberatan Walhi Bali dan menunda sidang sengketa informasi antara Walhi Bali dan PT Pelindo III Cabang Benoa.
“Ini menunjukkan tidak ada itikad baik dari PT Pelindo III Cabang Benoa untuk mengikuti sidang. Surat permohonan informasi dan surat keberatan kami kepada mereka juga tidak pernah dibalas,” kata Direktur Walhi Bali I Made Juli Untung Pratama.
baca : Reklamasi Teluk Benoa: Susi Bertahan, Bali Melawan
Enam Permintaan
Sengketa informasi antara Walhi Bali dengan PT Pelindo III Cabang Benoa bermula dari reklamasi oleh pengelola pelabuhan itu di Benoa. Saat ini Pelindo sudah mereklamasi sebagian kawasan di sisi utara dan barat pelabuhan terbesar di Bali tersebut.
PT Pelindo III Cabang Benoa berencana melakukan reklamasi kawasan pesisir di Bali selatan itu seluas 93 hektar. Sebelumnya, pada 28 April 2017, General Manager PT Pelindo III Cabang Benoa pada saat itu Ardhy Wahyu Basuki mempresentasikan rencana itu.
“Nanti kita bisa membangun apartemen, hotel, dan pusat perniagaan di sana,” kata Wahyu seperti ditulis di situs resmi Pelindo. Perusahaan pelat merah ini bahkan sudah menyiapkan dana sebesar Rp800 miliar untuk perluasan pelabuhan tersebut.
General Manager yang baru, I Wayan Eka Saputra mengatakan telah mengantongi izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan penataan tersebut. “Kalau tidak ada izin tidak mungkin kami melakukan penataan,” kata Wayan Eka sebagaimana ditulis Kompas.com.
Terkait izin tersebut Walhi Bali pun mengirimkan surat permohonan informasi publik kepada PT Pelindo III Cabang Benoa pada 28 September 2018 lalu. Dalam surat No.10/ED/Walhi-Bali/IX/2018 itu Walhi Bali meminta enam hal terkait reklamasi untuk pengembangan Pelabuhan Benoa yaitu izin lokasi kegiatan, izin pelaksanaan kegiatan reklamasi, kerangka acuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), rencana pengelolaan lingkungan (RKL), rencana pemantauan lingkungan, dan izin lingkungan.
Pihak Pelindo III Cabang Benoa tidak merespon sama sekali permohonan informasi publik tersebut. Walhi Bali pun mengirim surat keberatan ke mereka pada 16 Oktober 2018. Selain menyatakan keberatan karena tidak direspon sama sekali, Walhi Bali juga kembali meminta informasi publik dalam bentuk salinan cetak (hard copy) terhadap enam poin sebelumnya.
Karena surat keberatan pun tidak ditanggapi, Walhi Bali pun mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik ke Komisi Informasi Bali pada 10 Desember lalu.
baca juga : Ketika Tolak Reklamasi Teluk Benoa Jadi Komoditas Pilkada Bali
Sidang Pertama
Seharusnya, sidang pertama sengketa informasi dilaksanakan pada Selasa (8/01/2018), tetapi diundur karena ketiga staf Pelindo III Cabang Benoa tidak bisa menunjukkan surat kuasa. “Padahal, surat tugas itu untuk menunjukkan legalitas apakah benar orang tersebut yang diberikan kuasa untuk melakukan suatu perbuatan. Apalagi dalam urusan legal formal semacam ini,” kata Sumiarta, tim kuasa hukum Walhi Bali.
Menurut KI Bali, proses sidang sengketa dibatasi waktu 100 hari sejak Permohonan Penyelesaian didaftarkan. Namun, dalam praktiknya, sidang itu bisa selesai lebih awal. “Hasilnya nanti hanya dua, apakah informasi publik yang diminta harus diberikan atau boleh tidak diberikan,” kata Agus Astapa, Komisioner KI Bali.
Sengketa Informasi antara Walhi Bali dan PT Pelindo III Cabang Benoa menjadi sengketa pertama di Bali pada 2019. Tahun lalu, ada sembilan sengketa informasi yang disidangkan KI Bali tetapi tidak ada satupun kasus terkait lingkungan.
Masih sedikitnya sengketa informasi terkait lingkungan itu, menurut Astapa, karena belum banyak warga yang mengajukan permohonan informasi publik. Padahal, mantan wartawan ini melanjutkan, informasi terkait lingkungan juga amat penting.
Astapa mengatakan informasi semacam izin lokasi, izin lingkungan, dan AMDAL jelas termasuk informasi publik. Hal itu sebagaimana diatur dalam UU No.14/2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) terutama pasal 9 sampai 11. Pasal-pasal ini mengatakan bahwa Badan Publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala. Izin lingkungan termasuk di dalamnya.
Kuasa hukum PT Pelindo III Cabang Benoa sendiri tidak mau menanggapi sama sekali tentang permohonan informasi publik oleh Walhi Bali. “Saya tidak punya kewenangan untuk wawancara. Hubungi Humas Pelindo III,” kata Mohammad Yogi yang datang mewakili PT Pelindo III Cabang Benoa sambil segera pergi.
baca juga : Aksi Tolak Reklamasi dan Dorongan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci
Sengketa Sebelumnya
Sengketa Walhi Bali dengan Pelindo menambah daftar sengketa informasi terkait lingkungan yang pernah ditangani KI Bali. Sebelumnya, Walhi Bali juga pernah melakukan sengketa informasi dengan PT Jasa Marga Bali Tol pada Desember 2017 terkait penelitian di Teluk Benoa. Hasilnya, PT Jasa Marga Bali Tol kemudian memberikan informasi publik yang diminta Walhi Bali.
Sebelumnya, Walhi Bali juga pernah melakukan permohonan informasi publik kepada Gubernur Bali terkait dengan izin pengusahaan pariwisata alam Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ngurah Rai pada Januari 2013. Sengketa itu merupakan sengketa informasi pertama kali di Bali.
Saat ini, Walhi Bali juga sedang mengajukan permohonan informasi publik kepada Gubernur Bali terkait surat Gubernur Bali I Wayan Koster kepada Presiden RI perihal penolakan rencana reklamasi di Teluk Benoa.
Seringnya sengketa informasi oleh Walhi Bali terhadap beberapa Badan Publik menunjukkan bahwa informasi publik terkait lingkungan di Bali merupakan isu penting. Namun, menurut Astapa, belum banyak organisasi atau warga yang menggunakan haknya untuk memohon informasi pubik tersebut.
Padahal, di Bali juga terdapat beberapa proyek infrastruktur yang seharusnya lebih terbuka kepada publik terkait izin lokasi dan AMDAL-nya. Contohnya perluasan Bandara Ngurah Rai yang sudah selesai dilaksanakan dengan cara mereklamasi pesisir barat Bali.
“Karena tidak ada warga yang memohon informasi, jadi ya tidak ada sengketa informasi tentang itu (izin reklamasi Bandara),” katanya.
***
Keterangan foto utama : Kondisi Teluk Benoa Bali setelah reklamasi oleh Pelindo III yang dipertanyakan izinnya oleh Walhi Bali. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia