- Presiden RI Joko Widodo ditemani Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bertemu dengan perwakilan nelayan pantai utara (Pantura) Jawa dengan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
- Susi tidak menyangka akan dikritik seorang nelayan, Agus Mulyono dari Lamongan, Jawa Timur tentang kebijakannya selama 4 tahun jadi menteri yang tidak semuanya tepat, bisa diterapkan dan lambat implementasinya di lapangan.
- Misalnya kebijakan tentang cantrang yang sudah digunakan nelayan pantura sejak jaman Belanda dan tidak merusak ekosistem laut. Masalah itu diatasi Presiden Jokowi dengan memperbolehkan nelayan menggunakan cantrang lagi.
- Jokowi meminta nelayan Indonesia memanfaatkan kredit dari bank mikro sebagai modal kerja, karena Pemerintah sudah menyiapkan anggaran Rp975 miliar. Baru terserap Rp132 miliar.
***
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mungkin tak pernah menyangka bahwa kehadirannya pada pertemuan nelayan pantai utara (Pantura) Jawa dengan Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/1/2019) menjadi sorotan tajam. Pasalnya, pada pertemuan tersebut, seorang nelayan bernama Agus Mulyono mengkritik kebijakan yang ditelurkan menteri nyentrik tersebut.
Kejadian tersebut bermula saat Joko Widodo memilih tiga nelayan untuk berbicara langsung dengannya di atas podium. Saat itu, dari tiga nelayan yang terpilih, satu di antaranya adalah Agus, nelayan asal Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Kepada ketiga nelayan, Joko Widodo mempersilakan untuk menyampaikan pandangan dan pendapatnya tentang kondisi perikanan dan kelautan sekarang.
Agus yang mendapat kesempatan emas tersebut, terlihat tanpa ragu untuk mengungkapkan pendapatnya. Di hadapan Joko Widodo, dia langsung menyampaikan pendapatnya tentang kepemimpinan Susi Pudjiastuti dalam empat tahun terakhir. Dia mengatakan, kebijakan yang dikeluarkan Susi tidak semuanya tepat dan bisa diterapkan.
baca : Empat Tahun Kepemimpinan Joko Widodo, Bagaimana Capaian Sektor Kelautan dan Perikanan?
Contohnya, kata Agus, adalah kebijakan tentang pelarangan alat penangkapan ikan (API) cantrang yang sudah diberlakukan secara resmi per 1 Januari 2018 lalu. Kebijakan tersebut dikritik dia, karena dinilai tidak tepat untuk diterapkan di wilayah pesisir yang nelayannya sebagian besar menggunakan alat tangkap tersebut.
Dengan suara lantang, Agus mengatakan bahwa API cantrang adalah alat tangkap yang sudah digunakan oleh nelayan panturan secara turun temurun sejak zaman pendudukan Belanda. Alat tangkap tersebut, terbukti sudah bisa memberikan kehidupan dan penghidupan kepada para nelayan yang ada di Pantura. Selama menggunakan cantrang, tidak ada keluhan dari siapapun dan juga tidak ada yang menyatakan bahwa itu merusak ekosistem laut.
“Jadi, ikan itu musiman Bapak (Jokowi), bukan punah karena cantrang. Itu salah besar. cantrang itu bukan alat punah, (tapi) alat mensejahterakan (nelayan) dan ramah lingkungan. IPB (Institut Pertanian Bogor) tanya saja (oleh) Bapak, ramah lingkungan dan semuanya sudah dikaji,” ucap Agus merinci fakta tentang alat tangkap yang biasa digunakannya.
baca juga : Susi : Cantrang Itu, Sekali Tangkap Bisa Buang Banyak Sumber Daya Ikan
Tidak Tepat
Tidak hanya itu, Agus kemudian menambahkan. Sebelum cantrang resmi menjadi alat tangkap terlarang, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membagikan bantuan alat tangkap yang baru dan diklaim ramah lingkungan. Tetapi sayang, alat tangkap baru tersebut, ternyata bagi nelayan Pantura, termasuk Agus, dinilai tidak berguna, karena berbeda spesifikasi.
Alat tangkap yang baru tersebut, menurut Agus tidak sebaik cantrang saat menangkap ikan di laut. Alat itu, ternyata tidak cocok digunakan di masing-masing daerah, karena memang setiap daerah memiliki karakteristik dan ikan yang berbeda. Oleh itu, pelarangan tersebut dinilainya menjadi kebijakan yang tidak masuk akal.
baca juga : Kebijakan Pelarangan Cantrang Seharusnya Tidak Ada, Kok Bisa?
Selain mengkritik cantrang, Agus juga menyampaikan pandangannya tentang kepemimpinan Susi Pudjiastuti yang dinilainya berjalan lambat berkaitan dengan layanan administrasi untuk perizinan kapal dan lain-lain. Pelayanan buruk itu, dinilainya bertentangan dengan kebijakan Presiden RI Joko Widodo yang menghendaki pelayanan administrasi berjalan lebih cepat dan mudah.
“Presiden sudah lama menyatakan bahwa cantrang sudah tidak dilarang lagi dan bisa digunakan. Namun, di sisi lain, legalitas untuk perizinan tersebut tidak pernah ada dan tidak juga diterbitkan oleh Susi melalui KKP. Bagi dia, kenyataan tersebut sangat bertolak belakang dengan apa yang sudah dikatakan Jokowi.
“Semenjak Bu Menteri ini lama, lama, lama, lama dan tidak keluar izin, padahal Bapak (mengatakan) silakan melaut, sudah memperbolehkan. Bu Susi waktu di mobil komando juga silakan melaut, ini demi Pak Jokowi ya, iya, tapi suratnya enggak keluar sampai sekarang, kapal-kapal pada macet,” tambahnya.
menarik dibaca : Presiden Janjikan Solusi untuk Cantrang, Seperti Apa?
Akan tetapi, Agus kemudian menyebutkan bahwa semua kendala itu akhirnya bisa terpecahkan setelah Jokowi menerbitkan surat instruksi kepada Kepolisian RI untuk tidak menangkap ataupun menindak setiap nelayan yang diketahui menggunakan cantrang saat melaut. Perintah tersebut membuat nelayan bisa kembali mencari nafkah di laut.
“Untung ada surat sakti dari Pak Jokowi. Pak Jokowi yess, Bu Susi no,” katanya.
Sepanjang Agus berbicara, Susi terlihat hanya duduk saja sambil menyimak apa yang dibicarakan nelayan tersebut. Ekspresi muka dari menteri asal Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat itu terlihat datar saja.
Seusai pertemuan, Susi sempat memberikan tanggapannya kepada media yang hadir di Istana Negara, Jakarta. Dengan santai, dia mengaku tidak merasa terganggu dengan kritikan dari Agus Mulyono. Baginya, kritikan seperti itu sudah menjadi hal yang biasa dan sudah siap diterima selama menjadi menteri.
“Enggak apa-apa. Biasa saja. Orang kan ada yang suka dan tidak,” ucapnya.
baca : Susan Herawati: Masalah Nelayan bukan Hanya Cantrang
Modal Nelayan
Dalam pertemuan itu, Jokowi meminta kepada nelayan di seluruh Indonesia untuk bisa memanfaatkan kredit bank mikro sebagai modal kerja berinvestasi. Pemerintah, diakuinya sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp975 miliar untuk nelayan. Dari alokasi tersebut, hingga saat ini baru terserap sebesar Rp132 miliar.
“Jadi masih jauh sekali (serapannya). Tolong ini dimanfaatkan. Tapi kalau sudah ngambilya ngangsur, nyicil. Harus itu,” kata Jokowi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.
Sebagai bank mikro yang dikhususkan untuk nelayan, Jokowi menyebutkan bahwa bunga bank yang diterapkan juga nilainya sangat kompetitif dengan 3 persen saja. Dengan bunga yang rendah, dia berharap nelayan bisa memanfaatkannya untuk keperluan pekerjaan dan investasi untuk sektor perikanan dan kelautan.
Mengingat dana yang disediakan adalah untuk keperluan modal usaha nelayan, Joko Widodo mengingatkan agar nelayan tidak menyalahgunakan dana tersebut. Dia mencontohkan, jika bank memberikan pinjaman sebesar Rp300 juta, maka setengah dari pinjaman tersebut sebaiknya tidak digunakan untuk keperluan yang non primer seperti membeli kendaraan roda empat.
“Hati-hati yang namanya pinjam itu hati-hati. Ada konsekuensi untuk mengangsur, untuk mencicil,” kata dia.
menarik dibaca : Lembaga Keuangan Mikro, Harapan Baru Nelayan untuk Bertahan Hidup
Presiden melanjutkan, untuk rencana berikutnya, Pemerintah akan mengembangkan bank mikro menjadi lebih besar lagi dari sekarang. Dengan demikian, cakupan dari bank mikro bisa lebih luas dan memberi manfaat lebih banyak kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan pelaku usaha yang bergerak pada sektor kelautan dan perikanan. Selain itu, bank mikro juga akan dikembangkan hingg ke lembaga pendidikan seperti pesantren.
“Gunakan. Sangat sayang kalau ini tidak dimanfaatkan. Apalagi, untuk budidaya mestinya ini bisa digunakan, karena kalau 3% ya murah banget. Selain itu, untuk industri, pengolah ikan, pedagang ikan, dihimbau juga untuk memanfaatkan bank mikro ini,” tandas dia .
Di sisi lain, Joko Widodo meminta kepada Susi Pudjiastuti untuk bisa meningkatkan cakupan asuransi nelayan dan pembudidaya ikan. Peningkatan itu perlu dilakukan, karena pekerjaan di sektor kelautan dan perikanan diketahui memiliki resiko yang tinggi. Termasuk, resiko cuaca dan bencana alam yang tidak diduga bisa terjadi kapan saja.
“Tingkatkan terus, tambah terus, agar yang dapat asuransi itu semakin banyak,” sebut dia.
Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi juga menyampaikan, bahwa sejak 2014 pemerintah sudah menenggelamkan 488 kapal yang terlibat pencurian ikan atau illegal fishing. Untuk itu, Presiden berharap produksi ikan tangkap para nelayan juga bisa naik.
“Dari angka-angka yang kita dapatkan ya memang naik, tapi mestinya bisa naik drastis karena 7.000 kapal ilegal yang biasanya lalu lalang di seluruh perairan kita ini, sekarang sudah betul-betul dapat dihilangkan, dikurangi sangat banyak sekali,” ujar dia.
***
Sumber : tribunnews medan, tribunnews jatim, detik.com, tribunnews manado dan setkab.go.id