- Pesisir Timur dan Utara Bali dihantam gelombang tinggi lebih dari 3 meter pada Selasa (22/1/2019) malam sampai Rabu (23/1/2019)
- Data sementara BPBD Kabupaten Karangasem sampai Kamis (24/1) siang menyebutkan 246 jumlah jukung atau perahu rusak. Rinciannya di Tulamben 101 unit, Desa Tianyar 70 unit, Sukadana 49 unit, Amed 23 unit, dan Datah 3.
- Pasca peristiwa, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali mengirimkan 5.000 karung plastik ke BPBD Buleleng untuk kebutuhan dampak gempuran ombak dan air pasang laut di pesisir.
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis Potensi Bencana Hidrometeorologi pada 23-30 Januari 2019 dengan tiga bibit badai tropis di dekat wilayah Indonesia dengan potensi gelombang tinggi 2,5 hingga 4,0 meter.
***
Pesisir Timur dan Utara Bali dihantam gelombang tinggi. Sedikitnya 6 desa kampung nelayan di Kabupaten Karangasem berduka, sebagian besar perahu jukung rusak dihantam gelombang.
Pesisir Amed dan Tulamben, dua area pesisir yang ramai aktivitas laut kini murung. Puluhan nelayan duduk di pantai atau bale kelompok mengingat kejadian Selasa (22/1/2019) malam sampai Rabu (23/1/2019) dini hari yang merusak perahu-perahu mereka. Desa lain adalah Tianyar, Kubu, Sukadana, dan lainnya.
Mereka membahas cuaca ekstrem, melebihi perkiraan yang biasa terjadi pada musim angin tiap tahun. “Gelombangnya tinggi sekali, melewati tugu itu,” Made Putra, seorang nelayan Amed, Karangasem menunjuk sebuah tugu persembahyangan yang tingginya lebih dari 3 meter. Seorang perempuan penjaga restoran juga menunjukkan jejak air laut menerjang restorannya sampai jalan raya.
Beberapa nelayan Banjar Dinas Lebah, Desa Purwekerthi, Kecamatan Abang luka parah sampai ringatn seperti patah tulang, lutut bergeser dan pergelangan kaki retak karena berusaha menyelamatkan perahunya saat terjangan gelombang tinggi dan angin kencang terjadi, dalam kondisi gelap gulita. Laporan pemerintah menyebut ketinggiannya 4-5 meter.
Puluhan perahu di Amed terlihat rusak, belum terdata detilnya. Diparkir menjauh dari pantai, sampai masuk halaman hotel yang mengijinkan. Ada perahu yang sudah tak bisa berdiri karena bagian penopangnya hancur. Ada juga yang masih bisa parkir dengan bantuan satu katir dan cadik.
baca : Cuaca Tak Menentu, Kehidupan Nelayan Ikut Terganggu
Nyoman Mertha, pemilik jukung Restu Mulia menyebut kerugiannya sekitar Rp5 juta dari kerusakan katir, cadik, dan mesin. Tinggal badan perahunya yang terbuat dari bahan fiber. “Tidak ada yang menduga ombak tinggi. Nelayan kini makin sulit, harus parkir jauh dari laut,” katanya. laki-laki paruh baya ini menerawang. Sementara pesisir sudah rapat dengan bangunan akomodasi dan restoran. Ia mengingat enam tahun lalu juga ada gelombang tinggi namun siang hari sehingga warga segera bersiaga, tak ada kerusakan massal jukung seperti saat ini.
Semangatnya hanya satu, musibah ini dilalui bersama ratusan nelayan lain. Musim kembali melaut akan lebih panjang menunggu jukung bisa diperbaiki. Ada juga nelayan lain yang baru sebulan beli jukung seharga Rp22 juta sudah rusak terbanting ombak, dan jukung-jukung lebih besar dengan tangkapan sekitar 2-3 ton.
Sementara di Tulamben, salah satu site wisata selam, I Nyoman Suastika, Kepala Dusun Tulamben menyebut, dari pendataan sedikitnya 101 orang nelayan dengan beragam jenis kerusakan perahu kecil atau besar. Rata-rata kerugian Rp4 juta kecuali untuk 4 warga karena perahu besar, rusak parah, dan ada yang hilang, kerugiannya Rp30-50 juta. Ia sudah memiliki rincian nama, kerusakan, dan taksir kerugiannya.
“Penyelaman juga istirahat karena air keruh, semoga bisa kembali jernih,” kata pemandu selam ini. Dengan hentinya aktivitas melaut, penyelaman, juga berdampak pada puluhan perempuan tukang angkut alat selama, warung, dan lainnya. Seperti peristiwa erupsi Gunung Agung pada 2017.
baca juga : Dimana Peran Negara Saat Cuaca Buruk Terjadi dan Nelayan Tak Bisa Melaut?
I Komang Kusumaedi, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali melaporkan, keesokan hari setelah bencana, pada Kamis (24/1) ada pengiriman 3.000 karung plastik ke BPBD Buleleng untuk kebutuhan dampak gempuran ombak dan air pasang laut di pesisir. Sebelumnya 2000 karung plastik ke BPBD Karangasem. Karung plastik ini diisi pasir dan material batu kerikil untuk menahan gempuran air laut yg berdampak abrasi di sepanjang pesisir pantai wilayah buleleng.
Data sementara BPBD Kabupaten Karangasem sampai Kamis (24/1) siang menyebutkan 246 jumlah jukung atau perahu rusak. Rinciannya di Tulamben 101 unit, Desa Tianyar 70 unit, Sukadana 49 unit, Amed 23 unit, dan Datah 3.
IB Ketut Arimbawa, Kepala BPBD Karangasem menyebut sedang menemani Bupati Karangasem Ayu Mas Sumantri menemui nelayan. Desa-desa terdampak diminta membuat proposal permohonan bantuan untuk diajukan ke Pemprov. “BPBD akan mengawal,” katanya.
Potensi Cuaca Ekstrim
Dalam website-nya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis Potensi Bencana Hidrometeorologi di Beberapa Wilayah 23-30 Januari 2019. Berdasarkan hasil analisis dinamika atmosfer (22/01/2019), terpantau masih terdapat aliran massa udara basah dari Samudra Hindia yang masuk ke wilayah Jawa, kalimantan, Bali, NTB hingga NTT.
Bersamaan dengan itu, masih kuatnya Monsun Dingin Asia beserta hangatnya Suhu Muka Laut di wilayah perairan Indonesia menyebabkan tingkat penguapan dan pertumbuhan awan cukup tinggi. Dari pantuan pergerakan angin, BMKG mendeteksi adanya daerah pertemuan angin yang konsisten dalam beberapa hari terakhir memanjang dari wilayah Sumatera bagia Selatan, Laut Jawa, Jawa Timur, Bali, hingga NTB dan NTT.
baca juga : Mengapa Cuaca Ekstrem Terjadi di Samudra Hindia Selatan Jawa?
Secara khusus, BMKG melalui Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) di Jakarta tengah memonitor adanya tiga bibit badai tropis di dekat wilayah Indonesia. Salah satu bibit siklon yang saat ini berada di Laut Timor (94S) berpotensi meningkat menjadi siklon tropis dalam 3 hari kedepan dan mengakibatkan potensi cuaca ekstrem berupa angin kencang yang dapat mencapai di atas 25 knot terjadi di wilayah Indonesia seperti Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
Tidak hanya hujan lebat, masyarakat nelayan dan pesisir juga perlu mewaspadai potensi gelombang tinggi 2,5 hingga 4,0 meter.Diperkirakan terjadi di Perairan Barat P. Simeulue Hingga Kep. Mentawai, Perairan P. Enggano Hingga Barat Lampung, Selat Sunda bagian Selatan, Perairan Selatan Banten Hingga Jawa Tengah, Samudra Hindia Barat Sumatra Hingga Jawa Tenga, Perairan Utara Kep. Anambas Dan Laut Natuna, Laut Jawa bagian Tengah, Laut Bali, Perairan Selatan Baubau – Kep. Wakatobi, Laut Banda bagian Selatan, Perairan Kep. Sermata – Kep. Babar, dan Laut Arafuru bagian Barat.
Potensi gelombang tinggi 4,0 hingga 6,0 meterdiperkirakan terjadi di Laut Cina Selatan, Laut Natuna Utara, Perairan Utara Kep. Natuna, Laut Jawa Bagian Timur Hingga Laut Sumbawa. Juga di Selat Makassar Bagian Selatan, Perairan Selatan Jawa Timur Hingga P. Rote, Selat Bali – Selat, Lombok – Selat Alas Bagian Selatan, Samudra Hindia Selatan Jawa Timur Hingga NTT, Perairan Utara Flores, Perairan Kep. Sabalana – Kep. Selayar, Laut Flores, Laut Sawu, dan Laut Timor Selatan NTT.