Gelebak Dalam, Desa Sentra Padi yang Berjuang Mandiri

 

  • Desa Gelebak Dalam, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, selama ini dikenal sebagai sentra padi yang lokasinya berbatasan dengan Kota Palembang. Saat ini, Gelebak Dalam mengalami kesulitan sumber air bersih akibat perkebunan dan pembangunan infrastruktur. Masyarakat harus membeli air mineral dari Palembang.
  • Masyarakat mendapat bantuan dari Korem 044 Garuda Dempo berupa teknologi pengelolaan air bersih Filter Air Nusantara yang dikelola Bumdes Maju Bersama 044. Mereka juga mendapat bantuan Bios 044, menggantikan pupuk kimia yang selama ini digunakan untuk persawahan. Selain menghemat biaya tanam, juga meningkatkan produksi gabah padi dari 7 ton per hektar menjadi 7,5 ton per hektar
  • Dampak positif yang dirasakan masyarakat Gelebak Dalam, desa mereka dijadikan percontohan Korem 044 Garuda Dempo dalam pengembangkan program Desa Sedulur di Sumatera Selatan yang merasakan dampak kerusakan lingkungan, seperti hancurnya rawa gambut dan hutan
  • Desa Sedulur diharapkan bukan hanya mendorong perbaikan persoalan ekonomi tapi juga sosial budaya

 

Desa Gelebak Dalam di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, saat ini mengalami krisis air. Tapi desa ini bertekad menjadi desa mandiri atau di masa mendatang tidak lagi bergantung dengan dana desa. Bagaimana caranya?

Sebelum adanya perubahan bentang alam, Desa Gelebak Dalam, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, yang lokasinya berbatasan dengan Kota Palembang atau sekitar 15 menit dari Jakabaring Palembang, selama puluhan tahun dikenal sebagai penghasil beras. Para petaninya merupakan Suku Melayu dan Palembang.

Saat ini, jumlah warga desa sekitar 2.100 jiwa dari 552 kepala keluarga. Selain bertani sawah, mereka juga mencari ikan dan berkebun karet. Namun, sejak maraknya pengembangan perkebunan perusahaan, pembangunan infrastruktur seperti perumahan dan jalan, serta galian tanah, pertanian masyarakat terganggu. Populasi ikan juga menurun, sementara biaya hidup warga meningkat. Salah satu peningkatan biaya pada kebutuhan air bersih.

“Setiap bulan, sedikitnya Rp42 juta uang warga di desa ini dibelanjakan untuk air mineral dari Palembang. Ironi dan sangat tidak terbayangkan para tetua desa puluhan tahun lalu, saat air sungai masih jernih dan melimpah,” kata Hendri Sani, Kepala Desa Gelebak Dalam kepada Mongabay Indonesia, Rabu [06/2/2019].

Baca: Menjadikan Sumsel Lumbung Pangan, Haruskah Banyak Sawah di Rawa Gambut?

 

Desa Gelebak Dalam, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, selama ini dikenal sebagai salah satu sentra padi. Sekarang? Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Warga terpaksa membeli air mineral, sebab sepuluh tahun terakhir kualitas air Sungai Tilan dan Sungai Tengkabu, serta sumur tanah tidak layak konsumsi. Hanya digunakan untuk mandi dan mencuci.

Berbagai upaya dilakukan Hendri Sani yang baru empat tahun menjabat kepala desa untuk mendapatkan sumber air bersih. Dia pernah berencana menggunakan anggaran dana desa, tapi tidak mendapatkan dukungan perangkat desa. Biaya terlalu tinggi untuk mendatangkan teknologi pengelolaan air mineral.

“Alhamdulillah kami mendapat bantuan dari Korem 044 Garuda Dempo yaitu teknologi pengelolaan air bersih bernama Filter Air Nusantara. Dua pekan lalu,” jelas Hendri.

Air mineral yang dihasilkan dari teknologi ini tidak dibagikan gratis, dijual kepada warga Desa Gelebak Dalam. “Tapi harganya, jauh lebih murah dari air mineral yang didatangkan dari luar. Selain itu, hasil tes menunjukkan kualitasnya lebih baik dari air mineral yang beredar di pasaran. Terutama kandungan logamnya,” kata Hendri yang kemudian menujukkan hasil tes PH dan kandungan logam air mineral produknya.

Hasilnya, PH air mineral hasil teknologi Filter Air Nusantara kisaran 7-8, sementara air mineral lainnya sekitar 6-7,5. Kandungan logamnya juga cukup baik, jika air mineral kemasan yang dijual pasaran ppm-nya berkisar 40-an, sementara air mineralnya kisaran 3-4. Perbandingan ini pun ditunjukan Hendri dengan mengalirkan listrik ke kedua air mineral yang dimasukan ke gelas. Hasilnya, air mineral yang dijual di pasaran lebih keruh warnanya.

Baca:  Lahan Gambut di Sumatera Selatan Disebar Bios 44, Untuk Apa?

 

Ketahanan pangan harus dibangun dengan tetap memperhatikan lingkungan masyarakat beserta sosial budayanya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Air mineral yang diproduksi Desa Gelebak Dalam ini dijual ke warga sebesar Rp4.000 per galon. Sementara air mineral yang didatangkan dari Palembang harganya Rp5.000 per galon. Selain harganya lebih murah, kualitasnya lebih baik, juga air mineral dikelola Bumdes Maju Bersama 044, yang hasilnya digunakan sebagai sumber pembangunan desa.

“Harapan saya, ke depan Desa Gelebak Dalam mandiri membangun desanya atau tidak selalu tergantung dana desa,” ujar kepala desa yang tercatat sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta di Palembang.

Baca:  Si Kowil, Upaya Sigap TNI Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan

 

Anak-anak di Desa Gelebak Dalam setiap hari bermain tak jauh dari air, seperti menangkap ikan di persawahan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Bios 044 tingkatkan produksi padi

Sebelum mendapat bantuan teknologi Filter Air Nusantara, Desa Gelebak Dalam juga mendapatkan bantuan Bios 044 untuk menggantikan pupuk kimia yang selama ini digunakan warga untuk sawahnya.

“Dari uji coba terhadap satu hektar sawah, rata-rata hasil gabah setiap kali panen mengalami peningkatan sekitar 0,5 ton,” kata Hendri. Jika menggunakan pupuk kimia gabah padi yang dihasilkan sekitar 7 ton per hektar.

“Tahun ini kami berencana meningkatan luasan sawah yang ditebarkan Bios 044, dibantu Korem 044,” kata Hendri. Luasan sawah di Desa Gelebak Dalam sekitar 800 hektar. Pendapatan yang dihasilkan desa ini dari padi setahun dengan dua kali masa tanam berkisar 6.720 ton beras atau sekitar Rp55 miliar.

Satu persoalan terkait persawahan yang belum teratasi adalah irigasi. Saat ini, sebagian besar sawah masih bergantung air hujan. Sungai Tilan dan Sungai Tengkabu yang menjadi sumber air persawahan volumenya berkurang. “Kami lagi mencari teknologi hemat energi yang dapat memindahkan air ke persawahan,” katanya.

Baca juga:  Negara Harus Percaya, Rakyat Bisa Kelola Lahan dengan Baik

 

Hendri Sani, Kepala Desa Gelebak Dalam, menunjukkan teknologi Filter Air Nusantara. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Apa keuntungan menggunakan Bios 044? “Pertama, hemat pupuk. Jika selama ini kami mengeluarkan satu juta Rupiah per hektar setiap masa tanam, biaya itu berkurang dengan Bios 044 yang gratis. Kedua, peningkatan produksi padi dan sawah terjamin kondisinya karena tidak tergantung pupuk kimia,” kata Fauzi Saleh yang sawahnya ditabur Bios 044.

“Kami sudah melihat hasil yang baik. Kami harap, sawah petani lain, seperti punya saya, ditabur Bios 044 untuk masa tanam mendatang,” kata Rusli, petani lainnya.

Sebelumnya, Kol Arh Sonny Septiono, Komandan Korem 044 Garuda Dempo saat bertemu sejumlah lembaga pemerintah dan NGO yang konsen pada lingkungan hidup di Sumatera Selatan, Senin [04/2/2019], mengatakan pihaknya akan menjalankan program Desa Sedulur. Program ini akan belajar dari apa yang dilakukan Desa Gelebak Dalam.

“Tujuannya, seperti makna sedulur yang artinya bersaudara. Maka, warga desa yang selama ini mengalami persoalan lingkungan hidup akan hidup makmur, aman, sehat, cerdas bersama, sehingga selamat dunia dan akhirat. Manusia yang unggul yang bertakwa. Semua pihak harus bekerja sama mewujudkan hal tersebut, mulai dari aparat pemerintah, masyarakat, NGO, seniman, ulama, akademisi, polri, dan TNI,” katanya.

 

Perbandingan kandungan logam air mineral yang dijual umum dan air mineral yang dihasilkan Bumdes Maju Bersama 044 di Desa Gelebak Dalam. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Dr. Yenrizal Tarmizi yang bersama Mongabay Indonesia berkunjung ke Desa Gelebak Dalam mengatakan, ini membuktikan masyarakat desa dapat diajak hidup maju dan lebih baik. Kuncinya, setiap program yang dijalankan berdasarkan persoalan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat desa. Juga, menjadikan masyarakat desa sebagai pengelola sehingga merasakan dampak langsung, ekonomi dan sosial.

“Dengan bukti ini, alangkah baiknya berbagai program pemberdayaan masyarakat desa dalam skema apa pun, termasuk penyelamatan rawa gambut, dapat melibatkan TNI. TNI bukan hanya dilibatkan sebagai satgas, seperti kebakaran hutan dan lahan, juga dalam pembinaan atau pencegahan kerusakan dan kebakaran,” kata pakar komunikasi lingkungan dari UIN Raden Fatah Palembang.

Terkait pembentukan karakter generasi muda di desa, Yenrizal juga berharap penguatan masyarakat desa bukan sebatas ekonomi, juga nilai-nilai budaya lainnya. “Dibutuhkan sentuhan seni, agama, dan rasa kebangsaan,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,