- Seekor lumba-lumba yang terdampar di darat dan diduga mati di NTT. Foto-fotonya viral melalui Facebook.
- Setelah diselidiki BBKSDA NTT dan BKPPN Kupang, peristiwa lumba-lumba tersebut ternyata mati terjerat jaring nelayan pada 23 Maret 2018 Desa Oebelo Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan.
- Lumba-lumba tersebut kemudian dipotong-dipotong dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat desa Toineke dan desa Oebelo untuk dikonsumsi.
- Perlu sosialisasi kepada masyarakat mengenai mamalia laut seperti paus, lumba-lumba dan dugong dilindungi pemerintah melalui PP No.7/1999.
Publik Nusa Tenggara Timur (NTT) digemparkan oleh postingan akun Facebook Red Hudson pada Senin (7/2/2019) berisi foto-foto seekor lumba-lumba yang terdampar di darat.
Oleh warganet, postingan itu di-tag sejumlah pihak seperti Susi Pujiastuti, Humas Polda NTT, Divisi Humas Polri, dan BBKSDA NTT. Beberapa instansi kemudian menindaklanjuti informasi tersebut.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT menjelaskan pihaknya menugaskan Resort Konservasi Wilayah TB Bena dan SM Ale Aisio yang berkedudukan di Panite Desa Bena Kecamatan Amanuban Selatan untuk menindaklanjutinya.
baca : Miris.. Daging Lumba-Lumba dan Kima Dijual di Pasar Waiwadan Flores Timur
Kepala Bidang KSDA Wilayah I, BBKSDA NTT Agustinus Krisdijantoro, menjelaskan, pihaknya bersama-sama kepolisian setempat mengumpulkan bahan dan keterangan ke lokasi kejadian dan wawancara dengan masyarakat setempat.
“Tim Resort berbicara dengan Piet Mone, warga yang pada saat kejadian berada di lokasi dan didapat informasi bahwa gambar yang diposting di Facebook sebenarnya merupakan peristiwa yang terjadi pada tanggal 23 Maret 2018 di pantai selatan Pulau Timor pada wilayah Desa Oebelo Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan,” jelasnya.
Lumba-lumba itu tersangkut pukat nelayan di dekat muara sungai Nuemuke. Selanjutnya ditarik dengan perahu ke pantai dengan kondisi sudah mati.
Masyarakat tidak melaporkan peristiwa tersebut karena mengira lumba-lumba bakal dimusnahkan petugas. Lumba-lumba itu kemudian dipotong-potong dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat.
“Pada peristiwa tersebut lumba-lumba yang mati adalah satu ekor dan bukan ratusan seperti yang diberitakan pada media sosial,” sebutnya.
Terdapat 2 peristiwa yang perlu dicermati dalam kejadian ini, tegas Agustinus yakni lumba-lumba sebagai satwa liar yang dilindungi terjaring tidak sengaja lalu mati. Kedua, menyebarluaskan informasi kejadian dengan keterangan yang tidak benar.
baca juga : Lagi, Lumba-lumba Terjerat Jaring di Lombok dan Mati Terdampar di Kupang
Dagingnya Dikonsumsi
Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Ikram M. Sangaji, kepada Mongabay-Indonesia menjelaskan hasil konfirmasi kepada Gunawan Taneo didapat informasi bahwa postingan di Facebook tersebut merupakan kejadian pada tanggal 23 Maret 2018.
Sekitar pukul 16.00 WITA, Gunawan memasang alat tangkap ikan jenis pukat gill net passif searah garis pantai. Keesokan harinya sekitar pukul 07.00 WITA, jaringnya diangkat dan ditemukan seekor lumba-lumba yang terjerat pada bagian ekor dalam kondisi mati,
“Terdapat luka tusuk pada bagian sekitar blow hole sedalam sekitar 15 Cm. Luka ini diduga mengakibatkan lumbu-lumba tersebut tidak dapat diselamatkan. Panjang lumba-lumba tersebut sekitar 2 meter,” jelas Ikram.
Berdasarkan foto postingan Fecebook Hutson Banunaek, wartawan Stasiun TVRI Soe, Timur Tengah Selatan, lumba-lumba tersebut jenis Paruh Botol Indo-Pasifik Tursiops anduncus.
Lumba-lumba dalam kondisi mati ditarik ke pantai Oebelo dan diinformasikan kepada Peter Mone, pemilik ketinting dan jaring untuk dilaporkan lebih lanjut ke ke PPA, Resor KSDA di Bena, TTS.
Gunawan dan masyarakat telah mengetahui bahwa lumba-lumba merupakan jenis biota laut dilindungi, namun Peter tidak mau dan beralasan jika dilaporkan ke PPA maka petugas PPA akan mengubur lumba-lumba tersebut.
“Atas saran saudara Peter Mone, bangkai Lumba-lumba tersebut kemudian dipotong dan dibagikan kepada masyarakat desa Toineke dan desa Oebelo untuk dikonsumsi,” jelas Ikram.
baca juga : Adakah Paus dan Lumba-lumba di Perairan Laut Sawu NTT?
Banyak Pihak Peduli
Kehebohan soal lumba-lumba bermula pada Senin (4/2/2019) saat kunjungan anggota DPRD NTT Jefry Un dan Hudson Banunaek soal normalisasi sungai untuk pengairan sawah di desa Oebelo.
Keduanya diberi penjelasan Peter Mone bahwa masih terjadi penangkapan ikan oleh kapal besar di perairan Oebelo-Kolbano, dan memperlihatkan foto seekor lumba-lumba mati terjerat jaring.
“Keterangan saudara Gunawan Tenoe dan beberapa orang bahwa tidak pernah terjadi tertangkapnya ratusan ekor lumba-lumba dan adanya aktivitas pemboman ikan di perairan desa Oebelo dan sekitarnya,” tegas Ikram.
Sedangkan BBKSDA NTT, kata Agustinus, diminta melaporkan ke polisi untuk ditindaklanjuti apakah terjadi pelanggaran hukum.
BBKSDA merasa senang atas respons masyarakat terkait peristiwa itu, sehingga panyak pihak yang peduli baik dari sisi penegakan hukum, kesejahteraan satwa dan kelestarian lingkungan.
“Sekali lagi, kita harus bijak dalam menerima dan menyebarluaskan berita, terdapat berbagai konsekuensi dan tanggungjawab, termasuk hukum, atas apa yang kita sebarluaskan,” tegasnya.
Ikram menyebutkan, sosialisasi telah dilakukan baik oleh BKKPN Kupang maupun BBKSDA Kupang sehingga sebagian masyarakat telah mengetahui jenis biota laut dilindungi.
Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi daging lumba-lumba dan penyu bersifat kondisional, tidak didapatkan melalui perburuan dan penangkapan langsung di alam.
Penyadaran masyarakat terkait perlindungan jenis biota laut dilindungi kata Ikram, akan diperluas baik langsung maupun melalui pemasangan papan informasi, penyebaran poster dan leaflet di setiap desa, serta penyadaran melalui sekolah.
Muhammad Erdi Lazuardi, Lesser Sunda Project Leader WWF Indonesia kepada Mongabay-Indonesia, Rabu (7/2/2019) mengatakan perlu sosialisasi kepada masyarakat mengenai mamalia laut seperti paus, lumba-lumba dan dugong dilindungi pemerintah melalui PP No.7/1999.
WWF akan mengadakan kegiatan di akhir Februari untuk mendorong percepatan penetapan Kawasan-Kawasan Konservasi Perairan Daerah yang ada di NTT seperti di Flores Timur, Sikka dan Lembata.
“Untuk saat ini yang sudah ditetapkan Menteri KKP adalah KKPD Suaka Alam Perairan Selat Pantar di Alor,” jelasnya.
Penyebab Kematian
Kepala Seksi Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov NTT, Muhammad Saleh Goro kepada Mongabay-Indonesia menyebutkan, seekor lumba-lumba yang terdampar sendirian dinpantai dapat disebabkan beberapa hal antara lain sudah tua, sakit, atau terluka.
Hewan-hewan yang terdampar dalam keadaan mati penyebabnya biasanya karena kematian alami atau tenggelam di dalam jaring nelayan dimana kemudian bangkai mereka terseret ke daratan.
“Kemungkinan lainnya, mereka sedang berkelahi atau berlindung dari predator dan mencari tempat yang aman yaitu perairan dangkal. Dan karena arus yang kuat kemudian menyeret mereka sampai ke daratan,” jelasnya.
Berbagai faktor bisa menjadi penyebab lumba lumba mati termasuk di Fanating kabupaten Alor, lalu terseret hingga ke daratan. Ketidakseimbangan ekosistem termasuk kondisi laut juga bisa menjadi alasan.
Untuk mengetahui penyebab kematian, penemunya seharusnya melaporkan ke pihak terkait seperti BKSDA atau DKP, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL), Penyuluh Perikanan KKP, Polair, atau TNI-AL.
“Ini penting agar segera dilakulan identifikasi penyebab kematiannya.Saat ini lumba-lumba merupakan satwa terlindungi menurut UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” pungkas Saleh.