Sisa gempa masih terlihat di rumah Marwi. Dia tinggal di Aik Berik, desa yang terletak di Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah. Saat Mongabay Indonesia berkunjung di awal Februari lalu, rumah berdinding bata itu masih tampak kosong. Seisi perabot berada di halaman rumahnya.
Rumah itu tidak roboh, tapi tembok bagian belakangnya ambruk akibat gempa berkekuatan 7 SR tanggal 5 Agustus 2018. Beberapa bagian retak. Marwi dan keluarga tidak mau ambil resiko, dia memutuskan tidak menempati rumah itu dulu sebelum diperbaiki.
Lima bulan berlalu dari saat kejadian gempa. Sekarang dia masih mengungsi di bangunan rumah produksi Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (HKm) Aik Berik. Bangunan itu sendiri aslinya digunakan oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB) Benang Stokel, yang merupakan bagian dari kelompok tani HKm.
Desa-desa yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) di Kabupaten Lombok Tengah memang luput dari pemberitaan gempa. Padahal di desa-desa yang berbatasan dengan hutan konservasi itu seribu lebih rumah rusak. Skala kerusakan gempa yang lebih besar yang terjadi di Kabupaten Lombok Utara lebih menjadi perhatian media.
Di Desa Aik Berik sendiri, tercatat 180 rumah warga rusak. Gempa juga merusak masjid. Untuk kegiatan ibadah, masyarakat lalu mendirikan masjid darurat.
Baca juga: Warisan Leluhur Selamatkan Warga Adat di Lombok ini dari Gempa
Meski skala kerusakan gempa tidak sebesar di Lombok Utara, tapi aktivitas petani Desa Aik Berik sempat terganggu. Usaha-usaha yang dilakoni para petani HKm dan kelompok usaha bersamanya pun sempat terhenti. Sekarang perlahan produksi mulai berjalan lagi.
“Produksi olahan kopi dan keripik [memang] sempat terhenti. Sekarang sudah jalan tapi belum seperti semula. Alat-alat masih belum ada tempatnya,’’ kata Marwi. Dia kini dipercaya sebagai sekretaris kelompok petani HKm Aik Berik.
Sebelum gempa, hampir setiap hari para perempuan petani HKm yang membentuk kelompok usaha berkumpul. Marwi sendiri memproduksi kopi dan keripik di rumahnya. Setiap hari dia memproduksi kopi bubuk. Biji kopi bukan hanya dari lahan HKm Aik Berik, tapi juga didatangkan dari desa lainnya yang juga masuk dalam HKm.
Dalam sebulan kelompok dapat memproduksi hingga 100 kg bubuk kopi. Dalam seminggu puluhan bungkus keripik pisang dan keripik pun dapat diproduksi. Para perempuan berkumpul sore, kadang pagi sampai sore.
“Sekarang sudah produksi tapi tidak sebanyak sebelumnya,’’ kata Marwi.
Marwi yang didampingi putrinya Marwita menunjukkan kopi bubuk yang sudah dibungkus. Label dalam Kopi Robusta itu bermerek “Kelambu Kopi Robusta”.
Kelambu adalah nama air terjun yang ada di dalam kawasan hutan di Aik Berik. Nama yang sudah cukup populer di dunia pariwisata dan di masyarakat Lombok. Harapannya, kopi itu akan cepat dikenal sebagaimana air terjun Benang Kelambu lebih dulu dikenal.
***
Bagi para petani HKm Aik Berik, gempa yang terjadi pada Juli-Agustus 2018 itu memberikan pengalaman berharga pentingnya menjaga lahan garapan mereka. Hutan yang dipenuhi tanaman buah dan pangan menyelamatkan warga dari krisis pangan.
Di beberapa lokasi bencana lain, para korban harus dibantu penuh untuk kebutuhan makan dan minum sehari-hari mereka. Sementara warga Aik Berik, mereka beruntung bisa memetik pangan dari dalam hutan.
Talas, buah nangka, aren, dan pisang adalah bahan pangan yang bisa langsung dimakan. Dua hari setelah gempa para petani HKm sudah masuk ke dalam hutan. Mereka memetik hasil tanaman dari dalam kawasan HKm.
“Kami tidak kekurangan makanan. Semua disediakan hutan,’’ kata Marwi.
Khaerudin, anggota petani HKm Aik Berik menuturkan, pada hari ketiga gempa dia masuk ke dalam hutan memetik pisang. Tanaman pisang yang ditanam di sela-sela tanaman buah-buahan itu menjadi sumber pangan mereka.
Seminggu setelah gempa, ketika pasar sudah mulai buka, dia kembali beraktivitas seperti hari-hari sebelumnya. Seakan tidak pernah terjadi gempa.
Dia memanen pisang, talas dan buah-buahan, sebagian dia jual ke pasar. Sebagian laginya diolah istrinya untuk menjadi keripik pisang dan keripik talas.
Bantuan beras dan beberapa bahan makanan pun dikirim oleh Dinas Sosial kepada warga korban gempa. Tapi dia mengaku, keluarganya tidak kekurangan pangan. Hutan masih menyediakan bahan pangan untuk kebutuhan sehari-hari.
Untuk lauk pauk, dia tinggal memetik sayur yang ditanam di halaman rumah. Sesekali memancing ikan di kolam halaman rumahnya. Nyaris selama masa tanggap darurat gempa, kebutuhan makan sehari-hari bisa terpenuhi dari tanaman di hutan dan halaman rumah.
“Tidak lama setelah itu kami juga panen buah-buahan,’’ kata Khaerudin.
Hutan Buah yang Sejahterakan Masyarakat
Lahan HKm di Desa Aik Berik merupakan bagian dari HKm di Kecamatan Batukliang Utara. HKm diperjuangkan petani sejak tahun 1995, dan mendapat izin pada 2007 seluas 1.042 hektar. Dari total luas HKm, yang masuk di Desa Aik Berik seluas 890 hektar. Satu orang petani anggota HKm mendapatkan rata-rata 50-70 are.
Sebelum menjadi HKm, rata-rata lahan yang menjadi salah satu pintu masuk pendakian ke Gunung Rinjani itu kritis. Penebangan liar dan kerusakan dimana-mana. Sebelum mendapat izin HKm, masyarakat tidak berani menggarap lahan hutan.
Pada program reboisasi para petani diberikan bibit buah-buahan untuk ditanam di lahan di dalam kawasan hutan. Diantaranya nangka, durian, alpukat, dan empon-empon. Selain itu ditanam juga pinang dan kemiri. Di dalam kawasan itu juga sudah tumbuh subur aren, ketak, dan bambu.
Tanaman-tanaman inilah yang dikenal sebagai komoditi potensial HKm Batukliang Utara.
Belakangan tak semua bibit itu merupakan bibit unggul. Petani secara swadaya mengganti tanaman itu dengan bibit unggul tanaman sejenis. Seperti durian, yang dulunya durian lokal yang buahnya kecil, bijinya besar, diganti dengan durian kane atau yang dikenal juga dengan durian bangkok.
Meski kondisi Aik Berik belum sepenuhnya pulih pasca gempa. Panen buah-buahan di akhir tahun lalu turut menyelamatkan para petani. Nangka dan durian dipanen dari dalam kawasan. Manggis, rambutan, dan kedondong dipanen dari pekarangan. Saat ini petani sedang panen alpukat.
“Ada teman petani musim durian kemarin dia dapat [uang penjualan] Rp75 juta,’’ kata Khaerudin.
Khaerudin mendapat lahan garapan HKm seluas 50 are. Di atas lahan itu dia menanam durian, alpukat, kopi, pisang, dan talas. Untuk pendapatan mingguan, dia memperoleh dari pisang dan talas. Sementara untuk tanaman durian panen sekali setahun.
Di akhir Maret mendatang dia akan panen perdana kopi. Baru 4 tahun ini Khaerudin menanam kopi. Buah kopi tahun ini merupakan buah pertama yang akan dia panen.
Di sela-sela bawah tajuk pohon buah keras, petani banyak menanam pisang. Khaerudin bilang, pisang ditanam sebagai pembatas lahan dengan lahan garapan warga lainnya.
“Kalau pohon tidak boleh ditebang diganti pisang. Pisang ditanam di sela-sela saja,’’ katanya.
Sebagai pendapatan rutin, pisang dan talas adalah sumber pendapatan rutin petani Aik Berik. Selain menjual langsung ke pasar, Khaerudin bersama istrinya Sinar Hati, mengolah pisang dan talas menjadi keripik. Dari beberapa kali ujicoba, mereka memproduksi kerupuk dari kulit pisang.
Kelompok perempuan yang diketuai Sinar Hati memproduksi keripik tiga kali seminggu. Anggota kelompoknya merupakan istri para petani penggarap lahan HKm.
Dikurangi biaya produksi, pisang yang diolah menjadi keripik harga jualnya akan meningkat dua kali lipat. Untuk pisang 60 sisir, jika dijual mentah ke pasaran harganya tak lebih dari Rp60.000. Ketika diolah menjadi keripik pisang, hasil penjualannya menjadi Rp120.000–Rp 135.000.
Begitu juga dengan talas yang dijual Rp75.000 per karung. Setelah diolah menjadi keripik talas, harganya menjadi Rp200.000.
Meski demikian, Khaerudin dan Sinar Hati tidak pernah menghitung berapa total rincian penghasilan mereka dari hasil HKm, baik itu hasil penjualan durian, alpukat, pisang, dan talas. Khaerudin bilang rumah permanennya saat ini dibangun dari hasil HKm.
“Alhamdulillah sejahtera berkat HKm,’’ katanya tersenyum.
Marwi tak menampik pisang menjadi andalan petani HKm. Untuk tegakan pohon buah, dia sebut dibandingkan kondisi sebelum HKm, tegakan ini sudah mencapai 80 persen.
“Pohon durian yang mendominasi,’’ katanya.
Satu petani jelasnya minimal menanam 10 pohon durian. Marwi memperkirakan tanaman durian di HKm Batukliang Utara di atas 25.000 batang. Belum lagi tanaman nangka yang juga banyak dijumpai. Secara keseluruhan, dua tanaman buah ini yang mendominasi tegakan di HKm Batukliang Utara.
“Bisa langsung dilihat di dalam (kawasan HKm). Sudah rimbun,’’ tutupnya.
Video: HKm Aik Berik Tetap Memberi Penghidupan Ditengah Gempa