- Gubernur Sulawesi Tenggara, H. Ali Mazi, mencabut sembilan izin usaha pertambangan (IUP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) dan membekukan sementara enam IUP lain tanpa batasan waktu.
- Sembilan izin tambang yang dicabut ini, sudah habis masa berlaku, perusahaan tak ada kegiatan sama sekali dan tak membayar kewajiban kepada negara. Sementara enam izin lain, dibekukan karena masih menunggu proses dan kajian hukum mendalam.
- Walhi mendesak, Pemerintah Sultra mencabut seluruh izin tambang di Wawonii. Kalau hanya sembilan izin tambang itu, tanpa ada desakan masyarakat pun seharusnya memang dicabut karena sudah berakhir.
- Masyarakat Wawonii, pun meminta, Pemerintah Sultra, mencabut semua izin di Wawonii. Mereka takut kalau perusahaan masuk, bisa mengancam kebun, lahan dan lingkungan mereka.
Setelah warga protes besar-besaran, akhirnya, Gubernur Sulawesi Tenggara, H. Ali Mazi, mencabut sembilan izin usaha pertambangan (IUP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) dan membekukan sementara enam IUP lain tanpa batasan waktu.
Pencabutan izin ini setelah rapat internal Ali Mazi bersama seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), bupati dan wakil bupati Konkep dan beberapa stakeholder lain. Ali mengatakan, pencabutan izin ini sudah sesuai UU Mineral dan Batubara (Minerba).
Baca juga: Pemerintah Sultra akan Cabut 15 Izin Tambang di Wawonii
Sembilan izin tambang yang dicabut ini, katanya, sudah habis masa berlaku, perusahaan tak ada kegiatan sama sekali dan tak membayar kewajiban kepada negara. Sementara enam izin lain, kata Ali, dibekukan karena masih menunggu proses dan kajian hukum mendalam.
Pulau Wawonii, masuk kategori pulau kecil dan tak bisa ada pertambangan, katanya, tak jadi landasan pencabutan izin.
“Bukan karena itu (pulau-pulau kecil) tapi memang IUP-IUP ini sudah habis masa berlakunya. Kami cabut secara permanen,” katanya ditemui usai rapat di Mapolda Sultra.
Baca juga: Demo Tuntut Pemerintah Sultra Cabut Izin Tambang di Wawonii, Warga Alami Kekerasan Aparat
Untuk pencabutan enam izin lain, kata Ali, masih proses pengkajian hukum oleh beberapa ahli dengan melibatkan Biro Hukum Pemprov Sultra dan Universitas di Kendari.
“Belum bisa karena belum ada kajian hukum. Masih kita kumpulkan semua kajian-kajian para pihak, kemudian simpulkan di pemerintah hingga jadi keluaran kebijakan.”
Adapun sembilan IUP yang dicabut permanen, adalah PT Hasta Karya Megacipta, PT Pasir Berjaya Mining, PT Derawan Berjawa Mining (dua izin), PT Cipta Puri Sejahtera, PT Natanya Mitra Energi (dua izin), PT Investa Pratama Intikarya, dan PT Kharisma Kreasi Abadi.

Sedang enam izin tambang yang dibekukan, yakni, PT Alatoma Karya, PT Bumi Konawe Mining, PT Gema Kreasi Perdana (dua izin), PT Kimco Citra Mandiri, dan PT Konawe Bakti Pratama.
Baca juga: Cerita Warga Menanti Wawonii Terbebas dari Pertambangan
Kini, kata Ali, mereka mengantisipasi kemungkinan gugatan hukum perusahaan. “Kalau gugatan biasa saja. Karena ini kebijakan hukum. Yang kita lakukan sesuai permintaan masyarakat mencabut 15 IUP, yah kita cabut,” katanya, seraya bilang, ada yang masih perlu kajian mendalam sebanyak enam izin itu.
Terbuka kepada publik
Saharudin, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra, mengatakan, Gubernur Ali Mazi harusnya terbuka ke publik hasil kajian dan rekoemndasi tim yang akhirnya keluar putusan pencabutan sembilan izin tambang dan bekukan enam lainnya.
Walhi mendesak, Pemerintah Sultra mencabut seluruh izin tambang di Wawonii. “Awalnya, kan seperti itu. Pemerintah mencabut semua IUP di Wawonii. Malah gubernur mencabut sembilan, belakangan diketahui sudah berakhir,” katanya.
Sembilan izin tambang itu, katanya, tanpa ada desakan masyarakat pun seharusnya sudah dicabut karena sudah berakhir. “Yang kita harapkan ini IUP aktif dicabut. Agar tak beroperasi dan merusak lingkungan. Kalau hanya dibekukan apa gunanya?” katanya.

Udin, sapaan akrabnya, mengatakan, kalau perusahaan tetap berjalan, kemungkinan nanti hasil tambang tetap dikirim dan jadi tindak pidana. UU Perikanan dan Kelautan, sudah menjelaskan bahwa, tak ada zonasi pembangunan terminal khusus di Wawonii.
“Jadi kalau dibangun pelabuhan untuk pemuatan itu melanggar.”
Masyarakat Wawonii, juga meminta, Pemerintah Sultra, mencabut semua izin di Wawonii. Mereka takut kalau perusahaan masuk, bisa mengancam kebun, lahan dan lingkungan mereka.
Kalau hanya pembekuan izin, katanya, tak jadi jaminan tambang setop. Belum lagi masalah sosial muncul di masyarakat, yakni, pro dan kontra tambang.
Belum lagi, PT Harita Grup, pemegang IUP milik PT Gema Kreasi Perdana, terus masuk di Wawonii.
Mando, kordinator masyarakat Wawonii mengatakan, masyarakat hingga terus berjaga-jaga. Terutama, masyarakat Wawonii Tenggara, terus memantau gerakan perusahaan.
Dari 15 IUP, katanya, Harita inilah yang memaksa nambang. Beberapa warga ikut kerja di perusahaan dan kebun yang telah dibeli. Warga lain bertahan untuk tak menjual lahan.
Para petani kebun, berkeras tambang harus ditolak. “Kami menagih janji pemerintah mencabut seluruh IUP. Jangan ada janji-janji lagi kepada masyarakat. Apalagi, di sana aktivitas masih ada,” kata Mando.
Saya juga menghubungi Imran, petani kebun mete di Wawonii Tenggara. Dia bilang, langkah gubernur mencabut sebagian IUP di Wawonii, belum memberikan perubahan lebih baik karena sebagian perusahaan masih mengancam.
Dia khawatir, kalau perusahaan dan masyarakat berbenturan di tengah gejolak penolakan tambang ini. Imran meminta, gubernur mencabut seluruh IUP.
Keterangan foto utama: Tampak dari kejauhan bascamp dan pelabuhan khusus atau jetty milik PT Gema Kreasi Perdana, yang saat ini IUP dijalankan PT Harita Grup. Sebelumnya, ratusan kelapa berada di pesisir ini. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia
