- Dua tersangka penjual kulit harimau sumatera ditangkap Ditreskrimsus Polda Sumatera Barat
- Dari tangan para pelaku diamankan satu lembar kulit harimau basah, satu tengkorak harimau, satu awetan harimau, satu tengkorak tapir, dan sebuah pipa rokok dari gading gajah
- Dua pelaku ini dijerat UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta
- Harimau sumatera merupakan subspesies tersisa di Indonesia, statusnya Kritis atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar
Ditreskrimsus Polda Sumatera Barat menangkap dua pedagang kulit harimau sumatera [Panthera Tigris Sumatrae] di Bukittinggi, Jumat [19/4/2019]. Tersangka pertama berinisial S merupakan pemilik toko barang antik di Jalan Ahmad Yani, Kota Bukittinggi. Ia dibekuk dengan barang bukti kulit harimau sumatera basah. Tersangka berikutnya, inisial A, merupakan penitip sejumlah kulit harimau awetan untuk diperjualbelikan tersebut.
“Kami, tim gabungan dari Subdit IV Tipiter Ditreskrimsus Polda Sumbar bekerja sama dengan BKSDA Sumbar dan Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, menangkap kedua pelaku,” terang Kasubdit IV Dirtesrkrimsus AKBP Rokhmad Hari Purnomo di Markas Polda Sumbar, Selasa [23/4/2019].
Dia menyebutkan, penangkapan keduanya berawal dari laporan masyarakat. Informasi akurat itu, ditindaklanjuti pada 19 April 2019, pukul 11.00 WIB. Tim mendatangi toko barang antik dan menemukan kulit harimau basah, satu tengkorak harimau, dan satu tengkorak tapir.
“Rencananya, tersangka S akan menjual kulit dan tulang harimau seharga Rp32 juta. Transaksi batal karena dia diamankan polisi,” terang Rokhmad kepada awak media.
Baca: Riset Evaluasi Efektivitas Konservasi Harimau Sumatera Libatkan Berbagai Pihak

Berdasarkan keterangan S, dia dimintai bantuan [oleh A] untuk menjual kulit tersebut. Tim pun bergerak ke salah satu rumah di Kelurahan Puhun Pintu Kabun, Kecamatan Mandiangin Selayan, Kota Bukittinggi, tempat tersangka A. Dari kediaman itu ditemukan satu awetan harimau dan sebuah pipa rokok dari gading gajah.
Rokhmad menjelaskan, pihaknya akan mengembangkan kasus ini hingga mengetahui siapa pemburu harimau itu. Termasuk, mencari informasi di mana satwa dilindungi ini dibunuh.
Atas perbuatannya menjual tubuh satwa yang dilindungi, pelaku S dan A dijerat UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 21 Ayat 2 huruf B. “Setiap orang dilarang untuk menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati,” ujarnya.
Juga, Pasal 21 ayat 2 huruf d dan Pasal 40 ayat 2. “Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 33 ayat 3 dipindana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta,” tegas Rokhmad.
Baca juga: Catatan Akhir Tahun: Melindungi Harimau Sumatera Harus Ada Strategi Komunikasi

Terancam
Koordinator Pengendalian Ekosistem Hutan [PEH] Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumbar, Rusdiyan Ritonga, mengatakan populasi harimau sumatera dalam kondisi terancam. Penyebab utamanya adalah maraknya perburuan untuk diperjualbelikan di pasar gelap.
Dia mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] bersama Kepolisian akan terus berjuang menyelamatkan dan mengamankan populasi harimau sumatera yang berstatus Kritis [Critically Endangered/CR] berdasarkan IUCN [International Union for Conservation of Nature].
“Berdasarkan data yang kami miliki, penyebab utama kepunahan harimau adalah perdagangan,” katanya, baru-baru ini.

Rusdiyan menyebutkan, bisnis perdagangan tubuh satwa liar di Indonesia memang menggiurkan. KLHK menyebut, dari perdagangan satwa liar dilindungi perputaran uangnya sangat besar.
“Kami akan terus memerangi perdagangan satwa liar dengan memberikan efek jera kepada pelaku. Perdagangan harimau dan satwa liar dilindungi, dilakukan lintas provinsi dan lintas negara.”
Negara tidak akan membiarkan harimau sumatera punah. Harimau merupakan pemuncak rantai makanan, pemangsa hewan yang menjadi hama pertanian seperti babi hutan. Andai punah, kekacauan ekosistem terjadi.
“Harimau menjadi perhatian dunia untuk dilindungi. Bila lenyap, bahaya ekologi sangat besar menanti, karena tak ada lagi kontrol terhadap rantai makanan. Habitatnya yang rusak akibat perambahan dan alih fungsi hutan pun harus kita perhatikan,” tuturnya.

Harimau sumatera merupakan subspesies tersisa di Indonesia. Dua subspesies lainnya yang pernah ada yaitu harimau jawa dan harimau bali telah dinyatakan punah sebelumnya. Tahun 1940-an untuk harimau bali dan 1980-an terjadi pada harimau jawa.