- Komodo (Varanus komodoensis Ouwens) sering berkeliaran hingga pemukiman warga di kabupaten Manggarai Barat, Manggara Timur, NTT.
- Komodo jantan masuk ke pemukiman warga pada Juni hingga Juli karena memperluas daerah jelajahnya untuk mencari betina saat musim kawin.
- Dahulu sering terjadi konflik antara warga dan komodo di luar kawasan Taman Nasional Komodo. Namun berangsur hilang setelah sosialisasi penyadartahuan oleh Komodo Survival Program (KSP) bekerjasama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) dan pemerintah daerah.
- Pemerintah diminta untuk melakukan pendataan secara menyeluruh jumlah komodo di kawasan Taman Nasional Komodo maupun di wilayah di luar TNK termasuk di kabupaten Manggarai Timur dan Ngada.
Komodo merupakan binatang purba yang keberadaannya masih bisa dijumpai di pulau Flores. Selain habitatnya di beberapa pulau di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), hewan langka ini pun bisa biasa dijumpai di wilayah kabupaten Ngada di Riung serta di beberapa wilayah di kabupaten Manggarai Timur.
Keberadaan hewan berukuran besar ini kerap menakutkan akibat sering masuk ke pemukiman warga. Seorang pengguna media sosial Facebook, Sabtu (21/7/2019) menggungah seekor Komodo (Varanus komodoensis Ouwens) yang ditangkap masyarakat desa Bari, kecamatan Macang Pacar, kabupaten Manggarai Barat dan hendak dibunuh.
Kejadian ini pun membuat gempar masyarakat di pesisir utara pantai laut Flores termasuk juga pihak Balai TN Komodo. Tim terpadu kemudian turun ke lokasi melakukan penyelamatan.
Kejadian Komodo masuk ke pemukiman warga juga terjadi di Kampung Tanjung, Desa Nanga Baras, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur.
baca : Pengamanan Komodo, Kementerian Lingkungan Perkuat Pengawasan Bersama

Diamankan Warga
Agustinus Djami Koreh, Kasubag Evlap dan Kehumasan BKSDA NTT kepada Mongabay Indonesia, Minggu (1/7/2019) menyebutkan, Balai Besar KSDA NTT melalui Bidang KSDA Wilayah II, Seksi Konservasi Wilayah III bersama aparat pemerintah kabupaten Manggarai Timur dan Yayasan Komodo Survival Program berjibaku menyelamatkan seekor biawak komodo.
Komodo tersebut kata Agus sapaannya, memasuki Kampung Tanjung, Desa Nanga Baras, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur. Informasi awal keberadaan biawak komodo di kampung tersebut disampaikan oleh masyarakat dan diterima oleh petugas Resort KSDA Jumat (28/7/2019), sekitar pukul 15.00 WITA.
“Petugas dari Bidang KSDA Wilayah II, SKW III segera bergegas menuju lokasi TKP pada koordinat S 08°19,703’ – E 120°42,895’,” sebutnya.
Agus menjelaskan, berdasarkan keterangan dari Busra, warga setempat, komodo masuk ke pemukiman warga kemudian dihalau dan masuk ke bangunan toilet milik seorang masyarakat.
Atas inisiatif warga demi menjaga keamanan satwa, akhirnya biawak komodo diamankan dengan diikat dengan tali nilon. Berdasarkan analisa perilaku, biawak komodo memasuki pemukiman warga karena dalam proses penjelajahan untuk mencari pasangan saat musim kawin bulan Juni sampai Agustus.
“Kondisi biawak komodo juga masih dalam kondisi agresif. Untuk menghindari keramaian warga, petugas BBKSDA membawa ke tempat yang lebih aman di Pusat Informasi Komodo milik Arsyad di Pota,” terangnya.
baca juga : Setelah Terbongkarnya Perdagangan Komodo, Perlukah TN Komodo Dikelola Pemprov NTT?

Selanjutnya petugas BBKSDA NTT bersama Yayasan Komodo Survival Program didampingi Dinas Pariwisata Kepemudaan dan Olahraga kabupaten Manggarai Timur, Edi Kurniawan dan Wawan Siswanto, pada Sabtu (29/7/2019) melakukan pengambilan data biometrik melalui pengukuran dan penandaan.
Hasilnya, komodo tersebut berjenis kelamin jantan, ID tag 000706D12C, panjang total 225 cm dan berat 33,8 Kg, kondisi satwa sehat, serta umur telah memasuki fase dewasa.
Dalam kesempatan tersebut, lanjutnya, tim juga berkoordinasi dengan pemerintah kecamatanan Riung dan Sambi Rampas serta Riung sangat mendukung upaya pelestarian Komodo (Rugu, bahasa lokal) yang ada di wilayah kecamatan Sambi Rampas.
“Camat Sambi Rampas juga menyampaikan dukungan terhadap pelestarian biawak komodo. Diharapkan dalam kunjungan kerja Gubernur NTT pada tanggal 27 Juli mendatang dapat disajikan video pelepasliaran biawak komodo,” ungkapnya.
Dilepas Kembali
Komodo itu kemudian dilepasliarkan pada Minggu (307/ 2019) di Watu Pajung dengan pertimbangan lokasi tersebut merupakan habitat aslinya.
Selain itu terang Agus, lokasi yang dipilih dekat dengan pos pemantauan atau pengamanan untuk memudahkan monitoring oleh petugas. Selain itu dekat dengan sumber makanan. Satwa mangsa seperti monyet ekor panjang dan kerang-kerangan tersedia dengan cukup baik.
“Pelepasliaran Komodo telah dilengkapi dengan dokumen Berita Acara Pelepasliaran Satwa dilindungi No.BA.169/K.5/BKWII/KSA/6/2019, tanggal 30 juni 2019,” paparnya.
menarik dibaca: Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Menggila, Polisi: 41 Ekor Komodo Sudah Dijual ke Luar Negeri

Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi Direktur WALHI NTT mengatakan meskipun habitat komodo yang ditemukan tersebut tidak berasal dari kawasan TN Komodo, namun komodo tersebut wajib mendapatkan perhatian untuk upaya pelestariannya. Komodo adalah binatang langka yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Umbu menilai masih kurangnya informasi terkait pentingnya perlindungan terhadap habitat dan populasi komodo sebagai hewan langka yang dilindungi sesuai Keppres No.4/1993 Komodo sebagai satwa nasional dan UU No.5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya.
Umbu Wulang menyarankan dibuat peraturan lokal atau adat yang melarang pembantaian komodo minus larangan dan sanksi adat. Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi di masyarakat sesuai spirit Perpres No.1/2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan.
Sosialisasi dimaksudkan untuk membangun kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya perlindungan Komodo dan habitatnya. Selain itu Pemerintah bersama masyarakat bersama-sama membuat kesepakatan terkait perlindungan Komodo dan habitatnya.
“Pemerintah juga perlu memfasilitasi masyarakat peduli kawasan dengan pengembangan ekonomi mikro serta melatih masyarakat mengelola lahan terbatas untuk hasil yang maksimal dan menghindari pembukaan lahan baru di habitat komodo,” harapnya.
Pemerintah disarankan mendata jumlah komodo, baik di kawasan TNK maupun habitat lainnya di luar TNK dan kabupaten tetangga. Juga perlu membangun areal konservasi di wilayah tersebut jika diperlukan.
perlu dibaca : Satwa Rumahan, Komodo Tidak Ingin Hidup Selain di Indonesia

Konflik Berkurang
Deni Purwandana Koordinator Program Komodo Survival Program (KSP) kepada Mongabay Indonesia mengakui memang sering terjadi konflik antara warga dan komodo di Flores, khususnya di Flores Utara seperti Pota dan Riung.
Dahulu ketika terjadi konflik sebut Deni, komodo seringkali dilukai dan bahkan di bunuh. Komodo dicap membahayakan dan dianggap sebagai hama karena memangsa ternak. Pemahaman masyarakat berubah setelah dilakukan sosialisasi.
Sejak KSP bekerja sama dengan BBKSDA dan Pemda setempat melaksanakan serangkaian program penyadaran terhadap masyarakat yang dimulai sejak tahun 2016, kini masyarakat sudah tidak lagi membunuh komodo apabila terjadi konflik.
“Bila menemukan komodo,masyarakat menyerahkannya kepada petugas BBKSDA untuk dilepaskan kembali di habitat asalnya,” kata Deni.
Komodo masuk ke pemukiman warga, karena pada bulan Juni hingga Juli merupakan musim kawin. Pada saat itu komodo jantan terang Deni, memang biasa memperluas area jelajahnya untuk mencari betina.
Pada saat itu sebutnya, sering kali area jelajahnya bersingungan dengan daerah pemukiman. Adanya ternak seperti kambing memancing komodo untuk lebih memasuki pemukiman sehingga terjadi konflik.

Riung dikabupaten Ngada dan kabupaten Manggarai Timur khususnya kecamatan Sambi Rampas ada komodo. Namun kata Deni, jumlahnya masih diteliti lebih lanjut. Perbedaan komodo di Riung dan Pota dibandingkan dengan di TN Komodo terlihat dari warna tubuh yang lebih cerah dan cenderung kekuningan di bagian tengkuk dan muka.
“Pada saat musim kawin, Juni sampai Juli hewan ternak milik warga disarankan untuk dikandangkan. Selain itu tidak berburu rusa, sehingga makanan komodo banyak tersedia di habitatnya,” saran Deni.