- Indonesia berduka. Dari Presiden Indonesia, rekan kerja, sampai masyarakat kehilangan sosok yang begitu informatif dalam mengabarkan peristiwa dan data bencana di laman sosial media maupun grup-grup WhatsAPP. Dialah, Sutopo Purwo Nugroho. Pria yang sejak 2010 menjadi Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ini terlah berpulang. Kanker paru, yang dia derita sejak awal 2018, membawanya pergi…
- “Hidup itu bukan soal panjang pendeknya usia, tapi seberapa besar kita dapat membantu orang lain,” kata Sutopo, dalam suatu waktu. Ketika sakit pun, kerjanya tetap semangat bekerja. Bahkan, di rumah sakit pun kala jalani pengobatan, dia tetap memberikan perkembangan bencana kepada wartawan.
- Dedikasi ini pun tak luput dari keinginan doktor hidrologi ini agar informasi terkait kebencanaan valid, akurat dan sesuai dengan fakta di lapangan.
- Pengetahuan Sutopo akan kebencanaan, tak hanya berbicara terkait kejadian, juga menganalisa penyebab bencana dan menyajikan data dengan lengkap dengan foto, grafis dan lain-lain. Jauh berbeda dari humas-humas pemerintah yang lain.
“Hidup itu bukan soal panjang pendeknya usia, tapi seberapa besar kita dapat membantu orang lain.”
Begitu ungkapan Sutopo Purwo Nugroho, yang dikutip Presiden Joko Widodo, di laman sosial medianya, kala mengucapkan belasungkawa atas kepergian Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ini di St. Stamford Modern Cancer Hospital, Guangzhou, Tiongkok, Minggu (7/6/19), dini hari.
“Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Turut berduka atas berpulang ke Rahmatullah, Bapak Sutopo Purwo Nugroho di Guangzhou, menjelang dini hari tadi. Almarhum adalah seorang yang hidupnya didedikasikan untuk orang banyak… Dia mengabarkan dengan cepat kejadian bencana alam gempa bumi, longsor, tsunami, atau kebakaran yang terjadi di pelosok negeri, agar kita waspada dan tidak kebingungan,” kata Jokowi.
Ya, Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Informasi Hubungan Masyarakat BNPB, yang sangat aktif mengabar berbagai informasi soal bencana ini telah berpulang. Sutopo menghembuskan nafas terakhir di Guangzhou, dalam perjuangan melawan kanker paru stadium 4B.
Sejak 15 Juni, dia bertolak ke Guangzhou, untuk mengobati kanker paru yang menyebar di tulang dan organ tubuhnya.
Informasi mengenai kepergian Sutopo semula beredar di akun twitter Direktorat Penanggulangan Risiko Bencana (PRB) BNPB, @PRB_BNPB dini hari tadi. Kabar ini kemudian menyebar diikuti dengan ucapan belasungkawa dari berbagai pihak.
“Saya dan keluarga besar BNPB sangat berduka atas wafatnya Pak Topo. Beliau adalah Pahlawan Kemanusiaan yang tetap melayani publik walaupun dalam keadaan sakit, dengan semangat kerja dan pengabdian luas biasa,” kata Doni Monardo, Kepala BNPB.
Doni bilang, Sutopo salah satu pegawai BNPB yang ikut membesarkan lembaga ini sejak berdiri pada 2008. Sutopo juga berjasa dalam pembuatan peta bencana yang baru-baru ini mendapat penghargaan tertinggi bidang inovasi kebencanaan yang diterima Pemerintah Indonesia di Baku, Azerbaijan dari PBB.
Jenazah Sutopo akan tiba di Jakarta, Minggu malam sekitar pukul 20.30 dan disemayaman di rumah duka di Raffles Hill, Cibubur. Senin pagi, jenazah akan diberangkatkan ke Solo, untuk dimakamkan di Boyolali, sesuai permintaan kedua orangtuanya.
Laman Twitter Sutopo Purwo Nugroho
***
”Makna hidup bagi saya itu tidak ditentukan panjang pendeknya usia, tapi seberapa besar kita memberikan manfaat untuk sesama. Selagi saya mampu, kenapa tidak,” kata Sutopo saat mengetahui dirinya divonis kanker paru-paru stadium 4.
Pada Januari 2018, usai menghadiri acara di Universitas Petahanan di Sentul, Sutopo kembali memeriksakan diri ke dokter paru-paru. Siapa sangka dokter mengatakan Sutopo mengidap kanker paru stadium 4B!
“Dunia serasa mau runtuh,” katanya.
Januari 2018, Sutopo mengumumkan kondisi kesehatannya.
”Saat saya divonis kanker paru-paru stadium 4, saya shock. Tapi ini kan perjalanan hidup, saya terima dengan ikhlas, hidup dan mati sudah ditentukan. Ini kesempatan saya berbuat lebih baik dan memberikan manfaat untuk sesama,” katanya saat berbincang dengan media sehabis konferensi pers, akhir Februari 2018.
Sutopo, biasa disapa dengan Pak Topo, oleh rekan media. Sosok yang baik, menginspirasi, tak mudah mengeluh dan dekat dengan awak media. Bagi saya, dia humas terbaik yang patut diteladani kementerian atau lembaga lain.
Dia memilih, tetap bekerja, dibandingkan beristirahat di rumah mesti dalam masa pengobatan. Kadang, di rumah saat dirawat di rumah sakit sekalipun dia masih menyempatkan diri membuat siaran pers kala bencana datang. Ketika gempa besar berkekuatan 6,4 dan 7 SR di Nusa Tenggara Barat, Sutopo baru menyelesaikan perawatan kemoterapi ketiga. Dia langsung konferensi pers di Kantor Pusat BNPB.
Biasa, saat pagi hari harus kontrol ke rumah sakit, siang hari sudah di kantor untuk memberikan konferensi pers kepada awak media.
Dedikasi ini pun tak luput dari keinginan dia agar informasi terkait kebencanaan valid, akurat dan sesuai dengan fakta di lapangan.
”Dalam menghadapi bencana itu kan kita mengalami krisis ya, ketika terjadi semua butuh informasi. Informasi ya, dari BNPB. Jadi saya berusaha untuk cepat. Kalau dibilang capek, ya capek tapi saya nikmati. Selama itu memberikan manfaat untuk orang lain kenapa tidak,” katanya pada satu kesempatan wawancara.
Dia menyadari, saat bencana datang, informasi perlu jelas dan sangat penting perlu disampaikan kepada masyarakat dengan bahasa yang tak normatif.
”Saat saya memberikan informasi kepada media dan publik, saya seperti kalian, reporter, saya mengumpulkan data dari beberapa narasumber di lapangan untuk verifikasi. Saya harus kompilasi data dan melihat latar belakang juga. Setelah itu saya menulis dengan jelas agar orang mengerti.”
Februari lalu, dia bercerita, saat di ruang operasi di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto, sempat membuat rilis. Ponselnya terus berbunyi. Pagi hari, bencana tanah longsor terjadi besar-besaran di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Salem, Brebes, Jawa Tengah. Puluhan petani kala itu diduga banyak tertimbun longsoran lumpur.
Saat dia menelusuri internet dan sosial media, belum ada yang mengabarkan bencana ini. Saat bersiap sebelum operasi dan menunggu dokter, dia menghubungi BPBD Brebes, mengumpulkan informasi di lapangan dan menulis siaran pers sepanjang 200 kata.
”Lima tewas, 15 hilang dan 14 selamat di tanah longsor Brebes.”
Sebelum obat bius itu disuntikkan untuk kemoterapi transarterial pertama, dia menyebarkan kepada hampir ribuan wartawan yang ada dalam enam grup WhatsApp yang biasa diberi nama: Medkom Bencana–1 (Media Komunikasi Bencana-red) dan seterusnya. Dia pun menjadi satu-satunya admin dalam grup itu.
Kami, bakal kehilangan sosok yang tak lelah memberikan informasi pagi, siang, sore, malam, sampai dini hari, sekalipun.
Pengetahuan Sutopo akan kebencanaan, tak hanya berbicara terkait kejadian, juga menganalisa penyebab bencana dan menyajikan data dengan lengkap dengan foto, grafis dan lain-lain. Jauh berbeda dari humas-humas pemerintah yang lain.
Sutopo senang berbagi data. Dia dengan senang hari berbagi peta dan data berisi penjelasan yang mudah dimengerti. Ketika perlu informasi bencana yang terjadi di Indonesia, tinggal menghubungi melalui aplikasi WhatsApp, tanpa menunggu waktu lama, dia merespon disertai berbagai data lengkap.
Sebelum dan setelah vonis kanker, semangat kerjanya sama, tak surut sama sekali. ”Saya konpres ini pake morfin dulu untuk menahan sakit,” katanya sambil bergelak saat wawancara gempa Lombok, Juli 2018.
”Saya mungkin terlihat kuat ketika berbicara di konferensi pers, jujur, saja saya merasa sulit untuk berdiri lama seperti itu. Berbaring di tempat tidur sebenarnya hal terbaik bagi saya.”
”Yang membuat saya tetapkuat karena ingat anak istri,” katanya.
Anak pertama Sutopo, masih menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro, Semarang, memasuki semester IV, anak kedua masih duduk di bangku SMP.
Bertemu Raisa dan Presiden
Salah satu keinginan Pak Topo, bertemu Presiden Indonesia, Joko Widodo. Sebelumnya, dia belum pernah bertemu langsung dengan orang nomor satu di Indonesia itu. Bersyukur, Oktober tahun lalu, harapan Sutopo, terwujud.
“Sekarang bertemu Pak Presiden, kemarin teleponan sama Raisa. Ini jadi kado terindah saya ketika ulang tahun 7 Oktober besok,” katanya di Istana Bogor, kala itu.
Sutopo mengidolakan penyanyi, Raisa. Saat mengabarkan informasi atau status bencana di-Twitter, Sutopo, kerap menambahkan akun Raisa. Bentuk kecintaan teman-teman pewarta, dibantu netizen kemudian menggaungkan hashtag #RaissaMeetSutopo di jagat Twitter.
Pada acara konferensi pers membahas kelanjutan penanganan gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah itu, akhirnya Raisa berbincang dengan Sutopo, melalui sambungan video call. Pertemuan terwujud pada Desember 2018. Impian Pak Topo, akhirnya terwujud.
***
“Innalilahi wainna ilaihiroji’un. Semua yang bernyawa hanyalah titipan dari Allah yang maha kuasa. Malam ini telah berpulang ke Rahmatullah seorang pahlawan dan ayahanda tercinta saya, Sutopo Purwo Nugroho, saat menjalani pengobatan di Guangzhou, China. Bagi semua sahabat dan keluarga mohon sebesar-besarnya untuk memaafkan kesalahan Pak Sutopo, sengaja maupun tidak. Mari mendoakan almarhum Pak Sutopo agar diterima di sisiNya dan diterima ibadahnya,” tulis Muhamamd Ivanka Rizaldy, anak sulung Sutopo, melalui akun Instagram-nya.
Kepergian Sutopo menyisakan duka, tak hanya keluarga juga rekan kerja, dan kenalan serta netizen. Teguh Harjito, Kasub Bidang Media BNPB dihubungi Mongabay mengatakan, Sutopo pribadi yang penuh semangat dan luar biasa.
“Walaupun dalam kondisi sakit, beliau tetap konsen dalam menyebarkan informasi kebencanaan di Indonesia. Beliau juga bekerja sepenuh hati. Sering berpesan kepada kita, kalau kerja sepenuh hati itu hasilnya baik dan berbeda. Itu sudah beliau contohkan kepada kita semua,” katanya.
Teguh mengatakan, banyak pengalaman berkesan selama mengenal Sutopo. Sutopo, katanya, banyak memberikan arahan positif kepada para staf.
“Bagaimana kita tidak besar karena jabatan, tetapi besarkanlah jabatan yang kita pegang. Bagaimana kita bekerja dengan baik dan sepenuh hati. Beliau turun langsung. Itu yang saya rasakan. Ketika misalkan, kita mau konferensi pers, beliau turun langsung dalam menyiapkan bahan-bahan. Pak Topo, langsung meberikan arahan bagaimana materi seharusnya. Tolong tambahkan data ini, itu dan lain-lain,” kenang Teguh.
Sutopo juga aktif mencari informasi langsung kepada jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Data-data yang dia kumpulkan dari BPBD berbagai daerah itu, biasa dicatat melalui tulisan tangan. Kemudian data dikumpulkan, diberikan kepada para staf untuk diolah jadi informasi yang mudah.
“Sebelum disampaikan kepada media, beliau juga yang mengkoreksi sampai materi untuk konferensi per benar-benar siap. Hasilnya sangat baik. Itu yang saya rasakan.”
Harapan dia, ada sosok sama dengan Pak Topo yang menggantikan kepala humas BNPB, hingga bisa menyampaikan informasi-informasi kebencanaan cepat dan akurat.
“Ini penting. Biasa ketika bencana, seringkali disertai munculnya berbagai berita hoax.” Berita-berita hoax itu seringkali langsung ditangkal oleh Sutopo.
“Harapan saya, pengganti pak Topo bisa menyebarkan informasi dengan sangat baik, bekerjasama dengan teman-teman media sebaik Pak Topo selama ini. Semoga amal ibadah beliau dan upayanya menyampaikan informasi kebencanaan yang cepat dan akurat bernilai kebaikan di sisi Allah.”
Siswanto, Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga merasakan kehilangan Sutopo.
“Sebenarnya, saya dengan Pak Topo itu kenalnya hanya secara struktural. Hanya, ketika ada rapat kebencanaan di BNPB, saya beberapa kali diminta BMKG diminta pendapat terkait prediksi cuaca dan iklim, biasanya ada Pak Topo.”
Selama berinteraksi, katanya, Sutopo yang latarbelakang akademis doktor bidang hidrologi ini mempunyai kemampuan komunikasi luar biasa. “Juga komunikasi intra personal luar biasa. Sangat fliendly, ramah dan selalu bisa membuat orang lain merasa dekat dengan beliau,” kata Siswanto.
“Beliau adalah komunikator publik paling kuat berbicara dengan data. Ketika beliau berbicara, pasti yang dibicarakan hal-hal yang memiliki fakta dan data banyak dan akurat.”
Trinirmala Ningrum, aktivis Perkumpulan Skala menyebut, Sutopo sebagai pribadi sederhana. Sebagai humas sebuah instansi pemerintahan, sikap Sutopo berbeda dengan yang lain. Dia sangat komunikatif dan terbuk meskipun bukan berasal dari latar belakang komunikasi.
“Pak Topo itu ketika menjelaskan segala sesuatu walaupun kondisinya mengkhawatirkan, tetapi selalu menyampaikan informasi dengan jelas, tegas, lugas dan bisa dipertanggungjawabkan. Itu kelebihan Pak Topo dengan humas-humas di kementerian lain. Dia juga sangat memahami isu yang sedang dia bahas, terutama isu kebencanaan.”
Dia mengenal Sutopo, sosok pekerja hebat. Pernah saat peristiwa gempa Cilacap beberapa waktu lalu, dia berkomunikasi dengan Sutopo melalui aplikasi Whatsapp hingga pukul 04.00 dini hari. Padahal, saat itu kondisi dia sudah sakit.
“Pak Topo, melayani kita, sebagai pekerja jurnalis juga LSM itu 24 jam. Itu yang menurut saya berbeda dengan humas-humas lembaga lain. Kita bangga memiliki pak Topo,” kata Rini, sapaan akrabnya.
Dia pernah melihat meja kerja Sutopo, penuh dengan buah-buahan. Sejak menderita kanker paru, dia sangat menjaga pola makan. Saat itu, Sutopo bercerita meski buah-buahan yang dia konsumsi itu manis, tetapi terasa pahit di lidah.
“Beliau pernah berseloroh, nih Mbak Rini, saya meskipun makan dikasih banyak buah, tetap saja rasa pahit di mulut. Mau durian, mau papaya, pahit semua.”
Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional juga merasakan kehilangan Sutopo. Selama ini, dia mendapatkan berbagai informasi mengenai bencana dari pria ini.
“Pak Sutopo itu orang yang sangat berdedikasi dengan pekerjaan. Kita pasti mengikuti informasi dari Pak Sutopo di media sosial. Dia selalu memberikan informasi dan klarifikasi tentang kejadian-kejadian bencana dan edukasi kepada masyarakat. Walaupun dia tidak sehat karena kanker. Sangat kehilangan. Dia lebih mementingkan pekerjaan ketimbang kesehatan beliau.”
Yaya berharap, BNPB bisa mencari sosok pengganti Sutopo dengan baik. Harapannya, sang pengganti bisa meneruskan yang sudah lama ditekuni Sutopo. “Komunikatif, memberikan informasi benar dan cepat mengenai kebencanaan.”
Siapakah Sutopo?
Sutopo Puwo Nugroho lahir di Boyolali, Jawa Tengah, 7 Oktober 1969. Istrinya, Retno Utami Yulianingsih. Mereka punya dua anak, Muhammad Ivanka Rizaldy Nugroho dan Muhammad Aufa Wikantyasa Nugroho.
Setelah lulus dari SMA 1 Boyolali, Sutopo melanjutkan pendidikan Jurusan Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Lulus cumlaude pada 1993, Sutopo mencoba mencari pekerjaan di berbagai tempat. Menjadi lulusan terbaik tak jadi jaminan kemudahan mendapat kerja.
“Dari 32 lamaran, tujuh lamaran ada balasan, 25 lamaran tak ada balasan. Alhamdulillah, diterima di dua tempat bersamaan, di BPPT dan PT Sumalindo Lestari Jaya. Orangtua memilih PNS saja ya, sampai sekarang,” tulis Sutopo, beberapa waktu lalu di akun Twitter-nya.
Di Badan Pengkajian dan Penelitian Teknologi (BPPT), mula-mula Sutopo bekerja pada bidang penyemaian awan. Lantas naik pangkat ke Peneliti Senior Utama. Saat menjadi peneliti, Sutopo mulai membantu Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB.
Keahlian Sutopo sebagai peneliti dan ilmu dalam bidang hidrologi saat saat S2 dan S3 di Institut Pertanian Bogor, membuat pria ini ditawari bekerja untuk BNPB.
Saat itu, Kepala BNPB, Syamsul Maarif menilai BPNB perlu orang seperti Sutopo untuk menyampaikan informasi kebencanaan sesuai dengan keahlian.
Pada September 2010, Sutopo pindah ke BNPB dan mulai bertanggungjawab terhadap Pusdatin dan Humas BNPB.
Direktorat ini tak hanya berfungsi sebagai humas, dalam kondisi Indonesia rawan bencana alam, informasi dan data potensi dan penanggulangan bencana menjadi hal penting bagi media, masyarakat dan lembaga lain.
Sejak itulah, setiap kali bencana terjadi di Indonesia, Sutopo dengan sigap mengumpulkan data, menganalisa, membuat keterangan resmi atas nama BNPB dan menyebarkan ke ribuan wartawan dan media sosial yang ada dalam jaringannya.
***
Akhir September 2018, puluhan wartawan berkumpul di Aula Gedung BNPB Jakarta. Kami menyaksikan seksama pemaparan yang disampaikan Sutopo. Dengan cermat dan disertai berbagai data lengkap, dia menyampaikan kondisi terkini mengenai bencana gempa dan tsunami yang mengguncang Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.
Hari-hari berikutnya, konferensi pers penanganan bencana gempa dengan skala 7,4 SR disertai tsunami trus dilakukan.
Data-data akurat, lengkap dan cepat yang disampaikan pria kelahiran Boyolali 7 Oktober 1969 itu tentu saja sangat membantu dan mempermudah wartawan mengolah informasi serinci mungkin.
“Maaf saya terlambat. Tadi saya habis kemoterapi dulu di rumah sakit. Rasanya sakit sekali. Tapi oke, kita mulai saja acaranya,” kata Sutopo, dalam suatu kesempatan.
Kini, Pak Topo, telah pergi meninggalkan dunia fana ini. Tak akan ada lagi, pagi, siang, sore, malam atau subuh, pesan masuk ke grup WhatsApp, maupun ke nomor pribadi, mengabarkan peristiwa bencana teranyar. Tak akan ada lagi, Sutopo, yang memberikan penjelasan lugas dan jelas kala temu media…Indonesia kehilangan sosok yang sigap, cepat dan cerdas dalam mengabarkan data dan informasi kebencanaan. Selamat jalan Pak…
Keterangan foto utama: Presiden Joko Widodo, kala bertemu Sutopo Purwo Nugroho, beberapa bulan lalu. Pak Topo, senang karena salah satu impian dia terwujud, bertemu langsung, Presiden Indonesia. Foto: dari laman Facebook, Presiden Joko Widodo.