- Pembangunan di Kabupaten Banyuwangi dibawah kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas, dirasakan signifikan kemajuannya, dibuktikan dengan berbagai prestasi yang diperoleh kabupaten berjuluk sunrise of Java
- Sudah 15 tahun, sejak banjir besar melanda dusun Tratas pada 2004, sampah di pesisir Muncar menjadi masalah pelik bagi warga setempat dan Pemkab Banyuwangi
- Karakter masyarakat Muncar yang abai dan akhirnya membudaya, menjadikan penanganan sampah belum terselesaikan dengan tuntas
- Di tingkat pemerintah desa, belum ada satupun yang mengeluarkan peraturan penanganan sampah kecuali Desa Tembokrejo. Ini membuat masyarakat setempat setangah hati menangani sampah di Muncar. Ditambah lagi banyaknya pabrik-parik “nakal” yang masih membuang limbahnya di sungai ataupun laut.
- Ini merupakan tulisan kedua dari lima serial tulisan tentang penanganan pengelolaan sampah di Kabupaten Banyuwangi, khususnya di Kecamatan Muncar. Tulisan pertama bisa dibaca disini.
Pembangunan di wilayah Kabupaten Banyuwangi dibawah kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas, dirasakan signifikan lebih maju. Ini terbukti dari berbagai prestasi yang dicapai kabupaten berjuluk sunrise of Java ini, seperti Penghargaan Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN), ASEAN Tourism Standard Award yaitu penghargaan tertinggi bidang pariwisata, Green City dalam Indonesia Green Awards 2016 untuk Kota Banyuwangi dan berapa kali mendapat penghargaan Adipura
Akan tetapi penghargaan yang seabreg itu, tercoreng oleh masalah sampah di Kecamatan Muncar, yang belum tuntas terselesaikan. Pasalnya timbunan sampah dapat dijumpai di hampir seluruh pesisir Muncar.
Sudah 15 tahun, sejak banjir besar melanda dusun Tratas pada tahun 2004, sampah di pesisir Muncar menjadi masalah pelik bagi warga dan Pemkab Banyuwangi.
Saking sudah terbiasa dengan serakan sampah, warga setempat tidak terganggu atau ragu lagi hidup berbaur dengan sampah. Anak-anak pun terlihat riang gembira bermain diantara sampah di pesisir.
baca : Liputan Banyuwangi : Sampah Muncar yang Tak Kunjung Terselesaikan (1)


Pengelolaan Sampah
Berbagai usaha sebenarnya sudah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, seperti pengerukan sampah. Sayangnya, setiap dibersihkan sampah sudah menumpuk kembali dalam waktu dua bulan. Hal itu terjadi karena masalah sampah tidak hanya di Muncar yang merupakan daerah pesisir, tapi juga terjadi di daerah hulu. Jika masyarakat pesisir membuang sampah ke pantai, maka pada daerah hulu, sampah dibuang ke sungai yang akhirnya terbawa sampai ke pantai dan bermuara ke laut.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkab Banyuwangi, Husnul Chotimah, ketika ditemui Mongabay di ruang kerjanya, Jumat (28/6/2019) mengatakan, bahwa penanganan sampah di Banyuwangi dari hulu ke hilir memang belum maksimal.
“Masalah TPA (tempat pembuangan akhir ) sementara Kabupaten Banyuwangi yang terletak di daerah Patoman, kecamatan Blimbingsari, dengan status tanah sewa lahan, masih menganut sistem open dumping,” katanya.
Open dumping merupakan sistem pengolahan sampah paling sederhana dimana sampah dibuang begitu saja dalam sebuah TPA tanpa perlakuan lebih lanjut.
perlu dibaca : “Open Dumping” Sampah Harus Segera Ditinggalkan, Bagaimana Langkahnya?
Sementara TPA sebelumnya yaitu di Bulusan, lanjut Husnul, telah overload sampah sehingga tidak bisa dipakai lagi. Pengolahan sampah di TPA Patoman sendiri menggunakan sistem controlled landfill yaitu tumpukan sampah yang datang, dipadatkan dengan alat berat, kemudian dilapisi tanah setiap seminggu sekali untuk mengurangi bau, perkembangbiakan lalat, dan gas metan.
Selain itu, dibuat juga saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan, saluran pengumpul air lindi (leachate) dan instalasi pengolahannya, pos pengendalian operasional, dan fasilitas pengendalian gas metan.
baca juga : Jawa Timur Pastikan Tangani Masalah Sampah Impor


Husnul menjelaskan rencana ke depan, Pemkab Banyuwangi telah menyiapkan TPA Wongsorejo, tetapi menunggu beberapa hal termasuk kajian AMDAL dan sosialnya.
TPA Wongsorejo bakal menerapkan sanitary landfill, sistem pengolahan sampah yang saat ini paling maju. Sistemnya sama dengan controlled landfill, dengan tambahan pengolahan air lindi dan gas metan menjadi energi sehingga fasilitas lebih lengkap dan mahal dibanding controlled landfill.
Husnul juga mengakui rasio armada angkut yang timpang dibandingkan volume sampah di 25 kecamatan di Banyuwangi.
Program lain dari Pemkab Banyuwangi untuk mengatasi sampah khususnya di perkotaan, adalah membentuk Bank Sampah yang sudah berjalan sejak 2012. Program ini terbilang sukses karena pelanggannya yang cukup banyak dan sering dijadikan studi banding oleh kabupaten-kabupaten yang lainnya.
Menurut data Sistem Informasi Pengelolalan Sampah Nasional KLHK, sampah harian yang dimiliki kota Banyuwangi adalah 39,67 ton/hari, dan untuk kabupaten 560,35 ton/hari.
menarik dibaca: Penanganan Sampah Perlu Paradigma Baru

Sampah Muncar
Sebelum tahun 2000-an, Muncar terkenal sebagai salah satu lumbung ikan di Indonesia dengan tangkapan yang berlimpah. Tetapi semenjak masalah sampah ini melanda, ikan seakan menghilang ditelan bumi, dan tergantikan dengan sampah. Bahkan terjadi pendangkalan air laut sebagai akibat menumpuknya sampah.
Dan untuk masalah Muncar, menurut Husnul, Pemkab Banyuwangi terus terang merasa kewalahan. Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari pengerukan sampai dengan memasang jaring sampah di hulu sungai, tapi sampah masih terus saja kembali.
Pemkab juga melakukan edukasi terhadap masyarakat secara aktif dan masif, untuk tidak membuang sampah sembarangan dan memilah sampah rumah tangganya dari pintu gerbangnya masing-masing.
Selain juga menertibkan IPAL (instalasi pengolahan air limbah) rumah tangga dan pabrik. Walaupun di lapangan, Mongabay melihat sendiri, masih banyak pabrik-pabrik perikanan melanggar aturan dengan membuang limbahnya di sungai maupun laut, dan masyarakat yang seenaknya sendiri membuang sampah ke pantai.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa mengedukasi masyarakat pesisir Muncar membutuhkan waktu dan usaha yang tidak sedikit. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait juga sudah dilakukan, termasuk bekerjasama dengan LSM internasional Systemiq, untuk mengurusi masalah sampah Muncar.
menarik dibaca : Dimulai, Program Pengurangan Sampah di Laut dari Sungai. Seperti Apa?


Kerjasama ini seperti yang dikatakan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, “(Pengelolaan sampah) membutuhkan keterlibatan banyak pihak dan pemberdayaan warga dalam pengelolaan sampah di Muncar,” katanya kepada Mongabay melalui whatsapp pada Kamis (11/07/2019).
Atas rekomendasi KLHK dan Pemkab Banyuwangi, Systemiq sendiri hadir di Muncar pada April 2018 dengan program STOP. Nur Anik, Community Development Systemiq, menguatkan pernyataan Husnul mengenai karakter masyarakat Muncar terkait sampah.
Pertama adalah kebiasaan buruk masyarakat membuang sampah sembarangan, yang seakan sudah mengakar dan membudaya dalam kehidupan sehari-hari. Dan membutuhkan usaha yang luar biasa untuk mengubah kebiasaan dan paradigma tersebut. Kedua, tidak adanya sistem pengambilan sampah di daerah pinggiran atau pedesaan. Menurutnya, pengambilan sampah oleh petugas terkait hanya ada di perkotaan saja.
Dua hal itu menjadi fokus utama kegiatan Systemiq di Muncar, termasuk bagaimana keberlanjutan program olleh pihak terkait termasuk Pemkab Banyuwangi, bila Systemiq cabut dari Muncar.
Selama setahun berjalan di Muncar, Systemiq memang baru memfokuskan kegiatannya di satu desa dari sepuluh desa yang berada di Kecamatan Muncar, yaitu Desa Tambakrejo. Desa ini dipilih sebagai proyek awal, karena sudah mempunyai TPST (tempat pembuangan sampah terpadu ).
Selama setahun, Systemiq mengklaim telah mengelola sekitar 800 ton sampah plastik yang seharusnya dibuang ke TPST Tambakrejo, dan atau dibuang sembarangan misalnya di pesisir pantai.
Sementara Shang Ayodya alias Rere dari komunitas Bengkel Kreasi Indonesia Berkarya, juga berpendapat senada tentang budaya masyarakat di Muncar yang terbiasa membuang sampah sembarangan. Diperlukan usaha lebih untuk mengubahnya. Sehingga perlu ketegasan dari Pemkab terhadap pelanggaran sampah dan limbah, terutama limbah pabrik yang mencemari sungai, pesisir dan laut Banyuwangi.
perlu dibaca : Darurat: Penanganan Sampah Plastik di Laut

Peraturan tentang Sampah
Terkait, sudah ada UU No.18/20018 tentang Pengelolaan Sampah. Pemerintah Pusat pun telah mengeluarkan regulasi yaitu Peraturan Presiden RI No.97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Perpres itu menyebutkan pengelolaan sampah di daerah adalah wewenang sepenuhnya dari pemerintah setempat. Sebelumnya, Pemkab Banyuwangi telah menerbitkan Perda No.9/2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Semua aturan tersebut menjadi landasan hukum yang kuat bagi penyelesaian kasus sampah di Muncar. Hanya saja sayangnya Perda yang ada itu lemah dalam hal pengawasannya. Sebagian karena jauhnya lokasi, dengan pusat pemerintahan. Dan ini diperburuk dengan tidak adanya PerDes khusus tentang pengelolaan sampah di tingkat desa, kecuali Desa Tembokrejo.
Kepala Desa Tembokrejo, Sumarto yang ditemui Mongabay-Indonesia mengatakan pihaknya telah menerbitkan Perdes No.2/2019 tentang pengelolaan Sampah. Isinya antara lain mengenai retribusi bulanan sampah dan sanksi bila melanggarnya. Retribusi berkisar Rp10 ribu/rumah tangga, Rp150 ribu per warung dan toko, Rp300 ribu untuk lembaga pendidikan dan Rp1 juta untuk pabrik.
Sampah datang tidak dengan sendirinya, dia datang karena ulah manusia. Ketika manusia sudah tidak peduli akan alamnya, dan mengotori bumi dengan sampah, maka jangan salahkan bumi, ketika bencana datang, dan ikan pun yang mulai hilang, butuh kesabaran dan konsistensi yang baik pula dari semua pihak, terutama pejabat daerah setempat dan warga, untuk menyelesaikan masalah sampah di Muncar ini.
