- Sebanyak 19 ekor lutung jawa (Trachypithecus auratus) diperiksa kesehatannya di Javan Langur Centre (JLC), the Aspinall Foundation Indonesia Program di Coban Talun, Kota Batu, Jawa Timur, Jumat (09/8/2019).
- Lutung jawa hasil penyerahan dan sitaan dari warga Jember, Probolinggo, Surabaya dan Sidoarjo itu diperiksa kesehatannya sebelum dilepasliarkan kembali
- BBKSDA Jatim bersama JLC berencana melepasliarkan 6 ekor lutung jawa di kawasan hutan lindung Coban Talun, perbatasan dengan Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo, Jatim, pada akhir bulan Agustus ini
- Masyarakat dihimbau untuk tidak memelihara apalagi mengkonsumsi hewan primata seperti lutung jawa, karena berpotensi menularkan penyakit kepada manusia, seperti penyakit AIDS.
Cahaya matahari bersinar disela-sela pepohonan, udara segar khas hutan hujan tropis di pagi hari menyertai aktivitas petugas saat melakukan penangkapan Lutung jawa (Trachypithecus auratus), untuk dilakukan pemeriksaan kesehatanya di Javan Langur Centre (JLC), the Aspinall Foundation Indonesia Program di Coban Talun, Kota Batu, Jawa Timur, Jumat (09/08/2019).
Saat memindahkan primata berbulu hitam ini membutuhkan kesabaran, dan juga waktu yang tepat untuk melakukan penangkapan. Karena lutung jawa ini termasuk hewan liar, dan mempunyai taring panjang. Seperti yang diungkapkan Ach. Onky Pryono, salah satu petugas magang di JLC yang merasa terkesan dan mendapatkan pengalaman baru.
“Ini merupakan pengalaman yang menarik, butuh keahlian khusus untuk menangkap di dalam kandang, agar tidak stres dan menyerang kami,” cerita Onky dengan masih memakai masker dan pelindung lainya. Untuk melakukan penangkapan, petugas juga dibekali dengan seragam khusus, lengkap dengan masker dan sarung tangan untuk menghindari terjadinya penularan penyakit.
baca : Lutung Jawa Terus Terancam Perburuan dan Perdagangan
Project Manajer JLC, Iwan Kurniawan, mengatakan, ada 19 ekor Lutung jawa yang sedang menjalani pemeriksaan yang dilakukan bertahap selama dua hari. Pertama, dilakukan pemeriksaan 10 ekor, kemudian tahap selanjutnya ada 9 ekor. Tujuanya untuk mengetahui kondisi kesehatannya pasca dikarantina dan sebelum dilepasliarkan.
Lutung Jawa yang diperiksa ini, lanjut Iwan, ada yang baru datang dari penyerahan sukarela masyarakat maupun hasil penindakan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, yang kemudian diserahkan ke JLC untuk dilakukan rehabilitasi.
Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan terhadap Lutung Jawa yang bakal dilepasliarkan setelah melewati masa rehabilitasi atau karantina.
“Hari ini yang diperiksa ada 9 ekor. Kalau kemarin 10 ekor, ini yang baru datang memang. Rata-rata datang dari daerah Jember. Probolinggo itu yang paling banyak. Sebagian ada dari Surabaya dan Sidoarjo. Daerah asalnya itu-itu saja sih. Untuk yang 4 ekor pasca karantina,” jelas Iwan.
baca juga : Lutung Jawa Ini Hidup Bebas Kembali di Kondang Merak
BBKSDA Jatim bersama JLC berencana melepasliarkan 6 ekor lutung jawa di kawasan hutan lindung Coban Talun, perbatasan dengan Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo, Jatim, pada akhir bulan Agustus ini
Kawasan itu dipilih karena dianggap masih layak untuk dijadikan tempat pelepasan setelah mereka pernah melakukan kajian pada 2012. “Kalau dari lokasi, saya rasa sudah cukup memenuhi persyaratan untuk pelepasliaran,” lanjutnya.
Kawasan hutan lindung Coban Talun, jelas Iwan, dulunya merupakan daerah yang tinggi tingkat keanekaragaman hayatinya. Hasil kajian mereka pada 2012, didapati masih banyak populasi Lutung jawa. Namun, seiring berjalanya waktu populasinya semakin menurun karena perburuan yang dilakukan oleh warga.
“15 tahun yang lalu itu kan masih banyak perburuan jadi semakin menurun, jadi kita coba pelan-pelan untuk benahi penurunan populasinya itu,” ujarnya.
menarik dibaca : Kisah Si Ojan, Lutung Jawa yang Sebatangkara
Proses Pemeriksaan
Proses pemeriksaan lutung jawa itu dilakukan oleh dokter hewan, dibantu petugas serta mahasiswa magang. Pemeriksaannya medical chek-up dilakukan dengan pembiusan terhadap semua primata itu.
Belasan lutung tersebut kemudian di cek fisiknya, seperti mata, telinga, kepala, tangan, kaki. Proses selanjutnya dilakukan pengecekan denyut jantung dan nafasnya. Selain itu, juga dilakukan pendataan formometrik dengan melakukan pengukuran gigi, dan anggota tubuh lainnya.
“Untuk pengecekan bakteri diambil sampel darah, ini juga sebagai penguat untuk mengetahui kondisi fisiknya. Lalu kemudian dilakukan penyuntikan obat cacing, dan pemberian vitamin,” jelas Dokter Hewan dari Aspinall Foundation Bandung, Ida Masnur.
baca juga : Menyedihkan, 4 Bayi Lutung Jawa Ini Hendak Dijual Pedagang Online di Malang
Ida menuturkan Lutung jawa yang akan dilepasliarkan diberi tanda chip. Selain itu ada yang dicukur ekornya, agar saat monitoring di alam liar nantinya bisa dibedakan dengan lutung jawa yang dilepasliarkan sebelumnya.
Hasil pemeriksaan bakal keluar seminggu kemudian, sebagai bahan evaluasi sebelum pelepasliaran. Ida menjelaskan hasil pemeriksaan fisik, semua lutung dianggap sehat.
Sedangkan potensi penyakit, karena lutung jawa merupakan hewan jenis primata, sehingga semua penyakit pada manusia dianggap bisa menular. Untuk itu, ada himbauan agar tidak memelihara hewan liar, apalagi di jadikan konsumsi.
“itu kan primata yang habitatnya di alam liar, bukan jenis hewan peliharaan. Karena itu penyakitnya sama seperti manusia. Jadi, manusia bisa menularin penyakit, begitu juga sebaliknya,” kata alumni Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
perlu dibaca : Mengembalikan Malang Selatan Sebagai Habitatnya Lutung Jawa
Bisa Menular
Contoh penyakit yang ditularkan dari hewan jenis primata ini, jelas Ida, seperti HIV/AIDS, yang awal mulanya dari penyakit hewan jenis kera. Disebutkannya, para ilmuwan berhasil mengungkapkan asal-usul virus HIV ini. Setengah dari garis keturunan virus human immunodeficiency atau HIV-1, dari hewan gorila di Kamerun, negara di Afrika tengah, yang kemungkinan terjadi karena perburuan liar. Hingga akhirnya menginfeksi ke manusia.
Virus HIV-1 penyebab AIDS, terdiri dari empat kelompok, masing-masing dari transmisi lintas-spesies dari kera ke manusia yang sebelumnya terpisah. Karena orang Afrika, jelas Ida, sering makan dagingnya, lama-lama virus itu bermutasi.
Contoh lainnya, virus dari hewan yang bisa menular ke manusia seperti penyakit flu burung yang pernah merebak di Indonesia. Virus itu berawal dari unggas, kemudian berpindah menular ke manusia. “Jadi, begitu dia nemplok di makhluk hidup yang mempunyai daya tahan tubuh yang lemah, jadilah virus itu menimbulkan penyakit, bermutasi menjadi virus baru,” tambahnya.