- Sebagian lahan gambut yang terbakar di Desa Muara Medak, Kabupaten Muba, Sumsel, merupakan lokasi restorasi yang sudah dibuat sekat kanal. TRGD Sumsel didukung BRG mencoba cari tahu penyebabnya, selain melakukan upaya pembasahan agar kebakaran tidak meluas.
- Tim yang turun ke lokasi sebanyak 21 orang yang bekerja sepekan. Tim ini disebut Tim Operasi Pembasahan Gambut Rawan Kebakaran [OPGRK] dan Tim Operasi Pembasahan Cepat Lahan Gambut Terbakar [OPCLGT].
- Program restorasi gambut di Desa Muara Medak, bukan hanya pembuatan sekat kanal, juga ada bantuan ekonomi kepada kelompok masyarakat dan skema perhutanan sosial.
- Cengal, merupakan wilayah rawa gambut yang sering terbakar dan ditemukan situs pemukiman Kerajaan Sriwijaya di Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI]. Pada 2020 ini akan disentuh program restorasi gambut.
Kebakaran lahan gambut di Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Sumatera Selatan, yang terjadi sejak 12 Agustus 2019 lalu, belum juga padam. Bahkan, wilayah yang terbakar itu merupakan lokasi restorasi gambut yang telah dibuat sekat kanal. Mengapa lahan itu tetap terbakar dan sulit dipadamkan?
“Kami tengah mencari tahu hal tersebut. Memang, teorinya, seharusnya lokasi yang telah dibuat sekat kanal tidak terbakar atau kebakaran tidak meluas, mudah dipadamkan, karena lahan basah atau lembab. Jika tetap terbakar seperti ini, kemungkinan ada kesalahan teknis dalam pembuatan sekat kanal, sehingga tidak sesuai tujuan,” kata Dr. Tarech Rasyid, Ketua Tim Ahli TRGD [Tim Restorasi Gambut Daerah] Sumatera Selatan, Rabu [21/8/2019].
“Bisa kemungkinan lain, sekat kanal rusak atau dirusak sehingga tidak mampu menahan air. Akibatnya, saat kemarau lahan kering seperti tahun-tahun sebelumnya,” lanjut Tarech.
“Tapi yang jelas, ada pihak yang membakar,” ujarnya.
Baca: Kubah Gambut di Muara Medak Terbakar Lagi

Tarech Rasyid, budayawan dan juga akademisi, menjelaskan sekat kanal yang dibangun di Kabupaten Musi Banyuasin sebanyak 165 buah. “Tampaknya, semua sekat kanal dibangun di wilayah Muara Medak dan sekitar. Sekitar 49 sekat kanal dikerjakan kelompok masyarakat desa.”
Pembuatan sekat kanal banyak dilakukan di Muara Medak karena dari luasan 374.360 hektar lahan gambut di Kabupaten Muba sebagian besar berada di Bayung Lencir dan Lalan. Desa Muara Medak yang masuk Bayung Lencir memiliki luas sekitar 75.638,5 hektar, yang sekitar 90 persen berupa lahan gambut. Dari gambut dangkal hingga gambut dalam atau kubah gambut, ada di sini.
Selain upaya sekat kanal, juga dilakukan bantuan ekonomi ke Pokmas [kelompok masyarakat] Desa Muara Medak. “Teorinya, lahan sudah diberi sekat kanal, masyarakat sudah dibantu pemberdayaan ekonomi, tapi masih terbakar. Belum lagi saya mendapatkan informasi ada sejumlah program perhutanan sosial di sana. Ini penting diketahui, apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Tujuannya agar ke depan berbagai langkah dan upaya dapat menyelesaikan persoalan di Muara Medak. Khususnya, kebakaran yang hadir setiap tahun.”
Baca: Direstorasi, Gambut di Muara Medak Tidak Bakal Merana Lagi

Guna mencari tahu mengapa lahan terbakar, TRGD Sumsel didukung Badan Restorasi Gambut [BRG] mengirim Tim Operasi Pembasahan Gambut Rawan Kebakaran [OPGRK] dan Tim Operasi Pembasahan Cepat Lahan Gambut Terbakar [OPCLGT], sebanyak 21 orang ke Desa Muara Medak, sejak Rabu [21/8/2019].
“Tugas utama tim mencegah kebakaran di Muara Medak meluas dengan pembasahan gambut yang belum terbakar. Lahan yang dibasahi tergantung sumber air di lokasi. Kemungkinan besar di Dusun 3, 5 dan 7. Tim juga mencari tahu kenapa gambut terbakar.”
Menurut Tarech, ini penting dilakukan sebab pembuatan sekat kanal menggunakan uang negara sehingga semua pihak harus tahu apa yang terjadi. “Menjadi pembelajaran perbaikan atau restorasi gambut di Muara Medak selanjutnya,” katanya.
Sebelumnya Edy Junaedi, Koordinator TRGD Sumsel, menjelaskan mencegah kebakaran tidak meluas harus dilakukan karena pekan terakhir Agustus merupakan puncak kemarau di Sumatera Selatan. Lahan menjadi sangat kering dan berpotensi terbakar. Jika dibasahi kemungkinan tidak terbakar cukup besar.

Situs Sriwijaya di Cengal
Lahan rawa gambut di Sumatera Selatan seluas 1,2 juta hektar, tersebar dari Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Ogan Ilir [OI], Banyuasin, Musi Banyuasin, Musirawas, dan Muaraenim. Rusaknya gambut bukan hanya menyebabkan kekeringan, banjir, kebakaran, hilangnya sumber ekonomi masyarakat, habisnya hutan dan habitat satwa, juga mengancam situs permukiman Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan. Seperti di Cengal, Air Sugihan, dan Tulungselapan.
Selama tiga tahun program restorasi gambut di Sumatera Selatan, wilayah Cengal yang juga sering terbakar, belum tersentuh program restorasi. Terutama di wilayah yang terdapat situs Sriwijaya.
“Tahun ini wilayah Cengal ada programnya. Kita ajak masyarakat menjaga gambut dengan menghijaukannya kembali sekaligus menyelamatkan situs-situs Sriwijaya tersebut,” kata Paisal, Wakil Koordinator IV TRGD Sumsel.

Keberadaan situs pemukiman Kerajaan Sriwijaya terus diburu warga yang mencari benda berharga seperti cincin emas, guci, dan patung. Rabu [21/8/2019], sejumlah warga kembali menemukan belasan cincin emas di Cengal.
“Restorasi gambut itu menyelamatkan bentang alam. Bukan sebatas mencegah kebakaran. Jika bicara bentang alam artinya kita bicara tanah, air, udara, flora, fauna, manusia dan peradabannya,” papar Tarech.