- Pemerintah mulai fokus melaksanakan keselamatan dan keamanan pelayaran di wilayah perairan Indonesia, dengan mengawasi kepatuhan kapal mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan
- Salah satunya, adalah regulasi Peraturan Menteri Perhubungan No.7/2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia
- Regulasi tersebut, diharapkan bisa diterapkan oleh seluruh kapal yang akan berlayar di perairan Indonesia dan bisa membantu untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan di atas laut. Dengan demikian, di saat yang kapal bisa mengurangi resiko kecelakaan di atas laut
- Akan tetapi, bagi Pelayaran Rakyat (Pelra), kebijakan tersebut akan memberatkan beban biaya yang harus dikeluarkan, karena pembelian peralatan AIS akan menguras banyak biaya. Solusinya, adalah mendorong adanya subsidi bagi Pelra untuk pembelian peralatan AIS yang harganya mahal
Resiko kecelakaan di atas laut selalu dihadapi oleh kapal-kapal yang sedang berlayar di seluruh perairan laut Indonesia. Ancaman seperti itu, dihadapi oleh semua jenis kapal yang mengarungi lautan, seperti kapal ikan, kapal barang, kapal fungsional, hingga kapal penumpang. Karenanya, itu menuntut tindakan yang ekstra hati-hati bagi kapal yang akan, sedang, dan sesudah berlayar.
Agar resiko bisa ditekan dan dikendalikan, Pemerintah meminta semua perusahaan pelayaran, instansi Negara, dan stakeholder yang ada di wilayah kerja semua pelabuhan Indonesia untuk bisa ikut mengoptimalkan sistem pemantauan terhadap kapal-kapal yang berlayar di wilayah perairan laut Indonesia.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus H Purnomo mengatakan, Pemerintah meminta semua kapal yang sedang berlayar untuk memasang dan mengaktifkan sistem identifikasi otomatis (AIS). Itu sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No.7/2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia.
“Seluruh kapal yang sedang berlayar di perairan Indonesia, wajib memasang dan mengaktifkan AIS, serta memberikan informasi data dinamis, juga data statis yang benar,” jelasnya di Jakarta, pekan lalu.
Secara teknis, pengawasan terhadap kapal-kapal yang sedang berlayar di perairan Indonesia akan dilakukan oleh Kemenhub dengan langsung (terestrial) dan satelit melalui stasiun radio pantai (SROP) dan stasiun vessel traffic service (VTS). Pengawasan tersebut dilakukan, untuk meningkatkan keselamatan, keamanan, dan perlindungan lingkungan maritim.
Pemberlakuan pengawasan tersebut, menurut Agus, dilakukan setelah sebelumnya melakukan kajian mendalam dan juga mengacu pada aturan internasional seperti Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) dan Safety of Life at Sea (SOLAS). Dengan mengacu pada aturan yang jelas, maka diharapkan pemberlakuan AIS bisa meningkatkan level keselamatan dan keamanan saat sedang berlayar.
baca : Disini Kapal Besar Pencuri Ikan di Perairan Indonesia Dipantau
Pemantauan Otomatis
Dengan AIS juga, proses identifikasi kapal akan lebih mudah dilakukan apabila terjadi kecelakaan saat sedang berlayar. Itu juga pada akhirnya akan mempercepat proses pencarian dan penyelamatan (SAR) oleh tim terkait. Selain itu, AIS juga akan mempermudah untuk mengindentifikasi kapal yang akan melakukan penyelundupan barang berbahaya.
“Oleh karenanya, semua pihak yang terkait di setiap wilayah pelabuhan bisa berpartisipasi mengoptimalkan sistem pemantauan melaui AIS,” tegasnya.
Agar pelaksanaan kebijakan baru tersebut bisa berjalan baik, Kemenhub melaksanakan sosialisasi di seluruh Indonesia, termasuk di Lombok (Nusa Tenggara Barat), Tarakan (Kalimantan Utara), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Bogor (Jawa Barat). Tak cukup di situ, kantor unit pelaksana teknis (UPT) Kemenhub di seluruh Indonesia juga menggelar sosialisasi di masing-masing wilayah kerjanya.
Adapun, Agus menambahkan, kapal-kapal yang harus menerapkan peraturan itu, adalah semua kapal yang sedang berlayar di perairan Indonesia. Utamanya, adalah kapal-kapal yang termasuk dalam kategori SOLAS, yaitu berukuran 300 gros ton (GT) ke atas, atau minimal 500 deadweight tonnage (DWT) untuk jenis kapal barang.
“Untuk kapal-kapal SOLAS ketentuan ini harus jalan, tidak ada lagi pengecualian, sedangkan untuk kapal-kapal non SOLAS kita akan pertimbangkan lagi mengenai penundaan untuk pemberian sanksi,” ucapnya.
baca juga : Ini Cara Agar Ada Efek Jera untuk Pemilik Kapal Tanpa Surat Izin Melaut
Saat berbicara di Singapura, akhir pekan lalu, Agus juga berkampanye tentang keselamatan bagi pelayaran domestik. Kampanye tersebut diklaim sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia setiap tahun dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan budaya keselamatan bagi seluruh pemangku kepentingan pada sektor kemaritiman.
Agus yang berbicara pada The International @Sea Conference 2019 itu, menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia sudah mengodifikasi standar keselamatan semua kapal yang melayani rute domestik. Dengan demikian, semua kapal yang berlayar di perairan Indonesia, harus bisa memenuhi standar yang sudah ada.
Upaya tersebut diperkuat oleh regulasi melalui Peraturan Pemerintah No.19/2019 tentang Investigasi Kecelakaan Kapal. Selain berkampanye, juga diberikan bantuan teknis kepada seluruh pelabuhan di seluruh Indonesia, pengadaan proyek percontohan pelabuhan, dan penilaian langsung ke pelabuhan-pelabuhan.
Budaya Keselamatan
Untuk regulasi PP 19/2019, Agus menjelaskan bahwa itu menggantikan PP yang lama dan sekaligus memperbarui regulasi dengan tambahan kode investigasi korban kecelakaan laut. Adapun, hasil dari investigasi bisa menjadi salah satu bahan untuk membentuk budaya keselamatan yang progresif. Itu sekaligus mendukung perkembangan peraturan keselamatan dunia dan peningkatan teknologi.
“Untuk mencapai keselamatan pelayaran yang maksimal, kami harus bekerja keras, menetapkan tujuan dengan jelas, dan menggunakan semua upaya untuk mewujudkannya,” sebutnya.
Pentingnya meningkatkan keselamatan dan keamanan saat kapal sedang berlayar di wilayah perairan Indonesia, tidak lain karena Agus melihat bahwa Indonesia memiliki wilayah laut yang luas dan diapit oleh Samudera Hindia dan Pasifik. Dengan wilayah laut mencapai 290 ribu kilometer persegi dan garis pantai mencapai panjang 108 ribu km, Indonesia adalah negara maritim yang luas.
Indonesia juga merupakan negara dengan wilayah daratan terluas ke-14 (empat belas) dan memiliki kombinasi wilayah lautan dan daratan ke-7 (tujuh) terluas di dunia yang membujur sekitar 5.000 km yang membentang dari timur ke barat, serta melintang sepanjang 1.760 km dari utara ke selatan.
Dengan area yang sedemikian luas dan sumber daya alam serta laut yang melimpah, alam laut Indonesia dapat menjadi tantangan tersendiri bagi keselamatan pelayaran di Indonesia. Terlebih, diketahui bahwa sebagian besar kecelakaan laut yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh alam, diikuti masalah-masalah teknis serta faktor manusia.
perlu dibaca : Semua Alat Penangkapan Ikan di Kapal Nelayan Harus Ramah Lingkungan
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Pelayaran Rakyat (DPW Pelra) Sunda Kelapa Abdullah mengatakan, pemberlakuan Permen Perhubungan No.7/2019 akan meningkatkan keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal pelra yang masuk ke hulu-hulu sungai dan mempunyai alur pelayaran yang sempit.
Oleh itu, sangat tepat jika Pemerintah Indonesia mewajibkan setiap kapal untuk memasang dan mengaktifkan AIS. Pasalnya, saat sedang berlayar di hulu sungai, kapal pelra sering berbenturan dengan kapal-kapal tongkang.
“Dengan adanya AIS ini kita bisa langsung berkomunikasi dan mengetahui jarak dan kecepatan kapal tongkang tersebut,” ujarnya.
Di sisi lain, meski sepakat untuk pemasangan dan pengaktifan AIS di setiap kapal, Abdullah mengakui peralatan AIS harganya masih mahal untuk Pelra yang menggunakan sistem bagi hasil.
Karenanya, dia berharap Pemerintah Pusat memberikan subsidi khusus untuk pelayaran rakyat, dan bukan sekedar subsidi bahan bakar minyak (BBM) seperti solar saja, namun juga subsidi pengadaan AIS. Sehingga Pelra bisa mendapatkan harga peralatan AIS yang terjangkau di pasaran.