- Gubernur Maluku, Murad Ismail, Kamis (5/9/19) menerima kunjungan dari jajaran eselon I KKP yang diutus langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
- Kunjungan itu setelah Murad menyatakan perang kepada Susi karena dianggap ingkar janji menjadikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang dijanjikan oleh Pemerintah Pusat sejak tahun 2010 belum juga teralisir.
- Gubernur kesal karena potensi perikanan dan kelautan Maluku yang besar, dengan menyumbangkan sekitar Rp1,5 triliun dari produksi 51 ribu ton ikan hasil operasi ratusan kapal tiap tahun tidak sebanding dengan alokasi dan dana bagi hasil (DBH) sektor perikanan sebesar Rp11 miliar dana alokasi khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat ke Pemprov Maluku
- Gubernur juga menyoroti regulasi dan kebijakan sektor perikanan yang merugikan Maluku, seperti kewenangan perizinan kapal dan regulasi yang mengatur retribusi daerah yang timpang. Sehingga Murad bersikukuh meminta lima hal untuk dipenuhi Pemerintah Pusat
Gubernur Maluku, Murad Ismail, Kamis (5/9/19) siang menerima kunjungan dari jajaran eselon I Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Mereka yaitu Sekjen KKP Nilanto Perbowo, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KPP Agus Suherman, Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zulfikar Muchtar dan Staf Khusus Satgas 115, Mochamad Yunus Husein.
Mereka diutus Menteri KKP Susi Pudjiastuti untuk menemui Gubernur Maluku, terkait pernyataan dan protes yang dilayangkan mantan komandan Korps Brimob Polri itu kepada Susi sebelumnya.
Dalam pertemuan di Kantor Gubernur Maluku itu, Murad menyampaikan 5 poin penting kepada utusan Menteri Susi untuk ditindaklanjuti Pemerintah Pusat, yaitu segera direalisasikan janji Pemerintah Pusat menjadikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) dalam bentuk regulasi dan program kebijakan. Kedua mendesak DPR RI dan Pemerintah Pusat segera mengesahkan RUU Provinsi Kepulauan menjadi Undang-Undang.
Ketiga meminta Menteri Kelautan dan Perikanan segera memberi persetujuan pada draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang LIN, sebelum diajukan ke Presiden Joko Widodo. Karena hanya tinggal paraf Susi yang ditunggu, setelah Kemenkumham, Menko Kemaritiman dan Setkab sudah memberi paraf persetujuan.
Kemudian keempat, mendesak Menteri Dalam Negeri segera menyetujui Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang sudah diajukan Pemerintah Maluku, termasuk dari daerah lainnya, dan kelima, mendesak Pemerintah Pusat agar mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang objek kelautan dan retribusi daerah.
baca : Kaya Tapi Miskin, Potret Potensi Perikanan Maluku yang Belum Optimal, Kenapa?
Ingkar Janji
Sebelumnya Gubernur Maluku, menyatakan perang ke Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Murad menilai kebijakan moratorium yang diberlakukan Susi telah merugikan Maluku.
Dalam acara pengambilan sumpah dan pelantikan penjabat Sekretaris Daerah Maluku di kantor Gubernur, Senin (2/9/19), Murad menjelaskan, setiap bulan KKP mengangkut ikan dari perairan Arafura untuk diekspor. Namun, Maluku tidak dapat apa-apa dari ekspor itu.
Dia mengatakan, sejak pemberlakuan moratorium oleh Menteri Susi, tercatat ada 1.600 kapal ke laut Aru. Namun, tidak ada satu pun ABK asal Maluku yang dipekerjakan di kapal-kapal tersebut. Sisi lain, kata Murad, aturan pengelolaan 12 mil lepas pantai yang menjadi kewenangan pusat, sangat merugikan Maluku.
“Nelayan Maluku tidak diizinkan menangkap ikan di zona itu, karena adanya pemberlakuan moratorium tersebut,” katanya.
Murad juga memprotes janji Susi terkait Maluku dijadikan LIN oleh Pemerintah Pusat sejak 2010 tak kunjung direalisasikan dalam bentuk regulasi maupun program kebijakan.
Seperti draft Perpres tentang LIN yang semestinya sudah sampai ke meja Presiden sejak dua tahun lalu. Namun hingga kini, belum mendapat persetujuan dari Menteri Susi, meski sudah disetujui Menko Kemaritiman, Kemenkumham, dan Sekretaris Kabinet. Padahal LIN sudah masuk dalam Renstra KKP tahun 2015-2019.
Murad menganggap Susi ingkar janji dan tidak ikhlas membantu rakyat Maluku dan menjadikan Maluku sebagai LIN.
“Hanya tinggal paraf Menteri Susi saja, maka LIN menjadi sebuah produk hukum dalam bentuk Perpres. Ada apa dengan Ibu Susi? Sikap seorang menteri seperti ini yang menyebabkan Maluku dimiskinkan secara struktural,” ungkapnya dalam rilis Pemprov Maluku, Rabu (4/9/19).
baca juga : Mengapa Komitmen Pemerintah untuk Membangun SKPT di Pulau Terluar Terus Turun?
Sebelumnya pada 2014, Susi berjanji membantu Maluku memperoleh dana Rp1 Triliun untuk implementasi program LIN. Namun hingga kini janji tersebut tidak dipenuhi. Padahal LIN sudah masuk dalam Renstra KKP tahun 2015-2019.
“Di depan paripurna istimewa DPRD Provinsi Maluku pada 11 Desember 2014, ibu Susi berjanji untuk membantu Maluku memperoleh Rp1 triliun sebagai implementasi dari program LIN dalam membangun industri perikanan di Maluku. Janji itu tidak pernah dia penuhi,” lanjut Murad.
Berdasarkan data dimiliki Mongabay, setiap tahun Maluku menyumbangkan Rp1,5 triliun dari produksi 51 ribu ton ikan hasil operasi ratusan kapal yang dibawa keluar dari Maluku. Tetapi yang balik dalam bentuk dana bagi hasil (DBH) sektor perikanan tidak sebesar yang diharapkan Pemprov Maluku.
Murad kesal selama ini regulasi dan kebijakan dari sektor perikanan sangat merugikan Maluku, seperti DBH sebagai daerah penghasil, kewenangan perizinan, dan regulasi yang mengatur retribusi daerah.
Setiap tahun triliunan rupiah dari sektor kelautan dibawa keluar dari Maluku, tapi yang balik dalam bentuk DBH sektor perikanan tidak sampai Rp11 miliar, dengan rincian setiap kabupaten dan kota hanya memperoleh Rp983 juta.
Nilai ini tidak sebanding dengan nilai yang diambil dari Maluku, dan tidak menjawab rasa keadilan bagi daerah.
Dari sisi kewenangan, jumlah kapal ikan yang memperoleh izin operasi dari Pemprov Maluku pun tercatat hanya 288 kapal, karena adanya batasan aturan kewenangan pemberian izin kapal dibawah 30 GT. Sementara jumlah izin kapal ikan diatas 30 GT yang dikeluarkan Menteri KKP untuk beroperasi di wilayah perairan Maluku, ungkap Murad, sebanyak 1.640 kapal.
“Anehnya, kapal-kapal ini tidak mempekerjakan orang Maluku, anak-anak daerah saya. Home based (kapal)-nya pun menggunakan pelabuhan yang semestinya dilabuhi oleh kapal-kapal izin provinsi,” bebernya.
menarik dibaca : Pemkab Maluku Tenggara Barat Belum Dukung Pembangunan SKPT Saumlaki?
Kawasan Strategis
Begitu strategisnya perairan laut Maluku membuat daerah ini yang paling banyak berdiri Unit Pelaksana Tugas (UPT) KKP di daerah. Dari delapan UPT KKP yang ada, tujuh UPT lahannya disediakan oleh Pemprov Maluku yakni, Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon, PPN Tual, dan Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ambon.
Hanya satu UPT yakni Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Ambon yang menggunakan lahan bekas kantor Balai Ketrampilan Penangkapan Ikan (BKPI).
Menurut Murad, kebaikan dari potensi perikanan Maluku yang diambil selama ini, tidak sebanding dengan pendapatan balik yang diperoleh Maluku dari sektor ini.
“Kurang baik apa lagi Maluku? Jika pengelolaan potensi perikanan Maluku, masih tetap dibatasi hanya 12 mil laut, maka saya persilahkan Ibu Susi untuk bangun kantor-kantor UPT-nya di 12 mil laut juga. Jangan dibawah itu atau di darat, karena sudah masuk kewenangan kami,” tegasnya.
penting dibaca : Fokus Liputan : Mewujudkan Perikanan Berkeadilan di Pulau Buru : Kondisi Nelayan Kecil [Bagian 1]
Poin Polemik
Maluku dicanangkan sebagai LIN oleh Presiden Susilo Bambang Yudhono saat menghadiri Sail Banda di Ambon pada tahun 2010. Dan ditegaskan lagi oleh Presiden Joko Widodo secara terbuka sebanyak dua kali saat menghadiri pembukaan Tanwir Muhammadiyah di Ambon Februari 2017, dan saat Hari Pers Nasional (HPN) di Ambon.
Saat itu Jokowi menyatakan, pemerintah tengah menyiapkan payung hukum tentang Maluku sebagai LIN, apakah dalam bentuk Keputusan Menteri atau Perpres. Tetapi, payung hukum yang dijanjikan tersebut tak kunjung muncul.
Susi Pudjiastuti juga pernah berjanji untuk memperhatikan Maluku melalui dana alokasi khusus (DAK) 2018 di Bandara Pattimura Ambon, saat transit kunjungan kerjanya ke Pulau Banda pada 23 Oktober 2017.
Sementara dana alokasi khusus (DAK) Maluku hanya berkisar Rp23 miliar, tidak sebanding dengan nilai yang dibawa keluar dari Maluku melalui potensi perikanan.
Poin-poin ini yang kini dijadikan alasan bagi Pemprov Maluku dalam memprotes kebijakan Pemerintah Pusat. Menurut berbagai kalangan di Maluku, Pemerintah Pusat telah membohongi masyarakat Maluku, sehingga mereka menuntut agar Pemerintah Pusat tidak bersikap apatis terhadap mereka.
perlu dibaca : Ekspor Tuna dari Indonesia, Amerika Serikat Tekankan Perikanan Berkelanjutan
Tindak Lanjut
Usai pertemuan dengan utusan Menteri Kelautan, Murad kepada wartawan di ruang rapat Gubernur, Kamis (5/9/19) mengatakan perang yang disampaikan kepada Menteri Susi adalah bentuk aspirasi kepada Pemerintah Pusat agar merealisasi berbagai janjinya.
Menurutnya, masalah maupun protes yang dilayangkan sudah selesai. Namun dia berharap lima poin yang sudah disampaikan kepada Pemerintah Pusat dapat direspon dan diakomodir dengan baik.
“Saya harap masalah ini tidak usah diperbesar oleh rekan-rekan wartawan, karena sudah selesai. Ini cuma soal komunikasi yang tidak berjalan baik saja. Tentu saya mengapresiasi Ibu Susi dan juga utusan yang sudah datang ke Maluku untuk menemui kami,” harapnya.
Sementara Sekjen KKP Nilanto Perbowo mengatakan, usulan Pemerintah Maluku akan disampaikan ke Menteri Susi dan dalam waktu dekat akan disampaikan kembali ke Pemerintah Provinsi Maluku.
“Bersama ini, kami juga mengapresiasi Pemerintah Maluku. Prinsipnya, semua yang sudah disampaikan Pak Gubernur akan kita sampaikan ke Ibu Susi,” singkatnya.