- Vietnam kembali berulah di Laut Natuna Utara, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Di kawasan perairan yang masuk dalam wilayah zona ekonomi eksklusif Internasional (ZEEI) itu, Vietnam mengirimkan 13 kapal patroli untuk berjaga sepanjang tahun
- Aktivitas tersebut, di mata Indonesia sebagai aktivitas berlebihan dan bentuk intimidasi. Pasalnya, kawasan ZEEI seharusnya tidak boleh dimasuki oleh kapal ikan maupun patroli, dari negara mana pun. Hal itu, menjadi penegas bahwa Vietnam sudah melanggar wilayah ZEEI
- Aksi Vietnam itu dilakukan tersebut karena belum jelasnya batas wilayah antara Indonesia dan negara tersebut di kawasan ZEE yang menjadi batas landas kontinen kedua negara. Namun seharusnya, ketidakjelasan tersebut bukan menjadi alasan Vietnam untuk ada di perairan ZEEI
- Hukum UNCLOS menyebutkan, jika ada dua negara yang masih bersengketa tentang batas landas kontinen, maka kedua negara harus membuat perjanjian sementara agar bisa saling menahan sikap. Dan perjanjian sementara pun saat ini baru pada pembicaraan awal.
Perairan Laut Natuna Utara yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, sejak lama selalu menjadi kawasan yang ramai dilalui oleh kapal-kapal ikan dari berbagai penjuru dunia. Situasi itu tak berubah, meski ketegangan politik dalam beberapa tahun terakhir terjadi di kawasan tersebut dan melibatkan negara Asia Timur dengan Asia Tenggara.
Dalam setahun ini, salah satu negara Asia Tenggara, Vietnam, bahkan semakin gencar menangkap ikan di kawasan perairan yang masuk dalam zona ekonomi eksklusif Internasional (ZEEI). Tak heran, jika sepanjang 2019 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengklaim sudah menemukan 13 kapal patroli negara tersebut yang berjaga atau selalu ada di perairan tersebut.
Bagi Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan, berjaganya 13 kapal patroli Vietnam tersebut bertujuan agar kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan mereka bisa tetap berjalan baik. Kapal-kapal tersebut terdiri dari kapal patroli perikanan dan kapal coast guard dan fokus melakukan penjagaan di wilayah perbatasan antar negara.
“Itu dilakukan oleh Vietnam, karena belum clear-nya batas zona ekonomi eksklusif kedua negara (Indonesia dan Vietnam), sehingga menjadi celah dan justifikasi Vietnam untuk memperluas wilayah penangkapan ikan di Laut Natuna Utara,” ungkapnya kepada Mongabay Indonesia, Rabu (11/9/2019).
baca : Ini Sinyal Tegas Indonesia untuk Kapal Pencuri Ikan Vietnam
Celah hukum yang dimanfaatkan oleh Vietnam tersebut, seharusnya tidak boleh dibiarkan oleh Indonesia. Untuk itu, perlu ada upaya peningkatan intensitas patroli rutin dan penambahan armada pengawasan di kawasan perairan tersebut. Sehingga semakin tegas peran TNI menjaga teritori Indonesia di Natuna Utara.
Dengan lebih banyak melaksanakan patroli laut, Suhufan menyebut, keamanan kawasan perairan itu juga semakin meningkat dan itu berarti meningkatkan pencegahan masuknya kapal ikan asing (KIA) yang menangkap ikan di Laut Natuna Utara. Disisi lain, bakal meningkatkan jaminan keamanan bagi kegiatan penangkapan ikan oleh kapal ikan Indonesia.
Selain meningkatkan patroli, Suhufan menambahkan, Indonesia bisa memanfaatkan keberadaan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) Natuna untuk mendorong produksi perikanan di kawasan Natuna dan sekitarnya. Sehingga tercipta sinergi kegiatan antara pengamanan di laut dan kegiatan produktif penangkapan ikan.
“Istilah Presiden Jokowi, adalah ‘kita bikin ramai’ di laut,” tambah Suhufan.
baca juga : Vietnam, Negara Dominan Pelaku IUUF di Laut Indonesia
Kartu Kuning
Sementara, Pemerhati Sektor Kelautan dan Perikanan Abdul Halim mengatakan, berjaganya 13 kapal patroli Vietnam di perairan Laut Natuna Utara, menjelaskan bahwa negara tersebut sedang berupaya memperbaiki kondisi sektor perikanan dalam negeri, setelah Uni Eropa memberikan kartu kuning kepada negara tersebut.
Agar proses perbaikan berjalan baik, Vietnam perlu cukup pasokan produk perikanan, dan salah satunya dilakukan dengan menangkap ikan di perairan negara tetangga, termasuk Indonesia. Proses produksi perikanan untuk memperbaiki nama negara itu, membuat aktivitas tersebut didukung penuh oleh aparat Vietnam di atas laut.
Untuk mengimbangi kegiatan Vietnam itu, Halim meminta Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengawasan di kawasan Laut Natuna Utara dan mendorong kapal ikan dalam negeri untuk melaksanakan aktivitas pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) di perairan itu yang berbatasan langsung dengan Vietnam.
“Vietnam berani seperti itu, karena mereka memanfaatkan kosongnya perairan perbatasan dan juga untuk menjaga produktivitas ekonomi mereka di sektor perikanan,” pungkasnya.
baca juga : Indonesia Murka pada Kapal Ikan Asing Pelaku Pencurian Ikan
Sebelumnya, pada Senin (9/9/2019), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan fakta terbaru berkaitan dengan hadirnya kapal-kapal dari Vietnam. Tak hanya kapal ikan yang dalam kurun waktu setahun ini banyak ditangkap di perairan tersebut, namun juga kapal patroli keamanan negara tersebut.
Susi menyebutkan, khusus untuk kapal ikan, dalam setahun ini, dari seluruh KIA yang ditangkap oleh Satuan Tugas IUU Fishing (115), 81 persen diantaranya adalah kapal berbendera Vietnam. Dan dalam setahun, ada sedikitnya 13 kapal patroli Vietnam yang sengaja berjaga di Laut Natuna Utara yang menjadi kawasan landas kontinen bagi Indonesia.
Susi menilai, kehadiran kapal-kapal patroli tersebut menjadi bentuk intimidasi kepada Indonesia dan kehadiran mereka juga untuk mendukung aktivitas kapal ikan Vietnam untuk menangkap ikan di sekitar Laut Natuna Utara. Padahal, kawasan perairan tersebut seharusnya menjadi kawasan terlarang bagi kapal patroli dari negara mana pun.
“Kapal-kapal tersebut melanggar dan masuk ke wilayah yang menjadi bagian dari zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI),” ujar Susi yang juga Komandan Satgas 115.
perlu dibaca : Laut Natuna Masih Disukai Kapal Asing Penangkap Ikan Ilegal. Kenapa?
Pelanggaran UNCLOS
Agar kegiatan kapal-kapal Vietnam tersebut tidak terus berlangsung, Susi menyebutkan pihaknya akan mengajukan nota protes ke Vietnam melalui Kementerian Luar Negeri RI. Semua data satelit yang menjelaskan tentang keberadaan kapal-kapal tersebut, akan diberikan kepada Kemenlu untuk dijadikan bahan mengajukan protes.
Masuknya kapal-kapal Vietnam di perairan Laut Natuna Utara, bisa terjadi karena saat ini tejadi saling klaim antara Indonesia dan Vietnam. Itu diakui sendiri oleh Susi pada kesempatan yang sama. Dia menyebutkan, kapal-kapal Vietnam masuk ke Indonesia melalui sebagian wilayah ZEEI, khususnya yang berada di luar garis batas kontinen Indonesia.
Namun demikian, Susi menegaskan, walau masih terjadi saling klaim wilayah, kapal patroli Vietnam tidak seharusnya masuk ke wilayah ZEEI. Berdasarkan aturan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) pada pasal 74 ayat 3, disebutkan bahwa negara yang bersengketa harus melakukan provisional arrangement (perjanjian sementara) terkait wilayah yang masih disengketakan atau terdapat saling klaim (overlapping).
baca juga : KKP Kembali Tangkap 8 Kapal Ikan Asing Ilegal dari Vietnam dan Malaysia
Staf Ahli Satgas 115 Mas Achmad Santosa berpendapat, klaim Vietnam di Laut Natuna Utara yang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia sebenarnya memang tidak sesuai dengan aturan dalam UNCLOS. Klaim tersebut dibuat Vietnam dengan perhitungan yang salah, karena mereka menggunakan aturan bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
Dalam sistem perhitungan jarak ZEE dengan mengadopsi aturan untuk negara kepulauan, ZEE dihitung sejauh 200 mil laut dari garis pantai pulau terluar. Dengan demikian, Vietnam menghitung dengan metode tersebut, meski mereka bukan negara kepulauan seperti Indonesia.
Merujuk pada peraturan tersebut, pria yang biasa disapa Ota itu menegaskan bahwa ZEE Indonesia dan Vietnam seharusnya tidak bersinggungan secara langsung, atau bahkan tumpang tindih. Terlebih, karena Indonesia adalah negara yang patuh dalam menentukan batasan ZEE.
Terkait dengan perjanjian sementara (provisional arrangement), Ota menyebutkan bahwa sampai saat ini prosesnya masih dalam tahap pembicaraan awal. Untuk proses tersebut, sampai saat ini belum ada pembahasan lebih detil, dan karenanya baik Indonesia ataupun Vietnam harus bisa menahan diri tidak melakukan upaya-upaya yang bisa mengganggu perdamaian antara kedua negara.
Di sisi lain, Vietnam tidak boleh mengirimkan kapal patroli ke wilayah yang diklaim Indonesia sebagai kawasan ZEE. Meskipun, di kawasan tersebut, tidak ada kapal patroli ataupun kapal ikan yang berasal dari Indonesia. Padahal, kawasan perairan Laut Natuna Utara masuk dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI 711.
“Kami masih teliti kenapa kapal-kapal kita jarang ke situ. Di satu sisi, kapal pengawas kita nggak boleh menangkap kapal pengawas negara lain. Hanya bisa memperingatkan dan menghalau agar mereka keluar. Jadi, yang paling tepat memang adalah masing-masing menahan diri,” pungkasnya.