- Asap tebal yang menyelimuti Palangkaraya dan Kalimantan Tengah keseluruhan, tidak hanya memberi pengaruh buruk pada kesehatan masyarakat, orangutan pun turut merasakan akibatnya.
- Sebanyak 37 orangutan muda [bayi hingga anak-anak] di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, terjangkit penyakit infeksi saluran pernafasan ringan akibat asap kebakaran hutan dan lahan.
- Penanganan orangutan dilakukan berdasarkan tingkat keparahan yang dialami. Multivitamin diberikan kepada semua orangutan di pusat rehabilitasi.
- Berdasarkan data Posko Satgas Karhutla Kalimantan Tengah, area terbakar sejak awal Januari hingga 17 September 2019, seluas 8.312 hektar. Tercatat, 24.532 hotspot, dan 1.925 kejadian karhutla dengan area pemadaman terbanyak di Kota Palangkaraya.
Asap tebal akibat kebakaran hutan dan lahan yang menyelimuti Palangkaraya dan Kalimantan Tengah secara umum, tidak hanya berpengaruh buruk pada kehidupan masyarakat. Orangutan yang berada di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng pun turut merasakan akibatnya.
Sebanyak 37 orangutan muda [bayi hingga anak-anak] dan dewasa, terjangkit penyakit infeksi saluran pernafasan ringan. Tim medis telah memberikan pengobatan dengan nebulizer dan multivitamin. Sementara bagi orangutan yang infeksinya parah, diberikan antibiotik.
“Secara rinci, enam individu dewasa, dan 31 bayi sampai anak-anak yang terjangkit,” urai drh. Agus Fahroni, Koordinator Tim Medis Nyaru Menteng kepada Mongabay, Rabu [18/9/2019].
Penanganan berdasarkan tingkat keparahan yang dialami. Multivitamin diberikan kepada semua orangutan di pusat rehabilitasi, sedangkan pemberian obat menggunakan nebulizer [penguapan] dilakukan terhadap empat orangutan.
Meskipun kondisi yang ada tidak seburuk 2015 lalu, tim berharap situasi sekarang membaik. “Mengingat pada 2015, hampir semua orangutan usia bayi sampai remaja harus diberi nebulizer,” jelasnya.
Baca: Asap Pekat Berbahaya Terus Selimuti Palangkaraya

Kawasan terbakar
Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS [BOSF] dalam keterangan tertulisnya mengatakan, di pekan pertama Agustus, kebakaran melanda lokasi rehabilitasi hingga jarak sekitar 300 meter. “Asap tebal tidak hanya membahayakan kesehatan para staf, tapi juga 355 orangutan yang kami rawat di Nyaru Menteng beserta pulau-pulau pra-pelepasliaran,” terangnya, Selasa [17/9/2019].
Sejauh ini, total sekitar 80 hektar hutan gambut di wilayah kerja Yayasan BOS terbakar. Sebanyak 20 hektar di Sei Daha, dekat Pusat Penelitian Tuanan, dan 60 hektar di Sei Mantangai, yang keduanya di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

Lokasi kebakaran di Kapuas ini merupakan bagian jelajah orangutan liar di Program Konservasi Mawas. “Pada 3 September, kebakaran di Sei Daha, dapat dipadamkan. Namun, sampai hari ini titik panas masih ditemukan di wilayah tersebut. Sedikitnya, delapan sumur bor digali dan lima unit pompa disiagakan untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.
Sementara di Sei Mantangai, untuk memadamkan api, tim menggali 26 sumur bor. Kendala utama adalah minimnya sumber air dan akses yang sangat sulit menuju lokasi kebakaran. “Tim lapangan bekerja sama dengan pemadam kebakaran dari masyarakat sekitar, terus bekerja sambil berharap hujan turun,” kata Jamartin.
Berdasarkan data Posko Satgas Karhutla Kalimantan Tengah, area terbakar sejak awal Januari hingga 17 September 2019, seluas 8.312 hektar. Tercatat, 24.532 hotspot, dan 1.925 kejadian karhutla dengan area pemadaman terbanyak di Kota Palangkaraya.

Orangutan di Samboja Lestari
Bagaimana kondisi orangutan di Kalimantan Timur? Meski tidak separah di Kalimantan Tengah, asap tipis yang diduga hasil kebakaran turut menyelimuti Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari.
Untuk mencegah dampak buruk, tim medis Samboja Lestari memberikan susu dan multivitamin untuk semua orangutan yang berjumlah 130 individu, tanpa kecuali. Kegiatan luar ruang orangutan muda di Sekolah Hutan dibatasi, hanya setengah hari. “Bagi orangutan dewasa yang berada di kandang, tim teknisi secara teratur melakukan penyemprotan. Tujuannya, agar suhu kandang tetap sejuk,” jelas Jamartin.
Tim Program Konservasi Mawas, Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng dan Samboja Lestari terus melakukan pengawasan terhadap kemungkinan munculnya titik kebakaran di seluruh wilayah kerja.
“Saat ini, kami tidak merawat satwa lain di Nyaru Menteng. Tapi di Samboja Lestari [Kalimantan Timur], kami merawat 58 beruang madu titipan BKSDA. Sejauh ini, kondisi di Samboja Lestari hanya terpapar asap tipis yang belum mengganggu kesehatan satwa dan staf kami menyeluruh,” terang Nico Hermanu, Tim Komunikasi BOSF.