- Enam pekan mendatang, masa kerja Satuan Tugas Pemberantasan dan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) akan berakhir, mengikuti masa kerja Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Di akhir masa jabatan, Satgas 115 ditantang untuk bisa mengeksekusi enam kapal ikan asing (KIA)
- Keenam KIA itu adalah pelaku pencuri ikan di wilayah perairan Indonesia dan statusnya sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Namun, keenamnya belum bisa dieksekusi KKP, karena belum diserahterimakan dari Kejaksaan Agung dan Kementerian Keuangan RI
- Selain itu, tantangan Satgas 115 yaitu menghentikan modus operandi pencurian ikan dengan pemodal asing masuk ke sektor perikanan tangkap Indonesia, salah satunya dengan menyamar menjadi pemilik kapal ikan dalam negeri
- Tantangan lain, adalah menghentikan praktik penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) yang masih banyak dilakukan oleh kapal dalam negeri. Juga, praktik pemasangan rumpon oleh nelayan luar negeri di kawasan perairan ZEE yang berbatasan langsung dengan Indonesia
Enam pekan lagi, masa kerja Satuan Tugas Pemberantasan dan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) akan segera berakhir, mengikuti berakhirnya masa kerja Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Sebelum berakhir, Satgas 115 dihadapkan pada tantangan untuk bisa menyelesaikan semua tugasnya tanpa tersisa satu kasus pun.
Tugas yang belum terselesaikan seperti eksekusi enam kapal ikan asing (KIA) yang sudah ditetapkan putusannya oleh pengadilan negeri di berbagai daerah. Keenam kapal itu diputus bersalah, karena terbukti melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah perairan Indonesia.
Komandan Satgas 115 Susi Pudjiastuti berharap dalam sisa waktu kerjanya, keenam kapal itu bisa segera diserahterimakan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan kemudian dilakukan eksekusi. Sehingga, pada Pemerintahan yang baru mendatang, tugas Satgas 115 telah selesai.
Meski demikian, Susi berharap keberadaan Satgas 115 tetap dipertahankan pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua. Hal itu diungkapkan Susi saat menutup rapat koordinasi nasional (Rakornas) Satgas 115 di Jakarta, akhir pekan lalu.
“Saya berharap kerja sama ini bisa diteruskan di periode mendatang,” ungkapnya.
baca : Kinerja Satgas 115 IUU FIshing Dipuji Presiden RI Joko Widodo

Adapun enam kapal yang hingga saat ini masih belum diserahterimakan adalah Silver Sea 2 berbendera Thailand, Sea Breeze STS 50 yang menggunakan bendera 8 bendera (stateless), Fu Yuan Yu 831 yang berbendera Timor Leste (multiple flag), MV NIKA berbendera Panama, Gui Bei Yu 27088 berbendera Tiongkok, dan Cing Tan Co 19038 berbendera Tiongkok.
Selama ini, kapal-kapal itu menjadi buruan Interpol dan berhasil ditangkap Satgas 115 saat beraksi di wilayah perairan Indoenesia. Bagi Susi, penting untuk segera mengeksekusi enam kapal itu untuk menuntaskan proses hukum, sebelum kepemimpinannya di KKP berakhir.
Meskipun, dia mengakui, jika Satgas 115 tetap dipertahankan pada kabinet yang baru, kerja sama dengan KKP dijamin akan tetap sama baiknya. “Pengambilan keputusan bisa lebih mudah dan cepat,” sebutnya.
baca : Silver Sea 2: Jalan Terakhir Si Pencuri Ikan dari Thailand
Monumen IUUF
Setelah kapal-kapal itu diserahterimakan, Susi menyatakan KKP berencana menjadikannya sebagai monumen dan museum yang ditempatkan di beberapa kota, sebagai penanda Satgas 115 pernah ada dan bekerja untuk menjaga laut Indonesia.
Hal itu juga sebagai bentuk kampanye tentang bahaya praktik IUUF yang dilakukan di perairan Indonesia. Masyarakat tak hanya bisa melihat kapal-kapal pencuri ikan, namun juga belajar lebih jauh tentang praktik Ilegal Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) yang bisa menghancurkan sumber daya di laut.
Bagi Susi, kehadiran Satgas 115 penting. Tanpa mereka, masyarakat Indonesia mungkin tidak tahu bahwa kapal IUUF sudah merampok banyak sekali ikan dari perairan Indonesia dan merongrong kedaulatan Negara.
“Dari hasil evaluasi selama rakornas ini, kita sadari bahwa ancaman IUUF masih akan tetap ada, dengan berbagai modus operandi,” jelasnya.
baca juga : Ada Potensi Kerugian Negara Rp137 Miliar Dari Perikanan Ilegal Kapal Ikan

Dari hasil evaluasi Satgas 115, modus operandi yang diprediksi akan tetap ada dan dilakukan para pencuri ikan adalah dengan cara alih muat (transshipment) hasil tangkapan ikan dari kapal penangkap ke kapal yang lain. Cara tersebut itu diyakini sudah mengangkut hingga 60 persen hasil perikanan ke berbagai negara di sekitar Indonesia.
Jika dibiarkan, Susi meyakini kinerja sektor kelautan dan perikanan Indonesia terganggu. Padahal, saat ini kondisinya sudah membaik, salah satunya terlihat dari kinerja ekspor produk kelautan dan perikanan. Katanya, kinerja ekspor akan lebih baik lagi jika transshipment tidak ada.
Modus lainnya yang diprediksi ada adalah memanfaatkan kapal ikan dalam negeri untuk melakukan praktik IUUF. Dengan kata lain, para pelaku dari luar Indonesia akan memberikan modal kepada kapal ikan dalam negeri dan kemudian melaksanakan aksinya. Modus seperti itu cukup sulit dideteksi, karena itu menyamar sebagai kapal lokal.
Cara paling baik menumpasnya dengan dilakukan pendekatan dari berbagai aspek kepada para pemilik kapal dalam negeri. Terutama terkait metode keuangan yang selama dilakukan. Jika itu berhasil ditumpas, maka tindak pidana pencucian uang (TPPU) bisa dikurangi.
“Kita akan fokus pada pemilik perusahaan dalam menelusuri modus tersebut. Jangan sampai lengah saja,” tuturnya.
menarik dibaca : Ulah Vietnam Ini Mengintimidasi Indonesia di Laut Natuna Utara

Modus Operandi
Modus operandi para pencuri ikan selanjutnya, adalah dengan menggunakan rumpon sebagai senjata utama. Biasanya, mereka akan memasang rumpon di titik perbatasan zona ekonomi eksklusif internasional (ZEEI).
“Cara itu dilakukan agar ikan lebih mudah berkumpul, setelah itu mereka akan mencurinya dan membawa ke negara asal mereka,” tegasnya.
Menurut Susi, saat ini banyak KIA biasa berjaga di kawasan luar ZEE, yang menangkap ikan dari luar wilayah ZEE Indonesia yang didapat dengan cara memasang rumpon di wilayah perairan Indonesia. Cara ini, juga mengancam sumber daya ikan, karena itu akan menggiring ikan untuk keluar kawasan ZEE.
Pekerjaah rumah lain dari Satgas 115, adalah praktik penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing). Praktik ini harus diberantas, karena merusak ekosistem laut dan pada akhirnya mengancam kehidupan ikan dan biota laut yang ada di sekitar lokasi penangkapan ikan.
“Penangkapan dengan bom ikan, alat penangkap ikan tidak ramah lingkungan seperti trawl, maupun menggunakan potasium sianida,” katanya.
Demi menjaga wilayah laut dari praktik IUUF dan praktik negatif lainnya, Susi meminta Pemerintahan yang akan datang tetap memberlakukan pembatasan investasi kepada pelaku usaha dari luar Indonesia yang ingin menanamkan modalnya pada sektor perikanan tangkap. Jika pembatasan tidak dilakukan, maka ancaman IUUF bisa akan tetap ada, bahkan bisa terus meningkat di masa mendatang.
“Pelaku IUUF itu akan masuk ke Indonesia dengan berbagai cara. Saya berharap, yang berwenang soal investasi bisa membedakan mana yang (ingin) investasi, mana yang menyangkut hukum. Menangkap ikan itu bukan investasi, tapi mengambil uang tunai langsung dari laut,” pungkasnya.
perlu dibaca : Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan Jalan Keluar Terbaik bagi Indonesia

Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa yang ditemui seusai rakornas mengatakan, keputusan untuk memanfaatkan enam kapal ikan yang sudah diputus bersalah, sampai saat ini masih menunggu proses serah terima dari Kejaksaan Agung dan Kementerian Keuangan. Jika sudah ada keputusannya, maka semua kapal akan ditarik ke Jakarta.
Tetapi, pria yang biasa disapa Ota itu buru-buru mengingatkan, meski kapal-kapal yang sudah inkrah dan siap dieksekusi KKP, namun kapal-kapal tersebut pemanfaatannya hanya akan dilakukan sebagai kapal edukasi saja. Sementara, usulan untuk menjadikan sebagai kapal ikan, itu tidak akan pernah dikabulkan, karena keenam kapal adalah pelaku IUUF di Indonesia.
“Idealnya memang digunakan sebagai kapal edukasi, menjadi sarana pembelajaran untuk masyarakat tentang IUUF. Nantinya, ada kapal yang akan diam di satu kota, dan ada juga yang akan keliling Indonesia,” tandasnya.
***
Keterangan foto utama : Penenggelaman kapal asing di perairan Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat pada April 2017. Foto : Istimewa/Mongabay Indonesia