- Beberapa wilayah di Indonesia diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) membuat aktivitas warga terganggu, seperti halnya transportasi dan mobilisasi.
- Kabut asap mengandung sejumlah gas dan partikel kimia yang bisa mengganggu pernapasan seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx), dan ozon (03).
- Beberapa masalah kesehatan akibat kabut asap diantaranya yaitu, terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA), Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Penyakit Jantung, dan Iritasi.
- BNPB merilis, jumlah penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga September 2019 mencapai 919.516 orang.
Kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di beberapa propinsi di Indonesia membuat aktivitas warga terganggu, seperti halnya transportasi dan mobilisasi. Jarak pandang jadi terhambat, bahkan mengiritasi mata. Selain itu, sementara waktu aktivitas siswa-siswi sekolah juga diliburkan untuk menghindari hal buruk yang terjadi pada anak-anak.
Seorang siswa di Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, Najha Nabilla (16) mengatakan dampak karhutla yang terjadi hampir sebulan yang lalu mengakibatkan aktivitas sekolahnya diliburkan selama seminggu. “Sesuai himbauan dari sekolah, siswa-siswi disarankan untuk belajar di rumah dulu” kata siswi Madrasah Aliyah Negri (MAN) 1 Bengkalis ini, pada Rabu (25/09/2019).
Dia mengatakan dampak karhutla membuat kesehatan terganggu, seperti terjadi radang tenggorokan. Sehingga dia harus menggunakan masker saat hendak beraktivitas diluar rumah.
“Kalau pagi tidak seberapa asapnya, tapi kalau udah siang sampai sore itu asapnya semakin tebal, mata menjadi perih,” kata Bella, panggilan akrabnya.
baca : Aksi Desak Tangani Kebakaran Hutan dan Kabut Asap Berulang
Hal serupa juga dirasakan Cut Azzura Jaska. Karena sekolahnya di Pekanbaru diliburkan hampir sebulan karena kabut asap, orang tuanya memintanya untuk tinggal sementara waktu di Bengkalis. Namun tidak bisa dielak, ternyata kabut asap karhutla juga merambat sampai ke kabupaten berjulu kota terubuk itu.
“Kira-kira seminggu yang lalu sudah turun hujan, jadi keadaan sekarang sudah membaik. Tapi hari ini mulai berasap lagi,” kata siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negri 4 Pekanbaru, pada Selasa (01/10/2019). Kedepan, Azzura sapaan akrabnya, sangat berharap karhutla yang mengganggu aktivitas banyak orang tidak terjadi lagi.
baca juga : Kebahagiaan Keluarga, Keamanan Warga Terenggut Kabut Asap Karhutla
Dampak bagi kesehatan
Dampak karhutla tentu merugikan semua pihak. Departemen Kesehatan (Depkes) dalam buku Penanggulangan Krisis Kesehatan untuk Anak Sekolah, dengan judul “Lindungi diri Dari Bencana Kabut Asap” mengatakan, salah satu dampak yang diakibatkan dari kabut asap yaitu pada kesehatan, khususnya gangguan saluran pernapasan.
Dijelaskan, asap tersebut mengandung sejumlah gas dan partikel kimia yang bisa mengganggu pernapasan seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx), dan ozon (03). Materi itu memicu dampak buruk yang nyata pada manula, bayi dan pengidap penyakit paru. Meskipun tidak bisa dipungkiri, dampak tersebut juga bisa mengenai orang yang sehat.
perlu dibaca : Hujan Mulai Turun tapi Lahan Gambut Tetap Membara, Kenapa?
Adapun, beberapa masalah kesehatan akibat kabut asap yang dipaparkan diantaranya yaitu, terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA). ISPA sejatinya disebabkan oleh infeksi virus, bukan oleh kabut asap. Tapi polusi udara yang parah, ditambah dengan melemahnya sistem ketebalan tubuh bisa mengakibatkan gangguan pernafasan, atau mempermudah terjadinya ISPA. Kemampuan paru dan saluran pernapasan mengatasi infeksi berkurang. Selama ini ISPA banyak menjangkit anak-anak dan kaum lansia.
Selanjutnya, yaitu asma. Selain genetik, penyakit asma disebabkan oleh buruknya kualitas udara. kabut asap membawa partikel berukuran kecil yang masuk melalui saluran pernafasan dan menyebabkan gangguan layaknya asap rokok. Penduduk yang mengidap asma, terutama anak-anak adalah kelompok yang rentan terhadap ancaman kabut asap.
Kemudian, kabut asap juga bisa menyebabkan penyakit paru obstruktif kronik, penyakit jantung, dan iritasi. Dalam bentuk yang paling ringan, paparan kabut asap bisa menyebabkan iritasi pada mata, tenggorokan, hidung serta menyebabkan sakit kepala.
baca juga : Kebakaran Berulang di Perusahaan Sawit dan Bubur Kertas Masih Minim Sanksi
Jumlah Penderita ISPA
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo, menjelaskan, jumlah penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga September mencapai 919.516 orang.
“Posisi jumlah penderita ISPA ini angka penjumlahan, kita bisa lihat akumulatif Februari sampai September 919.516 orang,” ungkap Agus di Gedung BNPB, Jakarta, Senin (23/09/2019), dikutip dari Kompas.com.
Lanjut dia, penderita ISPA tersebut tersebar di enam provinsi yang terdampak karhutla. Diantaranya yaitu Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Dikatakanya, Sumatra Selatan menjadi provinsi yang penduduknya paling banyak menderita ISPA, yakni 291.807 orang. disusul Riau dengan jumlah penderita ISPA sebanyak 275.793 orang, dan Jambi dengan jumlah penderita ISPA 63.554 orang.
Sementara itu, jumlah penderita ISPA di Kalimantan Barat mencapai 180.695 orang. Sedangkan penderita ISPA di Kalimantan Selatan mencapai 67.293 orang. Adapun penderita ISPA di Kalimantan Tengah berjumlah 40.374 orang.
Sedangkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan, disaat kabut asap terjadi masyarakat disarankan untuk tetap di dalam ruangan dengan jendela dan pintu tertutup, mengurangi aktivitas diluar rumah, menghindari aktivitas di dalam rumah yang menambah kontaminasi seperti merokok atau menyedot debu, menggunakan masker dan alat pelindung lainnya seperti sarung tangan, baju lengan panjang dan celana panjang, mencuci buah dan sayur sebelum dimakan.
Kemudian, mengganti masker bila sudah kotor, menyediakan obat-obatan penting di rumah, dan juga mempersiapkan tempat-tempat umum seperti sekolah, aula, gedung olah raga, hotel, musholla/masjid, kantor, gedung serbaguna, dan lainya untuk dijadikan penampungan berudara bersih.