- Negeri bencana, mungkin tak berlebihan menyebut Indonesia seperti itu. Data BNPB sampai 16 Desember 2019, menyebutkan, ada 3.662 bencana di Indonesia. Dari angka itu, 3.586 merupakan bencana hidrometeorologi, dengan puting beliung paling tinggi, 1.282 kejadian, diikuti banjir (734) dan tanah longsor (685). Bencana kebakaran hutan ada lahan, menempati urutan ketiga, ada 744 kejadian.
- Karhutla pada 2019 pada kemarau Juni-November, khusus untuk Sumatera, kemarau juga terjadi pada Februari-Maret. Dana siap pakai untuk penanganan karhutla Rp3,8 triliun. Luas lahan terbakar pada 2019, mencapai 942.485 hektar dengan 194.802 titik panas.
- Lima provinsi paling banyak terkena bencana adalah Jawa Tengah dengan 859 bencana, diikuti Jawa Barat (672), Jawa Timur (582), Aceh (177) dan Sulawesi Selatan (162).
- Doni Munardo, Kepala BNPB mengatakan, guna mengatasi cuaca ekstrim di Indonesia, BNPB bersama dengan TNI dan Polri akan menyusun kesiapsiagaan untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota dalam mitigasi bencana, seperti kesiapsiagaan personil, transportasi, logistik, fasilitas medis, lokasi pengungsian dan lain-lain.
Kebakaran hutan dan lahan baru reda awal November, di beberapa daerah mulai banjir, longsor maupun puting beliung. Pemerintah Jawa Timur, pertengahan Desember lalu baru menetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi. Waktu siaga darurat selama 150 hari sejak ditandatangani pada 16 Desember. Ia berlaku bagi seluruh 37 kabupaten dan kota di Jatim.
Surat keputusan keluar sesuai hasil rapat koordinasi penanganan darurat bencana banjir bandang, tanah longsor dan angin puting beliung di BNPB pada 18 Januari 2019.
Sumatera juga tak lepas dari banjir dan longsor, seperti terjadi di Sumatera Barat. Pada 19-21 Desember lalu, hujan deras mengguyur Kabupaten Limaputuh Kota, Sumbar, hingga delapan kecamatan terdampak banjir dan longsor. Banjir dan longsor membuat beberapa badan jalan retak-retak dan putus. Rumah tertimbun longsor, dan terendam.
Di Wasior, Kabupaten Teluk Wandana, Papua, juga alami banjir bandang. Pada 23 Desember 2019, sekitar pukul 21.00 malam waktu setempat, hujan dan angin kencang menerpa Wasior. Sungai Angris meluap hingga kayu, patahan pepohonan, lumpur dan material lain g menutupi saluran jembatan pusat kota.
Air pun meluap ke badan jalan menyebabkan beberapa bangunan sekitar Kecamatan Wasior, terendam. Di berbagai kota dan kabupaten lain pun beragam bencana terjadi.
Indonesia, setiap tahun tak lepas dari bencana. Negeri bencana, mungkin sebutan itu tak berlebihan buat Indonesia. Betapa tidak, kala musim kemarau, bencana kekeringan, sampai kebakaran hutan melanda negeri. Kala masa penghujan, banjir, longsor, puting belitung jadi langganan di berbagai daerah.
”Polanya, kalau musim penghujan tinggi terjadi bencana hidrometeorologi, kalau kemarau akan bencana kekeringan. Ini indikator lingkungan kita sudah rusak, ” kata Agus Wibowo, Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB saat konferensi pers di Jakarta, baru-baru ini.
Berulang kali, Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan, 99% bencana merupakan bencana hidrometrologi, begitu juga tahun ini.
Banjir, angin puting beliung dan tanah longsor, jadi tiga bencana paling dominan. Peningkatan bencana terus terjadi dan makin parah karena daya tampung dan dukung lingkungan tak memadai. ”Secara umum trend bencana terus meningkat dari tahun ke tahun,” kata Agus.
Data BNPB sampai 16 Desember 2019, ada 3.662 bencana di Indonesia. Dari angka itu, 3.586 merupakan bencana hidrometeorologi, dengan puting beliung paling tinggi, 1.282 kejadian, diikuti banjir (734) dan tanah longsor (685).
Banjir, puting beliung, tanah longsor dan gelombang pasang atau abrasi pada 2019, terjadi pada masa penghujan, yakni, Januari-April dan Oktober-Desember.
Kalau dibanding bencana 2018, ada kenaikan sekitar 10% dengan 3.397 bencana. Agus bilang, tren bencana naik, tetapi jumlah korban jiwa (meninggal dan hilang) dan kerusakan mengalami menurun dibandingkan 2018, atau 4.461 orang.
Pada 2019, ada 472 orang meninggal dan 108 orang hilang, turun hingga 88,1%. Penyebabnya, bencana geologi tak sebanyak tahun sebelumnya.
Bencana geologi tahun ini terjadi 36 kejadian (1%), namun menyebabkan dampak bencana besar, terutama gempabumi. Sebanyak 29 kali gempa bumi merusak dan menimbulkan korban jiwa ketiga terbanyak (69) setelah banjir (259) dan tanah longsor (115).
”Sebelumnya korban meninggal dan hilang di atas 1.000 orang terjadi pada 2009, gempabumi Sumatera Barat. Pada 2010, ada banjir bandang Wasior, tsunami Mentawai dan erupsi Gunung Merapi. Pada 2018 terjadi gempa NTB, tsunami Banten, tsunami dan likuifaksi Sulawesi tengah,” kata Agus.
Adapun lima provinsi paling banyak terkena bencana adalah Jawa Tengah dengan 859 bencana, diikuti Jawa Barat (672), Jawa Timur (582), Aceh (177) dan Sulawesi Selatan (162).
Bencana kebakaran hutan ada lahan, menempati urutan ketiga, ada 744 kejadian. Pagu dana siap pakai BNPB Rp7,188 triliun untuk penanganan karhutla Rp3,8 triliun. Hingga kini, luasan lahan terbakar mencapai 942.485 hektar dengan 194.802 titik panas.
Karhutla pada 2019 pada kemarau Juni-November, khusus untuk Sumatera, kemarau juga terjadi pada Februari-Maret. Ke depan, BNPB akan memperkuat langkah pencegahan dibandingkan pemadaman api.
“Untuk karhutla, ke depan arahan kepala BNPB perlu mengembalikan gambut kepada kodrat aslinya. Kodrat asli gambut itu basah, berair dan berawa. Kita akan [berupaya] mengembalikan,” kata Agus.
BNPB mengatakan, kerugian ekonomi karena karhutla hampir Rp75 triliun berdasarkan laporan Bank Dunia.
Menurut Agus, kala api membesar pemadaman sulit terkendali hingga memerlukan biaya sangat besar dan cenderung tak efektif. Kerugian karhutla ini, tak hanya merugikan dalam skala nasional, juga secara regional.
”Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, mengalami dampak kerugian ekonomi sebesar 7,9% dan 6,1% dari PDRB,” katanya.
Sejak 2015-2019, dana siap pakai yang terpakai untuk penanganan karhutla mencapai Rp8,6 triliun.
Siap siaga
Doni Munardo, Kepala BNPB mengatakan, guna mengatasi cuaca ekstrim di Indonesia, BNPB bersama dengan TNI dan Polri akan menyusun kesiapsiagaan untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota dalam mitigasi bencana, seperti kesiapsiagaan personil, transportasi, logistik, fasilitas medis, lokasi pengungsian dan lain-lain.
”Persiapan bencana hidrometeorologi, kami memberikan informasi kepada masyarakat untuk bersiap menghadapi curah hujan yang tinggi,” katanya.
Dia berpesan, masyarakat menghindari tempat-tempat yang memiliki risiko ancaman bencana tinggi, terutama di sepadan sungai dan di dataran rendah berisiko longsor.
Soal risiko puting beliung, dia mengingatkan, masyarakat untuk memangkas cabang, ranting hingga beban pohon tak terlalu berat ketika ada angin. “Kalau bisa dipangkas, bukan ditebang.”
BNPB meminta, seluruh daerah mengecek anak-anak sungai dengan susur sungai terkait aliran air dari hulu hingga hilir. Hal ini untuk mengantisipasi banjir bandang, karena bencana ini cukup mematikan. Harapannya, pengurangan risiko perlu sedini mungkin.
Bencana hidrometeorologi, kata Agus, sudah mulai Desember dengan curah hujan tinggi, dan mencapai puncak pada Januari, Februari, Maret, diperkirakan menimbulkan banjir di banyak tempat.
”Ada 489 kabupaten dan kota berada di daerah rawan banjir sedang-tinggi, dengan penduduk mencapai 63,7 juta jiwa. Ada 441 kabupaten dan kota di daerah bahaya tanah longsor,” kata Agus.
Untuk 2020, katanya, bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan puting beliung, masih mendominasi. Untuk itu, BNPB sudah mengirimkan surat kepada kepala daerah di seluruh Indonesia agar waspada dan bersiap menghadapi bencana. Termasuk kesiapan personel gabungan, logistik, fasilitas dan tenaga medis, serta sosialisasi mitigasi bencana kepada masyarakat.
BNPB, katanya, siap menggunakan dana siap pakai darurat. Setiap tahun, BNPB memiliki dana darurat siap pakai Rp4 triliun yang akan tersalur ke daerah yang memerlukan. Jumlah ini bisa meningkat tergantung kebutuhan daerah.
Keterangan foto utama: Penanganan banjir bandang di Wasior. BNPB dan tim daerah turun ke lokasi banjir bandang. Foto: BNPB