- Menikmati destinasi wisata alam masih jadi pilihan liburan akhir tahun, salah satunya di Bali
- Selain menjaga lingkungan lokasi wisata, perlu siaga mitigasi pada destinasi wisata yang rawan bencana seperti Pura Uluwatu Badung dan tebing Devils Tear’s di Nusa Penida
- Mitigasi dampak bencana ini bisa ditelusuri dari sejumlah sistem peringatan dini dan juga pengamatan di lokasi
- Pengelola wisata juga didorong menyiapkan serta selalu mengedukasi pengunjung untuk mengantisipasi bencana
Libur tahun baru telah tiba. Pilihan berlibur menikmati alam adalah salah satu pilihan di negeri dengan kekayaan wisata alam nan eksotis ini.
Seperti juga di Bali yang menjadi destinasi wisata favorit di Indonesia. Salah satunya di Pura Uluwatu, di Kabupaten Badung, selatan Bali. Pura Uluwatu dan panoramanya masih menyimpan daya tarik sehingga ribuan memasukkannya dalam tujuan perjalanan di Bali. Ribuan orang berkujung di tebing teramai di kawasan Bali selatan ini pada Kamis (10/10/2019).
Debur ombak Samudera Hindia menghantam tebing. Jika tak ada tembok pembatas di tebing kawasan Pura Uluwatu ini, rasanya tak berani menjulurkan kepala melihat gemuruh ombak puluhan meter di bawah tebing. Atau berlama-lama memandangi cakrawala yang membentang di lekuk kaki pulau Bali ini.
Pengunjung memenuhi jalur tebing dengan tembok pelindung yang mengeliling area kawasan pura sekitar satu kilometer. Ini lokasi favorit karena panorama biru lazuardi langit dan hijau tosca samudera tak bosan dinikmati.
baca : Mongabay Travel : Nusa Lembongan, Surga di Selatan Pulau Dewata
Ribuan turis menunggu matahari terbenam, dan mulai pukul 17.30 WITA sudah berbondong menuju panggung tari Kecak yang menghadap samudera dan titik terbenamnya mentari. Dalam setengah jam, semua tempat duduk penuh sesak, namun petugas terus memasukkan penonton ke dalam arena sampai berdesakkan dengan para penari Kecak. Jenis tarian Kecak memerlukan ruang leluasa karena para penari laki-laki yang bertelanjang dada ini terus bergerak sambil menyanyi. Ditambah penari lain sesuai lakon yang dimainkan, sesuai cerita epos Ramayana.
Tiket seharga Rp100.000/orang ini terus dijual sampai petugas kebingungan mencarikan ruang duduk. Penonton juga dipaksa memenuhi jalur pintu masuk dan keluar. Tak ada ruang tersisa di areal ini lagi. Puluhan penari Kecak ditambah pemeran sang Rama, Dewi Sita, Laksamana, raksasa Rahwana, kera putih Hanoman, dan Sugriwa menari dengan keterbatasan ruang yang tersisa. Apalagi sang Hanoman yang harus melompat lincah.
Tarian Kecak yang atraktif, panggung terbuka di tebing tepi samudera, dan gugusan pura di ujung tebing adalah kombinasi apik di Uluwatu. Namun, perasaan waswas tak bisa dihindari melihat area panggung overload melebihi kapasitas, dan pintu keluar masuk terhalang. Dari laman Uluwatukecakdance.com disebutkan kapasitas panggung sekitar 1400 orang.
baca juga : Keindahan Tersembunyi Mata Air Tembeling
Tebing kokoh ini secara alami menjadi benteng Selatan Bali. Melindungi dari risiko tsunami atau gelombang tinggi. Masalahnya, kini makin banyak hotel dan beach club yang memenuhi tebingnya. Mereka memanfaatkan eksotika alam untuk menarik turis. I Wayan Mosin Ardana, Pengurus Kecak Uluwatu kepada Mongabay Indonesia, Kamis (26/12/2019) mengatakan penonton Kecak musim liburan ini membeludak, dan pihaknya menambah jadwal pentas jadi dua kali.
Ia mengakui panggung kerap overload, karena penonton memaksa masuk walau kapasitas sudah penuh. “Sudah tutup dan kami khawatir kenyamanan tamu jika membeludak. Tapi permintaan tamu, karena akan pulang besok dan mau jika berdiri,” sebut Ardana. Kapasitas panggung normal adalah 1200, namun jika dipaksa penuh sampai ke area penari dan lorong pintu masuk sampai 1400 orang.
Ia menyebut ada kekhawatiran terkait risiko bencana. “Sekecil apapun, mereka bisa berdesakkan turun, dan lari. Pernah terjadi angin kencang dan terpaksa pementasan pindah ke wantilan dengan kapasitas terbatas,” jelasnya.
Mulai 2020 ia berencana berbenah dengan perbaikan mitigasi bencana seperti safety briefing sebelum pentas dimulai, ketat dengan kapasitas panggung, dan rambu-rambu tambahan. Hal ini menurutnya akan berpengaruh pada penyesuaian harga tiket.
Saat ini rambu evakuasi dipersiapkan pengelola kawasan Pura Uluwatu di pintu keluar dan tanda titik kumpul ke parkir. Ardana berharap semua pengunjung kawasan mau mengikuti prosedur keamanan dan pihaknya akan mulai merancang standar operasional bekerjasama dengan pihak lain seperti Badan SAR, dan lainnya.
menarik dibaca : Waspada Terjangan ‘Air Mata Setan’ di Nusa Lembongan
Pemandangan eksotis dengan risiko tinggi juga terlihat di sejumlah titik padat turis di Kepulauan Nusa Penida. Salah satunya yang populer dengan nama Devil’s Tears, area tebing dengan hantaman ombak sehingga menimbulkan lompatan air yang bisa menggulung manusia.
Sejumlah papan peringatan untuk tak mendekat tebing sudah dipasang, namun ego ingin mendapatkan foto dengan latar terjangan air tak menyurutkan nyali turis. Tak sedikit orang menunggu momen itu terjangan ombak tiba untuk berfoto. Walau semburan air dari ombak yang menghantam tebing ini sudah menyeret beberapa orang jatuh dan terluka.
Mitigasi Bencana
Adi Thiana Putra, Kepala Subdit Informasi dan Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali pada Mongabay Indonesia mengatakan kawasan tebing curam tepi samudera adalah risiko bencana tinggi dan harus dilengkapi rambu-rambu mitigasi atau pengurangan dampak buruknya.
Salah satunya rambu evakuasi dan pengumuman secara rutin dan terus menerus pada turis di area itu untuk tetap waspada. “Kalau gempa sedikit pasti panik. Jika hilang akal bisa lompat,” ingatnya.
Idealnya pemandu dan pecalang sudah paham mitigasi bencana dan mengarahkan pengunjung jika terjadi sesuatu. BPBD bisa berkoordinasi dengan pengelola wisata untuk upaya mitigasi ini. “Sebelum mulai pertunjukannya sebaiknya ada safety briefing dan menunjukan jalur evakuasi dan pintu-pintu keluar,” jelas Adi.
Dari pemetaan risiko bencana, Uluwatu disebut area dengan risiko tsunami tinggi dan gempa bumi rendah. Area Bali selatan dan utara rawan tsunami dan gempa, sementara kabupaten Karangasem dan Bangli risiko bencananya adalah erupsi gunung berapi.
perlu dibaca : Hati-hati, Gempa di Bali Berpotensi Tsunami Tinggi
Sistem peringatan dini
Pemetaan risiko bencana ini idealnya terus dimatangkan dengan pemutakhiran Peta Rawan Bencana. “Detailnya harus dipetakan, mitigasi harus ada peta dulu, bisa dikembangkan di tingkat desa,” jelas Adi. Misalnya Surabaya dan Jakarta yang sudah memasukkan peta rawan banjir.
Sejumlah petugas BPBD Bali berlatih memasukkan untuk merinci lokasi dan jalur evakuasi serta infrastrukturnya dalam open street map dipandu tim Humanitarian OpenStreetMap.
Untuk risiko bencana tsunami, saat ini ada menara INATEWS di sejumlah kabupaten di Bali. Pada waktu tertentu, alarm akan meraung-raung untuk pengecekan dan tes kesiapsiagaan. Sebuah bangunan tiga lantai di Serangan, Denpasar adalah tempat evakuasi sementara yang disediakan namun kini berfungsi sebagai pasar tradisional.
“Lantai dasar jadi pasar agar dimanfaatkan untuk sumber ekonomi dan penyadaran bencana untuk warga,” sebut Adi. Sementara lantai 2 dan 3 tetap kosong. Menurutnya memfungsikan jadi pasar tidak masalah asal gedungnya dirawat dan saat evakuasi tak melebihi 25 menit.
Terakhir, pihaknya membuat peta evakuasi untuk Kabupaten Jembrana dengan risiko bencana tsunami. Dari simulasi yang dilakukan lokasi evakuasi adalah desa-desa di perbukitan namun bisa dicapai dalam waktu lebih dari 25 menit.
Kolaborasi pengembangan sistem risiko bencana di tingkat nasional di antaranya InAWARE, sebuah sistem analisis dan peringatan dini yang didanai oleh lembaga untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dan Kantor untuk Bantuan Bencana Luar Negeri (OFDA). Pacific Disaster Center (PDC) memberikan bantuan teknis kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk meningkatkan dampak sistem peringatan dini dan sistem pembuatan keputusan dalam pengelolaan bencana. Proyek ini menyediakan sebuah sistem pengambilan keputusan berbasis jaringan untuk digunakan di tingkat nasional dan provinsi.
Ada juga InaRISK sebuah portal hasil kajian risiko yang menggunakan arcgis server sebagai data layanan yang menggambarkan cakupan wilayah ancaman bencana, populasi terdampak, potensi kerugian fisik, potensi kerugian ekonomi, dan potensi kerusakan lingkungan. Terintegrasi dengan realisasi pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana sebagai alat monitoring penurunan indeks risiko bencana.
Dalam lamannya disebutkan, kontribusi yang diberikan oleh United Nation Development Program (UNDP) adalah dengan menyiapkan layanan data yang menjadi data utama dalam InaRISK. Portal ini diluncurkan penggunaannya oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 10 November 2016. Diharapkan InaRISK dapat digunakan oleh semua pihak, termasuk masyarakat dalam menyusun rencana-rencana penanggulangan bencana, selain sebagai portal sharing data spasial.