- Seekor paus pilot atau pilot whale [Globicepha macrorhynchus], terdampar di Desa Tolotio, Bone Bolango, Gorontalo. Sempat ada upaya dari nelayan untuk menyelamatkan, namun karena air laut surut paus ini mati.
- Mamalia laut dari kelompok paus, lumba-lumba, dan dugong saat ini berstatus terancam punah menurut kategori IUCN Redlist. Paus dan lumba-lumba merupakan kelompok akuatik yang sering terdampar di pantai-pantai Indonesia.
- Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 79 tahun 2018, menegaskan mamalia laut tersebut telah ditetapkan sebagai target prioritas konservasi nasional dalam Rencana Aksi Nasional [RAN] konservasi mamalia laut periode 2018-2022.
- Ada tiga opsi penanganan bangkai mamalia laut yang dapat dilakukan. Ditenggelamkan di laut lepas, dibakar, atau dikubur.
Pagi pukul 05.30 WITA, Iwan Adam, nelayan di Desa Tolotio, Kecamatan Bone Pantai, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, melihat seekor paus pilot atau pilot whale [Globicepha macrorhynchus], berenang lambat. Tanda-tanda terdampar terlihat jelas. Dengan segera, Iwan mengajak sembilan nelayan lain untuk mendorong paus itu ke tengah laut, Sabtu, 4 Januari 2020 lalu.
Namun, upaya para nelayan menemui kendala, sebab laut sedang surut. Kerja keras mereka selama 20 menit, tidak berbuah manis. Paus pilot tak bergerak dan mati, hingga akhirnya terdampar ke tepi pantai desa.
Kabar matinya paus pilot di pesisir pantai menyebar cepat. Hingga akhirnya, tim penanggap menuju lokasi. Mereka adalah Hartaty Isima [Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo], Mahyuddin Mataihu [Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bone Bolango], dan Iman Tilahunga [Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bone Bolango].
Baca: Sedih! Dari 32 Paus Pilot yang Terdampar di Pantai Probolinggo, 10 Individu Mati

Mereka tiba pukul 14.00 WITA, saat cuaca di pantai gerimis. Tim penanggap segera melakukan pengambilan data. Paus pilot itu berjenis kelamin jantan dewasa dengan dugaan mati karena kelelahan. Panjang 482 cm, lingkar badan atau diameter 220 cm, dengan berat sekitar 2 ton. Setelah diperiksa lagi fisiknya, mamalia laut itu mengalami goresan di bagian kepala dan kedua sirip dada. Juga, terdapat luka besar di bagian bawah sirip punggung.
“Setelah mengambil data, rencana awal, kami akan menenggelamkan bangkai ini. Namun, beratnya yang 2 ton, butuh tenaga tiga kali lipat dari berat paus ini untuk melakukannya dan ini tidak memungkinkan. Ppsi paling tepat adalah dikubur,” ungkap Iman Tilahunga kepada Mongabay Indonesia.
Baca: Paus Pilot yang Mati Terdampar Itu Ditenggelamkan di Laut

Opsi penanganan mamalia laut mati terdampar
Mamalia laut dari kelompok paus, lumba-lumba, dan dugong saat ini berstatus terancam punah menurut kategori IUCN Redlist. Paus dan lumba-lumba merupakan kelompok akuatik yang sering terdampar di pantai-pantai Indonesia. Melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 79 tahun 2018, mamalia laut tersebut telah ditetapkan sebagai target prioritas konservasi nasional dalam Rencana Aksi Nasional [RAN] konservasi mamalia laut periode 2018-2022.
Dalam buku berjudul Pedoman Penanganan Mamalia Laut [Edisi kedua, September 2018], yang disusun Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, disebutkan bahwa kejadian mamalia laut terdampar adalah ketika mamalia laut ditemukan di pantai atau perairan dangkal, baik hidup atau mati. Dalam kondisi apapun [termasuk terlilit jaring], tidak berdaya, atau tidak memiliki kemampuan untuk kembali ke habitat alaminya dengan usahanya sendiri. Kejadian terdampar menjadi penting untuk ditangani, karena menyangkut kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Baca juga: Seekor Paus Pilot Sirip Pendek Mati Saat Hendak Dilepaskan ke Laut, Apa Penyebabnya?

Saat terdampar, mamalia laut dikategorikan menjadi dua: terdampar tunggal dan massal. Beberapa kemungkinan penyebab terdampar adalah kelaparan, penyakit, pemangsaan atau predasi, marak alga, gempa dasar laut, cuaca ekstrim, badai matahari, pencemaran laut, aktivitas perikanan yang tidak ramah lingkungan, dan kebisingan bawah air.
Ada beberapa kode yang dipakai. Kode 1, artinya mamalia laut masih hidup. Kode 2, mamalia laut baru saja mati namun masih segar, belum ada pembangkakan. Kode 3, mamalia laut mulai membusuk dengan tubuh membangkak. Kode 4, mamalia laut sudah mengalami pembusukan tingkat lanjut. Kode 5, mamalia laut sudah menjadi bangkai atau kerangka.
Menyentuh mamalia laut yang mati, sangat tidak disarankan terutama bagi perempuan hamil, anak-anak atau orang yang mengalami luka di tubuhnya, karena ada virus dan bakteri.

Pada kejadian mamalia laut terdampar mati, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan nekropsi atau bedah bangkai hewan, untuk mengetahui penyebab kematian. Nekropsi harus dilakukan oleh tim dokter hewan atau tim penolong yang memiliki keahlian, setelah itu dilaksanakan penanganan bangkai.
Ada tiga opsi penanganan bangkai. Pertama, ditenggelamkan di laut lepas, sekurangnya dengan kedalaman minimum 20 meter. Gas dari dalam tubuh dikeluarkan terlebih dahulu dengan cara ditusuk, dan diberikan pemberat agar tenggelam. Tubuh mamalia laut yang tenggelam berkontribusi positif terhadap kesehatan ekologi dasar laut, sebab akan menjadi sumber makanan bagi biota lain.
Kedua, dengan membakar. Saat memilih opsi ini harus mempertimbangkan potensi udara sekeliling. Ketiga, dikubur di tanah atau di pantai, dan yang menjadi catatan penting adalah sedapat mungkin mengurangi kontak langsung dengan bangkai.

Menurut Iman Tilahunga, untuk kasus paus pilot terdampar di Desa Tolotio, dengan segala keterbatasan yang ada, mereka sempat khawatir mengenai risiko saat tubuh paus itu dipotong, yakni adanya parasit. Apalagi dalam tim tersebut tidak ada dokter yang terlibat melakukan analisis. Kalaupun ada, katanya, banyak dokter yang tidak memiliki kompetensi medis dalam penanganan mamalia terdampar.
Sehingga, dengan melibatkan 14 orang dewasa itu, paus pilot yang baru mati itu dipotong untuk mempermudah dikubur. Ketika dipotong, tim coba mencari apakah ada plastik dalam tubuhnya yang ternyata tidak ada.
“Setelah kami berkoordinasi dengan Kepala BPSPL Makassar via telepon, kami kubur potongan-potongan tubuh tersebut. Jika dibiarkan lama, dikhawatirkan membusuk dan menyebarkan virus beserta bakteri,” tegasnya.