- Selama kurun dua bulan (Desember 2019 – Januari 2020), aparat Direktorat Kepolisian Air Polda NTT dan Polres Sikka sudah 4 kali menangkap pelaku pengebom ikan dan pemasok bahan baku pembuatan bom ikan.
- Bahan baku pembuatan bom berdasarkan keterangan pelaku diselundupkan dari negara Malaysia dan Timor Leste melalui jalur laut dan disimpan di pulau-pulau kecil di perairan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Maumere.
- Pelaku pengeboman ikan bisa dikategorikan sebagai teroris atau radikalisme lingkungan karena merusak biota laut, rumah ikan seperti terumbu karang, dan padang lamun. Padahal pemulihannya butuh waktu yang lama.
- Selain menindak tegas pelakunya, adanya tindakan preventif dari pihak pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama memerangi pelaku destructive fishing
Aktifitas pengeboman ikan masih terjadi di perairan pantai utara Pulau Flores, kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan membuat berbagai pihak prihatin.
Seperti yang dilakukan DR, seorang nelayan warga Desa Lewomada, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka. Dia tertangkap tangan personil Direktorat Polairud Polda, NTT, Sabtu (7/12/2019) sedang melakukan pengeboman ikan di perairan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Maumere.
Saat sedang patroli, Kapal Patroli (KP) Pulau Sukur 3007 mendapat informasi dari Seksi Konservasi Wilayah IV Maumere BKSDA NTT mengenai aktivitas pengeboman ikan. Pelaku ditangkap saat menggunakan bahan peledak di perairan desa Lewomada.
Selang tiga minggu kemudian pada Minggu (29/12/2019) seorang pelaku berinisial AT (50) warga Desa Lidi Pulau Palue ditangkap di rumah singgahnya di desa Aewora, kecamatan Maurole, kabupaten Ende.
Dari tangan pelaku, personil Polres Sikka berhasil mengamankan barang bukti berupa 2 botol bir kecil berisi bahan peledak siap dipakai, 2 buah korek api, 2 lempeng obat nyamuk bakar serta 1 gulungan selang bening.
baca : TNI AL Tangkap Nelayan Pengebom Ikan di Flores Timur. Kenapa Masih Terjadi?
Sebelumnya, Komandan KP Pulau Sukur 3007, Brigadir Polisi I Putu Sulatra menjelaskan ditangkapnya 5 nelayan yaitu N (43), S (40), S (35), S (38) dan S (28) asal desa Parumaan di pulau Parumaan kecamatan Alok Timur, Selasa (7/1/2020) karena tertangkap tangan menangkap ikan dengan bom.
Penangkapan bermula dari informasi Seksi Konservasi Wilayah IV Maumere BKSDA NTT dan Unit Jatanras Polres Sikka bahwa di sekitar perairan Dambila dan Koja Doi sering terjadi penangkapan ikan menggunakan bahan peledak atau bom.
Dari tangan pelaku tim Dit.Polairud Polda NTT berhasil mengamankan barang bukti berupa 1 unit perahu motor warna ungu, 2 buah sampan, lima buah masker selam, empat pasang sepatu katak dan sekitar 100 ekor ikan berbagai jenis.
“Kelima nelayan ini berpotensi melanggar Pasal 84 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-undang No.31/2004 juncto Pasal 85 UU No.45/2009 tentang Perubahan atas UU No. 31/2004 tentang Perikanan,” ungkapnya.
baca juga : Mencoba Melarikan Diri, Pelaku Pengeboman Ikan Ditangkap. Bagaimana Selanjutnya?
Tangkap Pemasok Bom
Selain itu, Polisi juga menangkap pemasok bom ikan. Berawal dari informasi media dan masyarakat tentang aktivitas penangkapan ikan menggunakan bahan peledak dan maraknya penjualan bahan baku pengeboman ikan, Intel Polairud Polda NTT melakukan penyelidikan di wilayah perairan kabupaten Sikka dan sekitarnya
Hasilnya didapat informasi akan ada orang yang memuat barang yang diduga bahan baku pembuatan bom ikan dari Pulau Pemana menuju pelabuhan Wuring dan sekitarnya.
“Setelah mendapatkan informasi kami langsung mengawasi situasi kapal yang keluar masuk di pelabuhan Wuring dan sekitarnya,” kata kata Direktur Polairud Polda NTT Kombes Pol.Dwi Susesno melalui Ipda Suherman Kanit Intelair Subdit Gakkum Dit.Polairud Polda NTT saat ditemui Mongabay Indonesia, Selasa (14/1/2020).
Pada Minggu (13/1/2020) sekitar pukul 01.30 WITA kata Suherman, pihaknya melihat kapal yang mencurigakan bersandar di pasar ikan Wuring, kelurahan Wolomarang, Sikka.
Saat petugas dari Intel dan kru KP. Pulau Sukur merapat, pelaku berusaha melarikan diri seraya melemparkan detonator ke arah hutan bakau. Pelaku pun berhasil ditangkap dan saat diperiksa kapalnya ditemukan 30 karung ukuran 25 kg berisi pupuk amonium nitrat.
“Detenatornya sudah dikemas di dalam kotak berisi 100 unit dililit dengan lakban. Barang-barang ini yang dijual kepada para nelayan yang melakukan pengeboman ikan,” ungkapnya.
perlu dibaca : Perairan Teluk Hadakewa: Dulu Marak Potas dan Bom Ikan, Sekarang Dilindungi lewat Adat
Pelaku berinisal SJ (34), RS (39), S (30), M (35) dan S (39) yang semuanya merupakan warga kabupaten Sikka. Pelaku SJ sebagai pemilik barang sementara satunya dicurigai sebagai perantara dan tiga lainnya turut bekerjasama dan semuanya sementara diamankan guna penyelidikan lebih lanjut.
Para pelaku, kata Suherman, bekerjasama membawa barang-barang terlarang ini dari pulau Pemana menuju pelabuhan di pasar ikan Wuring. Berdasarkan penyelidikan barang-barang tersebut banyak disimpan di pulau-pulau kecil seperti Pemana, Palue, Parumaan termasuk Pulau Sukun sebagai pulau terluar
“Keterangan sementara yang kita dapati barang tersebut diperoleh dari Malaysia dan Timor Leste. Dibawa dari Malaysia melalui laut menuju Sulawesi sekitar pulau Selayar lalu dibawa menuju pulau-pulau kecil di kawasan Teluk Maumere,” jelasnya.
Suherman menerangkan pelaku untuk sementara diduga melanggar UU No.12/DRT/1951 tentang Senjata Api dengan ancaman hukuman seumur hidup. Penyidik masih mendalami peran dari para pelaku.
menarik dibaca : Ribuan Orang Ende Tangkap Ikan dengan Tangan, Ada Apa?
Radikalisme Perikanan
Teluk Maumere merupakan kawasan perairan yang kaya sumber daya perikanan. Sayangnya penangkapan ikan oleh nelayan setempat dilakukan secara merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bom.
Dr. Angelinus Vincentius, pakar kelautan dan perikanan dari Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere kepada Mongabay Indonesia, Selasa (14/1/2020), mengatakan pemboman ikan merusak seluruh biota laut.
Rektor Unipa Maumere itu berkata pengeboman ikan merusak biota laut dan habitat ikan yaitu terumbu karang, padang lamun dan seluruh substrat fisiknya. Padahal pemulihannya butuh waktu yang lama.
Menangani para pembom, sebut Angelinus, harus melibatkan banyak pihak karena berkaitan dengan kemiskinan. Menurutnya, orang butuh makan sehingga dia menangkap ikan secara ilegal meskipun dia mengetahui itu salah.
“Ini masalah kesadaran ekologis yang membutuhkan kepedulian publik. Proses penyadaran masyarakat yang lama dan intensif sehingga membutuhkan peran berbagai pihak,” ungkapnya.
Permasalahan kompleks itu, menurut Angelinus, perlu diputus secara cepat. Seluruh pemangku kepentingan, ujarnya, seperti dari sektor perikanan, pelayaran, pariwisata, pemukiman, pekerjaan umum, usaha garam dan lainnya perlu duduk bersama membahasnya.
perlu dibaca : Ini Kendala yang Dihadapi Nelayan NTT. Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?
Sedangkan Yohanes Don Bosco Minggo, dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unipa Maumere mengatakan pelaku bom ikan bisa dikategorikan sebagai teroris dikarenakan tindakan yang dilakukan para pelaku layaknya seorang teroris yang membunuh peradaban di suatu perairan.
“Pelaku cenderung mengikuti ego untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan orang lain dan generasi yang akan datang. Tindakan tersebut bisa dikatakan sebagai radikalisasi penangkapan ikan dan pemanfaatan sumber daya perikanan,” tegasnya.
Penggunaan bom untuk menangkap ikan, lanjutnya, bisa dikategorikan tindak pidana yang melanggar Pasal 9 UU No.45/2009 tentang Perikanan, Pasal 33 UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Pasal 6 UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pelaku juga bisa dijerat UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU Darurat No.12/1951 tentang Kepemilikan Senjata Api dan Bahan Peledak, serta Keputusan Presiden No.125/1999 tentang BahanPeledak.
“Dampak langsung kegiatan pemboman yaitu terjadi kerusakan terumbu karang, kematian ikan target dan non target serta kerusakan ekosistem perairan,” sebutnya.
Dia menyarankan perlu tindakan pencegahan bersama dari pihak pemerintah dan masyarakat memerangi pelaku pengeboman ikan. “Tindakan preventif itu meliputi penyuluhan hukum perikanan dan pengawasan kegiatan perikanan yang dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat,” sarannya.
Sementara Plt. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sikka Paulus Hilarius Bangkur, pada Selasa (14/1/2020) memberi apresiasi kepada Dit.Polairud Polda NTT atas berbagai penangkapan yang dilakukan dan meminta agar diusut tuntas jaringan pemasok bahan baku pembuatan bom ikan.
Paul sarankan nelayan menggunakan alat tangkap dan cara-cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Dia meminta nelayan untuk menghindari penggunaan bahan berbahaya dan beracun.