- Dua bayi orangutan berhasil diamankan petugas dari rumah pelaku awal Januari lalu di Langkat, Sumatera Utara. Bayi-bayi orangutan ini dalam wadah atau keranjang tampak sudah siap kirim.
- Saat penggerebekan, pelaku tak ada di rumah. Petugas menduga, pelaku bagian dari jaringan perdagangan satwa liar dilindungi.
- Panut Hadisiswoyo, Ketua Yayasan Orangutan Sumatra Lestari–Orangutan Information Center mengatakan, setiap tahun, setidaknya mengambil 15 orangutan peliharaan ataupun diperdagangkan masyarakat atau oknum-oknum. Hal ini, katanya, jadi ancaman besar.
- Pemelihara adalah rantai terakhir buat perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi. Hingga kini, penegakan hukum terhadap para pelaku pemelihara satwa belum maksimal dan minim proses hukum.
Kotak keranjang ini biasa jadi wadah buah. Kali ini beda. Ia jadi tempat menyimpan bayi orangutan yang siap diperdagangkan. Beryukur petugas menggagalkan aksi perdagangan satwa langka dilindungi. Mata kedua bayi jantan dan betina ini tampak sayu dari balik keranjang.
Bayi orangutan Sumatera ini dari dua induk berbeda. Mereka diduga kuat terpisah paksa dari induknya karena kena tangkap jaringan perdagangan satwa ini.
Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), dan Balai Besar Konservasi konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) menyatakan, induk sepasang bayi orangutan ini sudah mati sebelum mengambil paksa kedua anaknya.
Pada Kamis malam (9/1/20), BBTNGL dibantu mitra berhasil mengamankan sepasang bayi orangutan dari sebuah tempat di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumut.
Lokasi itu diduga penampungan sementara satwa liar dilindungi, sebelum pengiriman dan penjualan kepada calon pembeli.
Adalah inisial P alias IG, pria 38 tahun, warga Bahorok, memiliki sepasang bayi orangutan ilegal diduga buruan dari TNGL.
Petugas BBTNGL menyatakan, pria ini diduga bagian jaringan perdagangan satwa liar dilindungi.
Jefri Susiafrianto, Kepala BBTNGL, mengatakan, ketika penggrebekan, pria ini tak berada di rumah.
Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Wilayah Sumatera, masih mengejar pelaku untuk menguak kasus ini.
Dari temuan awal, pelaku diduga kuat jaringan perdagangan satwa liar dilindungi, termasuk orangutan Sumatera.
Pengungkapan kasus ini, katanya, bermula dari informasi masyarakat, bahwa di Bahorok ada pria punya sepasang bayi orangutan.
Dia meminta, Kepala Seksi Perlindungan Taman Nasional Wilayah V Bahorok, mendalami dan membentuk tim untuk mengungkap kasus ini.
“Ketika pengecekan ternyata benar di lokasi kediaman pelaku ditemukan sepasang bayi orangutan, pelaku belum berhasil diamankan karena kabur. Kita serahkan ke Gakkum untuk menyidik kasus ini,” katanya saat konferensi pers di Medan, baru-baru ini.
Kepala Seksi Perlindungan Taman Nasional Wilayah V, Bahorok, BBTNGL, Palber Turnip mengatakan, ketika pengamanan terhadap sepasang bayi orangutan, pelaku tidak ada. Ada kepala desa, istri serta anak pelaku menyaksikan semua proses terjadi.
Ketika memeriksa di kediaman pelaku, ada kandang dan kotak pengiriman berbagai satwa serta barang. Kandangan ini diduga tempat penyimpanan. Dari sini, kuat dugaan pelaku bagian dari sindikat jaringan perdagangan satwa liar.
Dia bilang, yang bersangkutan sudah berapa kali jadi target operasi Seksi Wilayah V Bahorok, pernah mendekati kawasan bahkan informasi masuk dalam kawasan.
Haluanto Ginting, Kepala Seksi Wilayah I Balai Pengaman dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sumatera mengatakan, akan mendalami kasus jni dan mengumpulkan semua barang bukti.
Kepala Seksi Perencanaan, Pengawetan dan Perlindungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) Amenson Girsang mengatakan, sembari menunggu proses hukum, maka sementara orangutan titip di Pusat Karantina Orangutan di Desa Batu Mbelin, Sibolangit, Deli Serdang.
Pemain
Panut Hadisiswoyo, Ketua Yayasan Orangutan Sumatra Lestari–Orangutan Information Center (YOSL–OIC) meyakini, pelaku bagian dari jaringan perdagangan satwa liar dilindungi. Dia menduga, pelaku sudah sudah beberapa kali pengambilan dan penjualan orangutan atau penyelundupan ke beberapa tempat.
‘Ini harus jadi tantangan bagi kita untuk menjaga satwa liar dilindungi, dan memberikan hukuman maksimal agar ada efek jera,” kata Panut.
Setiap tahun, mereka mengambil setidaknya 15 orangutan dipelihara ataupun diperdagangkan masyarakat atau oknum-oknum. Hal ini, katanya, jadi ancaman besar.
“Kita harus benar-benar bekerja keras. Terimakasih buat BBTNGL, Gakkum, dan BBKSDA Sumut, yang sudah bekerja keras dalam pencegahan tindakan kejahatan kehutanan. Kami akan selalu siap membantu,” kata Panut.
Pemelihara adalah rantai terakhir buat perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi. Hingga kini, penegakan hukum terhadap para pelaku pemelihara satwa belum maksimal dan minim proses hukum.
Dwi Nugroho Adiasto, Regional Wildlife Trade Specialist, saat diwawancarai Mongabay belum lama ini. Hukuman para penampung, pemburu dan penyelundup satwa liar masih lebih besar ketimbang para pemelihara satwa ilegal. Kalau lihat pemelihara satwa, katanya, merupakan rantai terakhir kejahatan satwa liar dilindungi.