- Pada Sabtu pagi (25/1/20) sekitar pukul 10, Neneng, gajah Sumatera betina berusia 55 tahun itu mati. Dugaan sementara penyebab kematian satwa di Medan Zoo ini karena faktor usia.
- Tanda-tanda awal Neneng mulai tak sehat setelah terpantau selama 3-4 hari tak mau makan. Dua hari sebelum kematian, tak makan sama sekali, hingga tim dokter hewan infus dan memberikan obat-obatan. Neneng tak tertolong.
- Medan Zoo, sedang otopsi untuk mencari tahu penyebab kematian Neneng. Setelah otopsi keluar, barulah dapat diketahui apa penyebab kematian Neneng. Kalau masih ragu melihat perubahan organ, akan lanjut uji laboratorium untuk mendapatkan data akurat melihat penyebab kematian.
- Pecinta satwa protes karena di Medan Zoo, gajah boleh ditunggangi pengunjung. Anita Santa, Campaigner Protect Wildlife Welfare, mengatakan, ada lima dasar kesejahteraan hewan, yakni, bebas dari rasa haus dan lapar, bebas dari rasa ketidaknyamanan, sakit, cedera, perilaku alamiah, dan ketakutan maupun tak tertekan.
Kabar duka datang dari Taman Margasatwa Medan atau Medan Zoo. Pada Sabtu pagi (25/1/20) sekitar pukul 10, Neneng, gajah Sumatera betina berusia 55 tahun itu mati. Dugaan sementara penyebab kematian Neneng karena faktor usia.
Biasanya, kala pengunjung datang ke Medan Zoo, Neneng, banyak menyedot perhatian. Kini, tubuh gajah ini terbujur kaku di lembaga milik PD. Pembangunan, BUMD Pemerintah Kota Medan ini.
Sejumlah pihak kecewa dan menyesalkan sikap Medan Zoo yang dianggap gagal merawat satwa langka dilindungi dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ini.
Sucitrawan, dokter hewan Medan Zoo mengatakan, awalnya nafsu makan Neneng turun, lemah dan lesu lalu meninggal.
Medan Zoo, katanya, sedang otopsi untuk mencari tahu penyebab kematian Neneng. Setelah otopsi keluar, barulah dapat diketahui apa penyebab kematian Neneng. Kalau masih ragu melihat perubahan organ, akan lanjut uji laboratorium untuk mendapatkan data akurat melihat penyebab kematian.
Untuk sementara, katanya, penyebab kematian gajah Sumatera ini, karena faktor usia. “Itu sementara dugaan kematian karena faktor usia. Neneng mati usia sekitar 55 tahun. Secara umum, usia gajah berkisar 60 tahun,” ucap Sucitrawan.
Selama ini, Neneng berinteraksi langsung dengan pengunjung yang datang ke Medan Zoo. Neneng, katanya, jadi tunggangan pengunjung dengan pengawasan.
Soal asupan gizi, katanya, semua terpenuhi, bahkan mengkonsumsi tumbuhan liar di area Medan Zoo.
“Jangan khawatir, di Medan Zoo kita siap memelihara berapa banyak pun gajah, sebab pakan berlimpah. Jadi, kebutuhan gizi cukup,” kata Sucitrawan.
Putrama Al Khairy, Direktur Perusahaan Daerah (PD) Pembangunan, Pemerintahan Kota Medan, mengatakan, tanda-tanda awal Neneng mulai tak sehat setelah terpantau selama 3-4 hari tak mau makan. Dua hari sebelum kematian, tak makan sama sekali, hingga tim dokter hewan infus dan memberikan obat-obatan. Neneng tak tertolong.
“Kami sudah koordinasikan dengan BBKSDA Sumut dan melaporkan ini. Kami sudah membuat laporan alasan kematian tetapi untuk kepastian harus dapat otopsi,” katanya.
Neneng, punya tempat bermain di kebun binatang Medan seluas 30 hektar. Asupan makanan gajah, selain menu makanan per hari bisa makan di area Medan Zoo yang memiliki tumbuhan alami.
“Makanan di sini cukup berlimpah, lebih dari cukup,” kata Alkhairy.
Selain itu, ada beberapa pengunjung yang suka membawa makanan dan memberikan makanan, seperti kelapa dan lain-lain.
“Kalau Gajah di sini lebih baik perlakuan daripada di kebun binatang lain.”
Gajah di Medan Zoo, ada Neneng dan Siti. Mereka sudah familiar dengan para pengunjung.
Neneng dari Aceh, sejak 2005. Sedangkan Siti dari Tahura dan usia lebih muda empat tahun dari Neneng.
Medan Zoo, katanya, sudah meminta kepada Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) untuk penambahan satu gajah jantan. Harapannya, si jantan bisa berpasangan dengan Siti.
Setelah kematian Neneng, interaksi Siti dengan pengunjung akan dikurangi. “Biar tidak terlalu capek. Kalau kemarin masih ada Neneng, sekarang Sti tinggal sendiri.”
Para pegiat lingkungan dan satwa protes gajah Medan Zoo ditunggangi pengunjung. Dia bilang, pengunjung menunggangi gajah dan berkeliling lapangan, tetap berlangsung karena minat masyarakat tinggi. Namun, katanya, Medan Zoo, akan membatasi. “Sebelumnya, ada dua gajah, tetapi sekarang karena sendiri (Siti) maka akan dikontrol” katanya.
Anita Santa, Campaigner Protect Wildlife Welfare, mengatakan, pada Oktober 2019 pergi ke Medan Zoo, melihat kondisi gajah Sumatera di sana. Dia bilang, kondisi gajah mengenaskan, kotor, dan tak ada air bersih.
Menurut dia, ada lima dasar kesejahteraan hewan, yakni, bebas dari rasa haus dan lapar, bebas dari rasa ketidaknyamanan, sakit, cedera, perilaku alamiah, dan ketakutan maupun tak tertekan.
Medan Zoo, katanya, tak mengikuti semua syarat itu. Menunggangi gajah, katanya, jelas bukan perilaku alamiah dan melawan kesejahteraan hewan.
Atas kematian Neneng, perlu ada pemeriksaan penyidik mengingat gajah satwa langka dan dilindungi.
“Kalau aku liat. Oktober aku ketemu Neneng. Keesokannya, dokter hewan KSDA Sumut datang. Seminggu kemudian, aku suruh teman ke sana, untuk video Neneng, tapi gak boleh liat. Kondisi sudah cukup memprihatinkan.”
Dia bilang, kalau BKSDA Sumut dan kebun binatang tidak bisa mensejahterahkan satwa, sebaiknya Siti, diserahkan kepada swasta atau kirim ke Barumun Nagari Wildlife Sanctuary.
“Jelas Barumun terpercaya. Di sana gajah diperlakukan dengan baik, tidak ditunggangi. Jika ada edukasi pada pengunjung, diberi jarak tak terlalu dekat dan perlakuan seperti gajah liar,” kata Anita.
Singky Soewadji, Wildlife Observer menyatakan, secara umum, gajah di kebun binatang rata-rata malnutrisi. Kebutuhan gajah bukan hanya makan dan minum cukup, tetapi asupan gizi dan kalsium.
“Di alam liar, gajah bisa mencari kebutuhan sendiri, di kebun binatang tergantung manusia,” katanya.
Ketika ditanya soal pengawasan dari BBKSDA Sumut, kata Singky, tak bisa berharap banyak pada BKSDA. “Rata-rata dari mereka tidak punya kemampuan atau pengetahuan kecuali texbook.” Ironisnya, minim kepedulian.
Selain itu, katanya, pengawasan dan pembinaan bukan hanya BKSDA juga Perhimpunan Kebun Binatang Indonesia (PKBSI) yang selama ini mandul.
“Gajah di Taman Safari Indonesia kondisi bagus, di Gembiroloka Jogya, lumayan, di Kebun Binatang Surabaya dan Bali Zoo, kurang, selebihnya parah,” kata Singky.
Soal gajah di Medan Zoo jadi tunggangan keliling seharian, kata Singky, satwa ini perlu berjalan sedikitnya 20 km perhari. Namun, gajah tunggang ini, masih pro kontra di masyarakat.
“Bagi saya pribadi, sepanjang prosedur ethic and walfare terpenuhi harusnya lebih baik agar bisa terpenuhi kebutuhan berjalan sejauh 20 Km perhari.”
Keterangan foto utama: Pada Sabtu pagi (25/1/20) sekitar pukul 10, Neneng, gajah Sumatera betina berusia 55 tahun itu mati. Dugaan sementara penyebab kematian satwa di Medan Zoo ini karena faktor usia. Medan Zoo, sedang otopsi untuk mencari tahu penyebab kematian Neneng. Setelah otopsi keluar, barulah dapat diketahui apa penyebab kematian Neneng. Kalau masih ragu melihat perubahan organ, akan lanjut uji laboratorium untuk mendapatkan data akurat melihat penyebab kematian. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia