- Pada musim angin baratan (kencang) sebagian besar nelayan tidak berani melaut. Seperti yang dirasakan para nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Palang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
- Ketika cuaca buruk seperti yang terjadi minggu ini, sebagian nelayan lebih memilih untuk memperbaiki alat tangkap ikan dan kapalnya.
- Sebagian lagi masih ada yang memberanikan diri untuk berangkat melaut. Hanya hasil tangkapannya menurun, dan waktu melaut diperpendek.
- BMKG menghimbau agar nelayan menjaga diri karena masih adanya tinggi gelombang laut dan angin kencang pada saat melakukan aktifitas di laut.
Bagi nelayan, kegiatan mencari ikan di laut sangat tergantung pada cuaca. Jika cuaca mendukung, hampir setiap hari para nelayan ini berangkat melaut. Kecuali hari Jum’at yang biasa digunakan sebagai hari libur. Tapi jika cuaca buruk seperti musim angin barat sebagian dari mereka tidak berani melaut. Salah satunya seperti yang dirasakan oleh Rukin (49), nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Palang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Sore itu, angin bertiup kencang, suara deburan ombak keras menghantam batu yang tertata rapi. Batu-batu tersebut terpasang dibibir pantai untuk menanggulangi terjadinya abrasi. Bahkan, tak jarang ombak berwarna putih kecoklatan itu muntah sampai ke halaman pemukiman warga.
“Kalau cuaca manteng (angin kencang) begini ya tidak berani melaut. Apalagi perahu saya ini tergolong kecil dibanding dengan yang lain yang ada di TPI ini. Jadi ya harus sabar,” ujar lelaki berkulit sawo matang itu kepada Mongabay, Sabtu (29/02). Dibantu dua orang temannya dia tampak sibuk membetulkan tali untuk menarik jaring yang baru dibeli.
Saat cuaca buruk, Rukin sendiri lebih memilih untuk memperbaiki alat tangkap ikan. Bersama dua rekannya lelaki berkulit sawo matang itu sudah dua pekan ini tidak melaut.
baca : Perubahan Iklim Nyata Dirasakan Nelayan dan Masyarakat Pesisir


Tidak hanya Rukin, di TPI Palang yang tidak jauh dari jalur Pantai Utara Kabupaten Tuban ini, ratusan perahu nelayan bersandar dipinggir laut mengikuti alunan ombak yang datang silih berganti. Saat cuaca seperti ini nelayan banyak yang memilih untuk memperbaiki perahu.
Informasi yang didapat Rukin, bulan empat mendatang cuaca diperkirakan akan kembali normal. Namun berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, perkiraan musim barat bisa saja molor karena kondisi cuaca sudah tidak menentu. Dia mengaku sekarang ini sulit membaca cuaca.

Ketergantungan pada Alam
Seorang nelayan di TPI Palang, Sutikno, mengatakan meskipun kondisi cuaca saat itu buruk, sebagian nelayan masih berani melaut. Itupun terpaksa karena untuk menghidupi keluarga. Hanya saja jangkauan melaut tidak jauh. Waktu mencari ikan diperpendek. Misalnya yang awalnya 6 hari menjadi 4 hari.
Kondisi itu berdampak kepada hasil tangkapan ikan. Saat cuaca normal, katanya, rata-rata kapal nelayan dengan 15 Gross Tonnage (GT) bisa membawa pulang 4 ton ikan. Sekarang ini turun menjadi 2 ton.
Saat cuaca mendukung, para nelayan terbagi dalam dua kelompok waktu untuk berangkat melaut, yaitu kelompok yang berangkat pagi hari sekitar jam 05.30 WIB, pulang sore sekitar pukul 14.30 dan kelompok sebaliknya, ada yang berangkat sore sekitar jam 17.00 WIB pulang pagi dini hari.
Menurut Sutikno, kenyataan ini membuat tingkat ketergantungan mereka kepada alam sangat tinggi. Umumnya, kehidupan nelayan lebih banyak bergantung pada alam. Ada masa mereka harus berhenti melaut, karena gelombang terlalu tinggi atau angin kencang.
“Persoalan akan muncul apabila kondisi yang tak ramah ini akan berlangsung terus-menerus dan cukup lama,” ujarnya sembari mengecat perahu. Padahal para nelayan harus tetap menghidupi keluarganya.
baca juga : Dimana Peran Negara Saat Cuaca Buruk Terjadi dan Nelayan Tak Bisa Melaut?

Waspadai Angin Kencang
Saat dihubungi pada Minggu (01/03/2020), Prakirawan Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tuban, Putri Permatasani mengatakan, cuaca untuk area Tuban dan sekitarnya dalam satu minggu kedepan diperkirakan berpotensi curah hujan dengan intensitas lebat yang disertai petir dan angin kencang.
Penyebabnya, yaitu adanya beberapa daerah yang mengalami tekanan rendah di pesisir Australia Barat, bagian Utara, dan di Samudera Hindia selatan Jawa Timur. Hal itu mengakibatkan pembentukan pertemuan massa udara yang memanjang dari Perairan Selatan Jawa Timur hingga selatan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Selain itu, kondisi labilitas udara yang cukup kuat di beberapa wilayah Indonesia juga sangat mempengaruhi. “Kedua kondisi tersebut berkontribusi pada peningkatan konvektifitas skala lokal, termasuk di wilayah Jawa Timur,” ujar perempuan asal Surabaya ini.

Adapun untuk kecepatan angin kencang di wilayah Tuban, Lamongan, Gresik, dan sekitanya, rata-rata kekuatannya kurang dari 50 km/jam. Sementara tinggi gelombang antara 0,5 hingga 1,5 meter. Artinya, masih dalam kategori sedang. Meskipun begitu, BMKG menghimbau kepada warga agar mewaspadai adanya potensi angin kencang pada tanggal 1-7 Maret. Bagi nelayan, perlu menjaga diri adanya tinggi gelombang laut dan angin kencang pada saat melakukan aktifitas di laut.
Sebelum berangkat, sambungnya, nelayan perlu memantau kondisi cuaca melalui radio dari BMKG , untuk informasi gelombang disiarkan pada sore hari. Sedangkan prakiraan cuaca setiap pagi. Atau bisa juga mengakses sosial media BMKG.
“Angin kencang ini diperkirakan sampai awal bulan April mendatang, adapun wilayah lain di Jawa Timur juga terjadi di Kabupaten Pasuruan, Probolonggo, Situbondo, dan sekitarnya,” tambahnya.
